Agama (Islam) memang memperbolehkan nikah siri. Sebenarnya untuk menghindarkan seseorang dari praktik perzinahan. Namun, ruang itu justru dimanfaatkan oleh beberapa orang sebagai dalih perselingkuhan hingga upaya untuk menghindari tanggung jawab rumah tangga yang lebih besar karena status pernikahan tersebut tidak tercatat secara hukum di KUA.
***
Dalam Fikih ada situasi yang membuat seseorang wajib segera menikah. Yakni ketika merasa sudah tidak bisa mengontrol syahwat.
Maka, diperbolehkan ijab kabul (nikah siri) terlebih dulu sembari mempersipakan proses ke pernikahan yang dicatatkan (formal). Setidaknya, dengan sah di mata agama, potensi terjadinya perzinahan bisa dihindari.
Dari hukum itu, sebenarnya sudah jelas bahwa nikah siri bagaimana pun tetap harus disusulkan dengan pencatatan resmi dari Kantor Urusan Agama (KUA).
Akan tetapi, beberapa orang justru menerjamahkannya sepotong: Nikah siri itu sah. Sudah, sampai di situ saja. Nikah siri menjadi tidak lebih dari sekadar dalih pemenuhan syahwat dan perselingkuhan belaka.
Ini bisa ditemukan dari, misalnya, kasus selebritis yang belakangan menghebohkan. Dikira janda, tapi ternyata diam-diam sudah dinikahi secara siri oleh seorang pengusaha. Sementara istri pertama dari si pengusaha tidak tahu menahu soal status keduanya.
Biro jasa nikah siri marak, angka penikahan tak tercatat tinggi
Merujuk laporan Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Bimas Islam Kemenag), hingga September 2025 ada 3,46 juta pernikahan yang tak tercatat secara resmi di KUA. Menandakan betapa tingginya angka pernikahan non-formal di tengah masyarakat.
Laporan itu dikuatkan juga oleh temuan tim lapangan Aisyiyah (organisasi perempuan otonom di bawah Muhammadiyah): Praktik nikah siri kini makin terfasilitasi dengan keberadaan biro jasa yang menawarkan layanan di media sosial.
Mirisnya, biaya jasa tersebut justru lebih mahal dibandingkan pencatatan resmi di KUA. Padahal, pencatatan perkawinan resmi tidak memerlukan perantara dan telah difasilitasi negara.
Alasan-alasan untuk menghindari konsekuensi hukum dan tanggung jawab
Ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah, Siti Aisyah menyebut, memang ada banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang memilih jalan nikah siri.
Misalnya alasan ekonomi. Sebab, dalam tuntutan sosial di sejumlah daerah, pernikahan yang diumumkan berarti harus diiringi dengan perayaan-perayaan yang membutuhkan biaya tidak sedikit.
Bahkan ada juga yang melakukan nikah siri karena takut kehilangan tunjangan. Seperti seorang ASN perempuan yang takut kehilangan hak pensiunnya.
“Alasan-alasan seperti ini menunjukkan bahwa nikah siri sering kali bukan soal agama, tetapi soal menghindari konsekuensi hukum dan tanggung jawab,” ujar Siti Aisyah dalam keterangan tertulisnya.
Apalagi jika pernikahan diam-diam tersebut sejak awal memang diniatkan sebagai dalih pemenuhan syahwat dan perselingkuhan semata. Maka yang terjadi kemudian, perempuan dan anak akan terseret dalam posisi rentan.
Nikah siri bikin perempuan dan anak rentan
Siti Aisyah menegaskan bahwa nikah siri melanggar kewajiban syariat dan mengancam hak keluarga. Dalam hal ini, perempuan dan anak bisa berada dalam posisi rentan.
“Ketika perkawinan dirahasiakan dan tidak dicatatkan, masyarakat tidak mengetahui status seseorang, apakah ia sudah terikat sebagai suami istri atau tidak. Ini berdampak langsung pada kedudukan hukum, terutama bagi perempuan dan anak,” jelas Siti Aisyah.
Lanjut Siti Aisyah, pencatatan perkawinan bukan sekadar urusan administratif negara, melainkan kewajiban syariat demi menjaga kemaslahatan keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Walaupun pernikahan adalah urusan privat seorang laki-laki dan perempuan, tapi dampaknya tak pernah berhenti pada ranah personal. Sebab, perkawinan selalu bersinggungan dengan lingkungan sosial, status hukum, serta perlindungan hak-hak suami, istri, dan anak di hadapan negara. Meliputi (di antaranya) hak nafkah, warisan, status perdata anak, hingga penyelesaian sengketa rumah tangga.
“Tanpa pencatatan, perempuan dan anak berada pada posisi paling rentan. Salah satunya adalah kehilangan hak waris dan jaminan hukum ketika terjadi perceraian atau kematian pasangan,” tegas Siti Aisyah.
Oleh karena itu, bagi Siti Aisyah, pencatatan perkawinan di KUA adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Ada lima landasan yang dipegang Muhammadiyah dalam urusan ini, yakni: perintah mengumumkan pernikahan (i’lanun nikah), qiyas dengan perintah pencatatan utang piutang dalam Al-Qur’an, kesaksian formal oleh negara, pertimbangan kemaslahatan umum (maslahah mursalah), ijma, dan ketaatan kepada ulil amri (pemerintah).
“Jika utang piutang saja diperintahkan untuk dicatat, maka akad nikah yang merupakan mitsaqan ghalizhan (perjanjian yang sangat kuat dan sakral) tentu lebih layak untuk dicatat,” tekannya.
Sah tapi haram!
Apa yang dipaparkan Siti Aisyah senada dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Ketua Umum MUI, KH. Cholil Nafis menyebut, nikah siri dalam keputusan MUI memang sah, tapi diharamkan.
“Kenapa? Nyakiti orang lain. Membuat perempuan itu kurang sempurna mendapatkan haknya,” ujarnya dalam keterangan tertulis di situs resmi Majelis Ulama Indonesia. Sebab, kenyataan di lapangan sudah menjunjukkan secara terang kalau praktik pernikahan siri lebih banyak menimbulkan mudarat, terutama bagi perempuan dan anak.
Orang tua jangan mau-maunya kalau anak dinikahi diam-diam
Cholil Nafis juga menegaskan bahwa pencatatan pernikahan di KUA merupakan bagian dari penyempurnaan akad, karena membawa implikasi hukum seperti waris, nafkah, dan administrasi anak.
Oleh karenanya, ia memberi imbauan tegas kepada para orang tua agar tidak menerima pinangan secara sembunyi-sembunyi yang berujung kepada pernikahan siri. Begitu juga dengan para perempuan agar tidak mudah terayu dengan ajakan untuk menikah di luar jalur formal.
“Mengimbau kepada orang-orang yang mau menikah, terang-terangan saja. Mohon perempuan, ibu bapak yang punya anak perempuan, jangan dikasih kalau anaknya dinikahi diam-diam,” tegasnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Susahnya Jadi Ibu Kos: Tak Ingin Ada Kumpul Kebo, Tapi Ada Saja Anak Kos Ngaku-ngaku Nikah Siri demi Inapkan Pacar atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan















