Kemuakan pada praktik jual beli perangkat desa di Blora tidak hanya datang dari kelompok Calon Perangkat Desa Gagal (Capraga). Tapi juga muncul dari masyarakat biasa. Salah satu contohnya adalah masyarakat di Desa Biting, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Mereka jengah, muak, dan bahkan sudah di titik putus asa lantaran dipimpin oleh Kepala Desa (Kedes) yang diduga dulu bisa menjabat lantaran uang yang berujung pada skandal-skandal memalukan.
***
Baru sekitar jam setengah empat sore pada Sabtu (14/9/2024), satu per satu warga Desa Biting, Blora, mulai memadati salah satu rumah yang disepakati sebagai titik kumpul. Beberapa awak media lokal juga turut berkumpul.
Kepada awak media, para warga bercerita dengan bersungut-sungut. Tampak betul mereka sudah sangat muak dengan Kades Biting, Ngatino, yang berkali-kali terlibat skandal memalukan.
“Masyarakat itu, wah, sangat geram dengan kelakuan Kades yang nggak bisa ngasih contoh baik. Masyarakat Biting nggak mau dipimpin dia terus, dia harus dipecat,” ungkap Kasianto (50) selaku koordinator warga.
Sesuai rencana, malam harinya, warga Desa Biting, Blora, hendak menggelar aksi—untuk yang kesekian kali—menuntut pemecatan Kades. Kata Kasianto, itu adalah aksi ke-tujuh yang telah mereka gelar.
“Sampai aksi ke-tujuh, rasa-rasanya kami selalu dipersulit untuk berdialog dengan Pak Kades. Pihak BPD (Badan Permusyawaratan Desa) seolah-olah menghalangi,” terang Kasianto
Riwayat kekerasan Kades Desa Biting Blora
Selama ini, warga Desa Biting, Blora, memang memilih diam atas terpilihnya Ngatino sebagai Kades. Sebab, orang-orang kecil seperti mereka punya fokus lain, yakni bagaimana menyambung hidup sehari-hari. Setidaknya begitu lah obrolan Mojok dengan beberapa warga yang telah berkumpul mempersiapkan aksi.
Namun, lambat-laun, kelakuan amoral Ngatino yang makin terang-terangan akhirnya menjadi bom waktu. Lama-lama akhirnya meledak juga.
Pemicunya adalah rentetan kasus kekerasan yang dilakukan oleh Ngatino. Pada Maret 2024 (persis di tengah-tengah bulan Ramadan), perseteruan antara Ngatino dengan anak buahnya, Rumistro (42) mulai terpercik. Penyebabnya, Ngatino menuduh Rumistro selingkuh dengan istrinya.
Lalu pada April 2024, Ngatino dengan tuduhan yang sama melakukan kekerasan hingga Rumistro mengalami memar di wajah. Namun, lantaran tuduhan tersebut ternyata tidak terbukti, maka kasus kekerasan itu pun akhirnya berakhir damai.
Akan tetapi, pada Juli 2024, Ngatino kembali menuding Rumistro selingkuh dengan istrinya. Pemukulan kembali terjadi hingga Rumistro mengalami luka berdarah di pelipis kirinya.
Tidak ada penahanan, Rumistro tiba-tiba diam
Warga Desa Biting, Blora, pada akhirnya turut mengawal Rumistro yang saat itu langsung membuat laporan ke Polsek Sambong. Warga sangat berharap adanya penahanan terhadap Ngatino.
Singkat cerita, berdasarkan keterangan warga, sempat berlangsung persidangan secara tertutup antara Ngatino dan Rumistro. Namun, hasil sidang itu pun berakhir damai.
Warga kemudian menaruh curiga kalau mulut Rumistro sudah disumpal dengan segepok uang oleh Ngatino. Sebab, hari-hari setelah persidangan, Rumistro terkesan diam. Dia terkesan tak lagi mengungkit-ungkit masalah kekerasan tersebut. Padahal, usai pemukulan yang terakhir, dia terlihat vokal betul untuk menyeret Ngatino ke meja hukum. ,
“Masalahnya, hari-hari setelah sidang, kok tiba-tiba beli HP, laptop, beli ini-itu. Kami nggak tahu ya (beli dari duit apa). Duit sendiri atau dari mana. Tapi karena bertepatan dengan kasus itu, akhirnya kami malah curiga (curiga Rumistro disumpal uang oleh Ngatino),” ungkap beberapa warga.
Mojok lantas mencatatnya. Konfirmasi tetap perlu dilakukan kepada Rumistro langsung. Dengar-dengar, Rumistro akan ikut menggeruduk balai desa Desa Biting, Blora.
Tapi kekerasan sebenarnya bukan satu-satunya alasan kemuakan warga pada Ngatino.
Skandal terang-terangan Kades Desa Biting Blora
Selepas azan Magrib, suasana titik kumpul makin riuh. Terutama setelah Widodo (40) selaku juru bicara warga Desa Biting tiba. Sejumlah warga—anak muda, dewasa, dan tua—mulai mengerumuninya. Ibu-ibu pun turut berkumpul, mereka ingin memastikan bahwa aksi malam itu benar-benar membuahkan hasil.
Widodo datang dengan membawa sederet bukti yang dia kumpulkan bersama LSM Masyarakat Pengawas Keuangan Negara (MPKN) Blora pimpinan Sukisman.
Ada berlembar-lembar kertas bukti ketidakberesan Ngatino selama menjabat sebagai Kades Desa Biting, Blora. Tidak cuma bukti foto kekerasan pada Rumistro, Widodo juga membawa bukti dugaan penyalahgunaan dana desa hingga aset desa (tanah bengkok).
“Ini juga cukup fenomenal di sini. Bukti bahwa Ngatino sudah tidak patut jadi Kades,” ujar Widodo sembari menunjukkan beberapa lembar foto. Ternyata adalah foto-foto skandal perselingkuhan dan tindak asusila antara Ngatino dengan salah satu anggota BPD sendiri.
Bukti foto tersebut diambil dari tangkapan layar WhatsApp story dari si anggota BPD yang terkesan sengaja mengumbar-umbar hubungan mereka. Padahal keduanya sama-sama telah berkeluarga.
“Ya begitu lah, Mas, kalau jadi Kades modal ijazah tukon (beli ijazah),” ujar Widodo saat tim Mojok memotret satu per satu bukti yang dibeber di meja. Di antara bukti-bukti yang Widodo bawa juga melampirkan bukti ijazah palsu dari Ngatino.
“Sejak awal warga sebenarnya sudah curiga kalau dia jadi Kades itu pakai uang pelicin. Karena Ngatino pernah nyalon, nggak jadi karena ijazahnya nggak memenuhi syarat. Lah kok tiba-tiba di calonan berikutnya dia bisa jadi?” sambung Widodo.
BPD yang menyebalkan
Diiringi gerimis, warga pun akhirnya menuju balai desa, sekitar jam delapan malam. Di sana sudah menanti para anggota BPD. Salah satunya, seorang yang diduga jadi selingkuhan Ngatino.
Sayangnya, Ngatino tak tampak di lokasi. Begitu juga Rumistro yang sebelumnya kabarnya akan turut hadir.
Saat “musyawarah” berlangsung, warga pun membentangkan banner-banner tuntutan pemecatan Ngatino dari jabatan Kades Desa Biting, Blora.
Ketua BPD, Tarmidi (50), sempat memberi ultimatum pada warga. Dia meminta warga sendiri yang menyampaikan aspirasi, bukan diwakili Widodo selaku juru bicara yang diasosiasikan sebagai orang luar karena terafiliasi dengan LSM MPKN. Karena jika tetap Widodo, Tarmidi menekankan tak bertanggung jawab jika nanti ada apa-apa pada warga Desa Biting.
“Saya ini asli warga Biting. Hanya karena saya pindah tempat tinggal bukan berarti saya orang luar,” ujar Widodo menekankan posisi dirinya.
“Begini, Pak, kalau warga sendiri disuruh ngomong, Jenengan kan tahu kami ini bukan orang sekolahan. Kalau ngomong nggak tertata. Kalau ngomong nggak tertata nanti Jenengan anggap laporannya tidak jelas,” sambung Kasianto selaku koordinator warga.
Debat tersebut sempat berlangsung cukup lama. Sebelum akhirnya Widodo tetap diberi ruang untuk mewakili warga Desa Biting, Blora, menyampaikan aspirasinya perihal Ngatino.
Warga diancam “dikantongi”
Ketika sampai pada pembahasan soal ijazah palsu, pihak BPD menghadirkan pihak lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah milik Ngatino. Perwakilan lembaga pendidikan tersebut didampingi oleh seorang kuasa hukum.
Mereka menyatakan tidak terima dianggap mengeluarkan ijazah palsu untuk Ngatino. Akan tetapi, saat Widodo meminta agar data ijazah asli Ngatino ditunjukkan, pihak lembaga justru mengancam akan mengantongi nama-nama yang dianggap sebagai provokator aksi.
Sontak saja situasi mamanas. Warga Desa Biting, Blora, yang memenuhi balai desa lantas meminta pihak lembaga sekolah pergi dari desa karena telah menyulut kemarahan.
“Padahal sederhana. Misalnya ada data atau bukti ijazah yang asli, ya tunjukkan. Sudah begitu saja. Malah bilang mau mengantongi warga. Jelas warga marah,” ujar Widodo menghampiri pihak lembaga sekolah itu, sesaat sebelum mereka diusir pulang.
Ngatino masih duduk nyaman di kursinya
Menjelang jam sepuluh malam, warga membubarkan diri dengan kekecewaan. Pasalnya, respons BPD masih sama seperti sebelum-sebelumnya. Seolah melindungi betul Kades Biting, Nagtino.
Hingga jam sepuluh malam itu pula, Ngatino dan Rumistro tak kunjung menampakkan diri. Setelahnya pun Mojok tak berhasil meminta konfirmasi pada keduanya. Khususnya Ngatino. Sejak dia terseret dugaan kekerasan pada Ramadan 2024 lalu, dia memang memilih bungkam: tak memberi keterangan untuk media-media lokal Blora.
Beberapa bulan berselang, awal November 2024 lalu Mojok mencoba menghubungi Sukisman selaku pimpinan LSM MPKN guna meminta keterangan perihal kelanjutan kasus Kades Desa Biting, Blora.
“Sudah sempat masuk kejaksaan (laporannya). Tapi nggak tahu kok akhirnya tiba-tiba menguap. Nggak lanjut lagi,” jelas Sukisman melalui sambungan telepon.
Artinya, Ngatino masih duduk nyaman di kursinya sebagai Kades. Meski begitu, warga sudah tak sudi mentokohkannya. Mereka sudah kelewat muak dipimpin oleh Kades atau perangkat-perangkat desa tak kompeten. Apalagi yang diduga menjabat lantaran uang pelicin. Ya meskipun dugaan mengenai ijazah palsu Ngatino sebelumnya telah dibantah oleh pihak lembaga yang mengeluarkan ijazahnya: bahwa tuduhan itu tidak benar.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News