Awalnya, Nina (32) hanya memiliki satu botol minum, atau yang kita kenal dengan istilah tumbler. Itu pun yang fungsinya standard saja, sekadar buat diisi air minum. Tidak lebih.
Namun, belakangan koleksi tumbler-nya menjadi empat buah. Dua lagi ia beli karena bentuknya yang lucu. Sedangkan satu lagi karena fungsinya bisa bikin es batu dalam botol tak mencair.
Nina tak ingat secara pasti sejak kapan hobi mengoleksi tumbler ini muncul. Yang pasti, dosen salah satu PTS Jogja ini mengaku mulai gemar membeli tumbler baru karena “diracuni” oleh para mahasiswanya.
“Mahasiswaku banyak yang tumblernya gonta-ganti. Desainnya lucu-lucu. Fungsinya pun juga beda-beda. Nggak tahu kenapa gara-gara lihat itu aku jadi kena racun ngoleksi tumbler,” ungkapnya kepada Mojok, Kamis (30/5/2024).
Senada dengan Nina, Putri (20), mahasiswa UNY, bahkan punya delapan tumbler di kosnya. Satu tumbler ia punya sejak masih SMA. Sedangkan tujuh yang lain dia beli sejak mulai kuliah dua tahun lalu.
“Candu kali, ya. Lihat yang lucu dikit bawaannya ingin check out,” jelas Putri.
Awalnya beli tumbler karena gengsi, lama-lama jadi kecanduan
Minat Putri pada tumbler muncul pada 2022. Sebelumnya, mahasiswa asal Jakarta ini mengaku kalau pandangannya soal botol minum itu biasa-biasa aja. Bahasa sederhananya, “yang penting bisa buat minum”.
Namun, semua berubah ketika dia hendak datang ke sebuah konser di Jakarta pada tahun tersebut. Pihak penyelenggara mengumumkan kalau pihaknya bakal menyediakan air minum gratis, sehingga penonton disarankan agar membawa alat minum sendiri.
Putri datang ke konser tersebut bersama teman-temannya. Acara, yang awalnya adalah ajang “adu outfit”, malah berubah jadi adu lucu-lucuan tumbler.
Teman-teman putri datang dengan tumbler yang beragam. Bentuknya pun beda-beda. Rata-rata terlihat menggemaskan.
“Masalahnya tumbler-ku standar aja. Nggak bagus-bagus banget, jadi nggak tahu ada rasa minder aja,” ungkapnya.
Sepulang konser, Putri kepikiran terus dengan bentuk tumbler teman-temannya yang menawan tadi. Sehingga, ia akhirnya mulai mencari-cari tumbler sejenis di e-commerce supaya nggak minder lagi.
“Ya gitu, awalnya nemu satu yang lucu akhirnya check out. Jadinya keterusan, kalau ada yang lucu lagi, check out lagi. Sampai punya delapan.”
Wajar kalau Gen Z fomo sama botol minum ini
Perasaan kecanduan Putri atas tumbler berbentuk menggemaskan sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Perilaku yang kalau kata Putri, “Fomo”, tersebut nyatanya juga dialami banyak orang.
Masing-masing generasi memang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk memiliki benda tertentu. Biasanya faktornya amat beragam, bisa jadi karena lingkungan, tren, maupun media sosial.
Soal obsesi Gen Z terhadap tumbler, sebenarnya bisa dilacak sejak memasuki masa pandemi Covid-19 lalu. Muaranya adalah Stanley Tumbler, merek botol minuman berbahan stainless asal AS, yang mencapai popularitasnya pada awal 2020 lalu.
Melansir laporan Dazed, sejak pertama dirilis pada 2016 lalu, Stanley sebenarnya tak terlalu diminati. Namun, sejak kehadiran TikTok yang meledak sejak 2020, penjualan brand ini meningkat tajam.
Muaranya adalah video-video yang menampilkan merek botol minum ini sering FYP di TikTok. Bahkan tagar #StanleyTumbler sudah ditonton satu milyar kali sepanjang tahun. Belum lagi ada banyak influencer yang membagikan ulasan botol ini semakin menambah hasrat ingin memiliki.
“Dengan permintaan yang begitu besar, tidak mengherankan jika pendapatan merek ini melonjak dari 70 juta dolar AS pada tahun 2019, menjadi 750 juta dolar AS pada tahun 2023,” kata laporan yang ditulis 11 Januari 2024 itu.
Pengaruh #StanleyTumbler pun bikin banyak Gen Z, tak hanya di AS tapi juga di seluruh dunia termasuk Indonesia, punya minat lebih buat memiliki tumbler. Belum lagi saat pandemi banyak siswa diminta untuk punya botol sendiri. Sehingga, permintaan pasar pun semakin banyak.
Isu lingkungan dan gerakan zero waste menambah besar minat pada tumbler
Selain karena Fomo, obsesi Gen Z terhadap tumbler makin menggila seiring dengan mengarusutamanya isu lingkungan di kalangan generasi muda.
Menurut survei Jakpat, 78 persen generasi muda (milenial dan Gen Z), mulai sadar dengan pentingnya menjaga lingkungan. Salah satu metodenya adalah dengan gerakan zero waste, yakni konsep yang mengajak kita untuk menggunakan produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari sampah.
Dalam kehidupan sehari-sehari, gerakan tersebut dilakukan dengan cara yang beragam. Masih menurut survei Jakpat, tiga aksi yang paling sering dilakukan adalah 1) menggunakan tote bag saat berbelanja (55 persen), 2) menggunakan tumbler (55 persen), dan mengurangi penggunaan plastik (54 persen).
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Modal Tumbler Corkcicle, Perantau dari Jogja Taklukkan Kerasnya Gengsi Pergaulan Kerja Jakarta
Ikuti artikel dan berita Mojok di Google News