Babak baru kasus perundungan akibat Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) di Fishipol UNY terus berlanjut. Pihak terduga pelaku keberatan dengan beberapa klaim korban yang mereka anggap kurang akurat dan terkesan hiperbola. Sementara dari pihak korban berpendapat sekalipun korban memang salah, tak sepantasnya dia mendapatkan perundungan, apalagi di lingkungan kampus.
Pihak korban sendiri juga menyampaikan beberapa fakta baru. Termasuk indikasi KPU Fishipol UNY yang ikut-ikutan mengintimidasi korban, hingga putusan Panwaslu yang mereka anggap bermasalah.
Mahasiswa UNY mengalami bullying karena bikin polling elektabilitas
Sebelumnya, Mojok menuliskan liputan berjudul “Mahasiswa UNY Dibully Gara-Gara Pemilu BEM Fakultas: Diancam Potong Telinga hingga Takut Beribadah” pada Senin (5/2/2024) lalu. Dalam liputan tersebut, mahasiswa Pendidikan Geografi bernama Irwan* (20) mengaku mengalami bullying dan mendapat intimidasi hanya karena membuat polling elektabilitas untuk Pemilwa Fishipol UNY 2023.
Irwan merupakan bagian Tim Sukses salah satu pasangan calon Ketua dan Wakil Ketua BEM, yakni Roul Alvaro dan Muhammad Awwab. Kubu lain pun menganggap jajak pendapat tersebut bermasalah dan melaporkannya ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Melalui sebuah forum, Panwaslu memutus Irwan bersalah karena melakukan pelanggaran berat kampanye. Hak suaranya dicabut dan Panwaslu juga memberi sanksi pengurangan suara 30 persen bagi paslon yang Irwan dukung.
Sayangnya, masalah tak sampai di situ. Sepanjang proses mediasi, Irwan mengaku mendapat perundungan. Kalimat-kalimat intimidatif ia dapatkan. Para pelaku perundungan bahkan menarik-narik badannya, menghujaninya abu rokok, hingga mengancam akan mepotong telinga Irwan. Tindakan itupun menyisakan trauma bagi Irwan yang mengaku sampai takut salat di mushola kampus.
Terduga pelaku mengklaim cerita kurang akurat dan hiperbola
Melalui sebuah pesan singkat kepada reporter Mojok, Janu* (21), terduga pelaku perundungan mahasiswa UNY, mengaku keberatan dengan beberapa klaim korban. Klaim-klaim yang Mojok muat, dia anggap kurang akurat karena tak melibatkan konfirmasinya terlebih dahulu dan cenderung hiperbola.
Misalnya, Janu sama sekali tak pernah mengklaim kalau jajak pendapat Irwan sebagai “nyolong start”. Janu melaporkan Irwan karena polling tersebut dia anggap bodong dan bermasalah karena penyalahgunaan data mahasiswa.
“Hal tersebut terbukti pada Mahkamah Pemilwa yang menampilkan bukti list NIM yang diperoleh oleh pelaku [Irwan, red]. Jadi, sekali lagi saya tekankan survey bodong ini bukan terkait nyolong start,” kata mahasiswa Ilmu Komunikasi UNY ini kepada Mojok, Selasa (6/2/2024).
Dia juga mengaku sama sekali tak pernah mengirim pesan intimidatif kepada Irwan di pagi buta. Apalagi sampai menarik-narik badan Irwan saat mediasi dan mengancamnya. Janu mengatakan saat proses mediasi hingga pembuatan video klarifikasi Irwan, ada pihak KPU, Panwaslu, dan Muhamaad Awwab yang mewakili Irwan hadir di lokasi.
Janu mengaku tidak mengenal pelaku intimidasi mahasiswa UNY
Lebih lanjut, pada kesempatan yang sama Janu juga menolak klaim bahwa orang-orang yang mengerubungi Irwan di lokasi perundungan seolah-olah dari kubu dia semata. Menurutnya, saat itu banyak orang datang karena itu forum terbuka. Jadi, ia membantah kalau pelaku perundungan adalah pihaknya apalagi dia sendiri.
“Bahkan beberapa orang di sana saya tidak mengenalnya. Karena, tempat itu merupakan tempat publik,” katanya. “Nyatanya saya juga seringkali mengingatkan orang-orang tersebut untuk tidak melakukan tindakan sewenang-wenang. Namun, saya tidak bisa membatasi perilaku yang mereka lakukan.”
Namun, berdasarkan tangkapan layar yang Mojok peroleh terkait undangan mediasi, forum ini sebenarnya cukup terbatas. Hanya pihak KPU, Panwaslu, dan perwakilan masing-masing paslon yang boleh hadir di mediasi tersebut. Artinya, meski ruang publik, tak sembarang mahasiswa UNY lainnya bisa nyelonong ikut forum.
Lebih lanjut, kata Janu, sepanjang mediasi Irwan memang bersikap kurang kooperatif. Hal ini pula lah yang menurut dia bikin forum menjadi geram pada Irwan. Beberapa orang yang hadir pun tersulut emosinya.
“Namun, saya di situ tetap berusaha menenangkan mereka untuk tidak melakukan sebuah hal yang tidak wajar,” kata Janu.
Sementara soal ancaman “potong telinga”, Janu mengaku baru mengetahuinya setelah publik ramai membicarakannya. Dia sudah mencoba mencari pelaku dan siap mengawal kasus ini secara kooperatif.
Benarkah KPU dan Panwaslu turut menjadi pelaku kekerasan?
Mojok sendiri telah menyampaikan keberatan Janu terhadap beberapa klaim yang dia anggap “kurang akurat dan hiperpola” tadi kepada Irwan. Korban memahami hal tersebut. Namun, hal itu tetap tak membantah bahwa memang telah terjadi perundungan seperti yang Irwan sampaikan ketika proses mediasi.
Bahkan, calon Wakil Ketua BEM Fishipol UNY nomor urut 2 Muhammad Awwab, yang juga hadir di lokasi, menyebut saat dirinya datang ke lokasi kejadian pun, situasi sudah memanas. Awwab melihat Irwan sudah dikerubungi banyak orang di dekat tembok–yang belakangan juga terpantau CCTV.
“Saya tidak bisa mengidentifikasi satu-satu karena ada banyak orang. Tapi ada beberapa yang saya kenal di sana,” kata Awwab, Selasa (6/2/2024).
Lebih lanjut, sang korban perundungan Irwan juga menambahkan kalau setelah mediasi, ia mengaku juga dapat tekanan dari pihak KPU Fishipol UNY. Hal ini terjadi dua hari setelah mediasi, yakni Minggu (10/12/2023) pagi.
Menurut Irwan, saat itu Ketua KPU Fishipol UNY Oqi Muhammad menghubunginya untuk bertemu di kampus. Pertemuan pun terjadi di lantai 4 Gedung IsDB Fishipol UNY.
“Di sana saya diinterogasi. Saya merasa tidak nyaman. Dan Ketua KPU Fishipol itu bahkan mengayunkan kakinya seperti orang menendang sebagai bentuk gertakan ke saya.”
Irwan sendiri telah mempersilahkan Mojok untuk menuliskan klaimnya tersebut. Dia juga mengaku bisa mempertanggungjawabkan tuduhan itu.
Pihak korban menganggap putusan Panwaslu juga bermasalah
Selain keterangan soal dugaan kekerasan yang dilakukan Ketua KPU Fishipol UNY, pihak korban juga menganggap putusan Panwaslu bermasalah.
Panwaslu sendiri menyatakan Irwan melakukan pelanggaran berat kampanye karena menyebar spam, bikin kegaduhan, menyalahi asas Luber Jurdil, dan penyalahgunaan data pribadi. Mereka mencabut hak suara Irwan. Sementara bagi paslon yang Irwan dukung, Panwaslu mengurangi 30 persen dari total suara yang mereka peroleh dalam pemilwa.
Kendati demikian, Awwab, sebagai calon Wakil Ketua BEM nomor urut 2, menganggap Panwaslu tak taat prosedur dalam memberi hukuman.
“Dalam aturan itu jelas, sebelum memutus sanksi pelanggaran berat, minimal harus ada teguran lisan, teguran tertulis, baru kalau tidak diindahkan, Panwaslu akan kasih sanksi,” kata mahasiswa Administrasi Publik UNY ini. “Tidak ujuk-ujuk kasih sanksi dengan alasan biar cepat.”
Lebih lanjut, kata Awwab, tuduhan kepada Irwan sebenarnya tak pernah terbukti dan penuh perdebatan. Misalnya, pasal menimbulkan kegadugan, sebenarnya itu terjadi setelah pihak lain mempermasalahkan polling Irwan. Pun, pada tuduhan “melanggar asas Luber Jurdil” dan “menyalahgunakan data pribadi” Irwan juga tak sepenuhnya terbukti melakukan pelanggaran.
“Sanksi yang mereka jatuhkan itu baru berdasar asumsi, belum terbukti,” kata Awwab.
Sanksi tambahan yang Panwaslu jatuhkan pun, yakni membuat video klarifikasi, bahkan sama sekali tidak ada di aturan Pemilwa Fishipol UNY.
“Kalau patokannya Pasal 7 Peraturan Panwaslu, tidak ada satu pun redaksi nyebut sanksinya bikin video klarifikasi. Panwaslu hanya manut saja sama tekanan,” kata dia.
Awwab juga menambahkan, “Kalau pun Irwan memang bersalah, dia tidak layak mendapat perundungan apalagi kekerasan. Di lingkungan kampus pula.”
*Narasumber meminta Mojok menyamarkan identitasnya karena alasan keamanan
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono