Namanya mungkin tak setenar PO-PO besar yang mengaspal di Jawa Timur seperti Haryanto, Sumber Selamet, Harapan Jaya, Eka Mira dan lain-lain. Namun, bus Bagong masih terus mengaspal sejak 1994. Bahkan, PO Bagong bisa dibilang menjadi salah satu penakluk jalanan ekstrem di Jawa Timur.
***
Pengalaman pertama saya naik bus Bagong adalah pada Oktober 2023 lalu, ketika hendak mengirim titipan cumi-cumi dari Rembang, Jawa Tengah ke Jombang, Jawa Timur.
Karena kebetulan saya tidak membawa motor, maka pilihannya tinggal naik bus. Yang mana untuk ke Jombang (dari Rembang) tidak bisa sekali jalan, tetapi harus oper satu kali di Tuban.
Dari Rembang saya naik bus jurusan Surabaya-Semarang, bisa Jaya Utama, Indonesia, atau Sinar Mandiri. Tapi saya paling menghindari untuk naik bus Sinar Mandiri. Alasannya pernah saya tulis di sini.
Dari Rembang kemudian saya turun di Babat, dengan tarif Rp35 ribu. Sebenarnya bisa saja memilih turun di Alun-alun Tuban. Mengingat, alih-alih ngetem di Terminal Baru Tuban, banyak bus Bagong jurusan Jombang-Tuban yang lebih memilih ngetem di Alun-alun Tuban.
Maklum saja, Terminal Baru Tuban kini seolah menjadi terminal mati. Sejak rampung dibangun pada 2005 silam, terminal ini tak butuh waktu lama untuk mangkrak tak terurus.
Namun, berbekal informasi dari beberapa teman, biar tidak jenuh menunggu saat bus Bagong ngetem di Alun-alun Tuban, maka akan lebih enak jika sekalian turun di Jembatan Babat. Sebab, dari Jembatan Babat inilah bus Bagong akan berpindah rute dari jalur Pantura ke jalur berliku menuju Jombang dan sering kali tak butuh waktu lama untuk menunggunya.
Dari Babat ke Jombang, seingat saya harus membayar tarif sebesar Rp30 ribu atau Rp25 ribu
Bus sumpek andalan ibu-ibu pasar
Sejak dua tahun terakhir, sebenarnya PO Bagong telah mereproduksi armada-armada baru yang bikin pangling. Terutama untuk jenis non ekonomi.
Tiap kali motoran di Surabaya-Jombang (atau sebaliknya) di sepanjang 2023 kemarin, saya sering berpapasan dengan armada bus Bagong yang putih kinclong.
Dan yang paling mencolok adalah perubahan pada bodi bus. Seperti namanya, bus Bagong terkenal dengan bodi busnya yang mungil nyempluk kapasitas 36 orang. Nyempluk-nya mirip karakter Bagong dalam dunia pewayangan.
Sementara armada-armada baru non ekonomi yang mengaspal modelnya seperti bus-bus AKAP dan AKDP pada umumnya. Hanya saja lebih minimalis.
Sayangnya, dalam perjalanan Tuban-Jombang Oktober 2023 itu, saya mendapat bus Bagong ekonomi versi lama: bus lusuh, kursi koyak sana-sini, dan AC mati. Maka, sumpek dan panaslah kondisi dalam bus. Lebih-lebih banyak di antara penumpang bus Bagong Jombang-Tuban adalah ibu-ibu pedagang pasar.
“Saya turun (menyebut nama lokasi, tapi saya lupa persisnya), Nak. Setiap hari ya naik Bagong ini,” ujar Lasih (47), seorang ibu-ibu yang duduk di sebelah saya dengan boran besar berisi bumbu dapur seperti cabai, bawang merah, hingga bawang putih yang terletak di bawahnya. Ia naik dari Pasar Babat.
Dari Lasih pula saya akhirnya tahu kalau kebanyakan penumpang bus Bagong di jam-jam satu siang adalah ibu-ibu pedagang yang pulang dari pasar. Rata-rata masih dari daerah sekitar Babat sendiri.
Sementara sisanya adalah penumpang yang memang hendak bepergian ke Jombang, entah untuk pulang atau untuk urusan lain seperti saya. Ada juga yang hendak bepergian dari Tuban ke Kediri atau Malang.
“Kalau lewat Surabaya muter jauh. Jadi lebih enak naik (Bagong) dari Tuban ke Jombang. Dari Jombang nanti naik (Bagong) lagi jurusan Kediri,” ujar Muslikin (40), seorang pria yang kemudian duduk di sebelah saya setelah Lasih turun.
“Gimana, Mas, pengalaman pertama naik Bagong?” tanya Muslikin setengah tersenyum setelah tahu kalau itu adalah kali pertama saya menaiki bus nyempluk tersebut dan setelah melihat pelipis saya berlumuran keringat.
“Memang sumpek banget, Mas, bus Bagong ini. Apalagi panas di Babat-Lamongan juga banter. Ada angin pun anginnya angin panas, bukan angin sejuk,” sambung Muslikin.
Bus mungil penakluk jalanan berliku
Bus Bagong yang saya tumpangi jadi satu-satunya bus AKDP yang melintas di rute Jombang-Tuban. Karena kali itu momen pertama kali melintasi rute tersebut, saya cukup kaget.
Saya sempat mengira, walaupun berada di jalur dalam, rute yang bus Bagong lalui untuk ke Jombang adalah jalanan biasa. Tapi ternyata bus sekecil itu harus berjibaku dengan jalanan sempit, aspal tak rata, sesekali tanjakan, hingga tikungan-tikungan tajam.
Tak hanya itu, bus Bagong juga sesekali melewati alas yang cukup panjang. Saya cukup ngeri saat membayangkan seandainya motoran di jalur tersebut pada malam hari. Meskipun sebenarnya alas tersebut tak sepi-sepi amat, karena banyak warung berderet yang menjadi jujukan sopir-sopir truk.
Jalanan sempit nan berliku itu membentang dari Tuban hingga ke Terminal Jombang. Sehingga, bus ini tentu tak cocok untuk penumpang yang tengah buru-buru.
Sebab, bus melaju dengan kecepatan sedang dan tidak bisa asal nyalip kendaraan di depannya. Apalagi jika kendaraannya adalah truk yang memuat kayu besar-besar, maka bertambah lambatlah laju bus tersebut.
Mau nyalip pun harus ekstra hati-hati. Tak tepat sedikit bisa tabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan.
Hingga baru saya tahu kemudian, ternyata tidak hanya untuk rute Jombang-Tuban, bus Bagong di beberapa rute di Jawa Timur juga harus berjibaku dengan jalanan penuh tanjakan dan berliku.
Seperti yang terekam dalam kanal YouTube Pakasi Traveller. Bus Bagong ekonomi versi lama untuk rute Jombang-Malang harus melewati jalanan ngeri. Karena untuk sampai ke Terminal Landungsari, Malang, bus Bagong harus melewati Batu yang merupakan daerah dataran tinggi.
Atau juga seperti yang terekam dalam kanal YouTube Yahyan Fisbianto. Bus Bagong jurusan Malang-Ponorogo tidak hanya berjalan di jalanan sempit dan penuh tikungan tajam. Tapi juga jalanan sempit yang di pinggirnya adalah jurang.
Baca halaman selanjutnya…
Seleksi ketat sopir bus Bagong