Keterbatasan ekonomi dan ketidakberuntungan membuat seorang perempuan gagal kuliah di Undip Semarang, kampus impiannya. Jalur mandiri dan kampus swasta bukan pilihan karena biaya yang mahal. Ia berjuang demi bisa lolos CPNS, buktikan kepada ayahnya bahwa ia sanggup jadi perempuan sukses.
Di usianya yang ke-18, sudah banyak mimpi dan harapan Nana* (18) yang berguguran. Terbaru, ia gagal masuk ke kampus impiannya yakni Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Ia bermimpi masuk Undip, selain karena kualitas kampus, juga dekat dengan rumahnya di Ungaran. Sebab, beberapa tahun terakhir ibunya menjadi orang tua tunggal setelah bercerai dengan bapak.
“Aku sudah jarang banget komunikasi dengan bapak. Secara materi juga tidak dapat bantuan rutin lagi,” curhatnya saat Mojok hubungi Rabu (3/7/2024).
Hidup yang berubah drastis
Nana mengenang masa kecilnya sebagai anak tunggal dengan hidup yang berkecukupan. Ayahnya dulu merupakan seorang aparatur negara sementara ibunya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik.
“Dulu mau apa aja gampang. Ya nggak pernah yang ngirit-ngirit banget,” ungkapnya.
Kondisi itu lantas berubah saat duduk di bangku SMP. Nana menyadari bahwa keluarganya punya masalah yang cukup pelik. Ayah dan ibunya tidak baik-baik saja. Pada saat ia SMP, kedua orang tuanya bercerai.
Menjelang perceraian, Nana baru tahu bahwa ayahnya selingkuh di belakang ibunya. Hal itu membuatnya memilih ikut bersama ibu. Meski, kondisi ekonominya terbilang serbaterbatas.
“Situasi begitu bikin aku dari sejak SMP itu pengin kerja di tambang. Gajinya besar, aku pengin bisa segera mencukupi kebutuhan ibu,” tuturnya.
Kebetulan ada tetangganya yang bekerja di pertambangan dan hidup sejahtera. Hal itulah yang membuatnya ingin mengambil jalan yang sama.
Namun, ibunya tak ingin jauh-jauh darinya. Sehingga, ia mencoba mengarahkan mimpi ke hal lain yakni kuliah di Undip Semarang dan kemudian beralih menjadi CPNS.
Gagal raih mimpi ke Undip Semarang
Di masa SMA, ia benar-benar harus belajar berhemat. Tidak bisa ikut nongkrong-nongkrong bersama teman-temannya.
Bahkan ia mulai belajar mencari pendapatan sendiri. Caranya dengan berjualan jajan di sekolah. Hitung-hitung bisa sedikit memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada masa itu pula, ia mendapat kabar kalau ayahnya menikah lagi. Nana sempat datang ke rumah bapaknya pada momen pernikahan tersebut. Namun, setelah itu bapaknya juga tidak rutin menghubungi dan menyakan kabarnya.
“Bahkan sekarang ini aku nggak punya kontak ayahku. Dijenguk pun hampir nggak pernah,” tuturnya.
Memasuki masa akhir SMA, ia mulai merencanakan masa depannya. Kampus impiannya adalah Undip Semarang. Sementara untuk jurusannya ia ingin masuk Teknik Sipil.
Awalnya, ia agak pesimistis karena tak masuk ke dalam daftar 70 siswa yang bisa ikut SNBP. Namun, pada akhirnya ia bisa terdaftar karena ada satu anak yang keluar dari sekolah.
Sayangnya, ketika pengumuman tiba ia tak lolos ke pilihannya di Undip Semarang. “UTBK pun gagal,” cetusnya.
Baca halaman selanjutnya…
Tak mampu ke kampus swasta, dapat KIP-K pun sulit karena alasan ini