Mbah Joyo menolak keinginan Soeharto meski sudah dibujuk
Noto Suwito kemudian datang ke pasar untuk menyampaikan permintaan kakaknya, mantan Presiden Soeharto. Namun, jawaban dari Mbah Joyo justru di luar dugaan. Ia tidak mau ke Jakarta!
“Alasannya, bapak itu mabuk kalau naik kendaraan. Pak Lurah (Noto Suwito) itu sudah membujuk, nanti pakai mobilnya. Sudah diminta coba naik dulu, tapi bapak tetap tidak mau,” kata Bu Lis tertawa.
Bahkan Soeharto lewat kerabatnya membujuk, kalau pun tidak naik mobil, bisa naik kereta, kalau perlu naik pesawat. Namun, tetap saja Mbah Joyo pada pendiriannya, tidak mau ke Jakarta.
Menurut Bu Lis, Mbah Joyo memang suka mabuk kendaraan kalau bepergian. Sehingga, kalau ada tawaran ke luar kota ayahnya itu memilih tidak ikut.
Sebagai solusi dari permintaan Presiden Soeharto, Mbah Joyo menawarkan yang pergi ke Jakarta adalah anaknya, yaitu Bu Lis untuk menggantikannya. Semua resep sama persis dengan yang ia buat karena, Bu Lis sudah membantu jualan sejak tahun 1998.
“Akhirnya kami ke Jakarta pertama kali itu tahun 1993. Saat itu saya dan saudara saya yang kesana, gerobaknya ini juga dibawa,” kata Bu Lis. Selanjutnya dari tahun 1992 hingga 1999, minimal dua kali setahun ia wira-wiri ke Jakarta untuk berbagai kegiatan yang melibatkan Tahu Guling Mbah Joyo.
Seingat dia, pertama kali ke Jakarta saat itu untuk menjadi salah satu kuliner sajian tamu undangan di pernikahan cucu Soeharto, Arie Sigit pada tahun 1992.
12 kali sajikan menu di jamuan makan keluarga Cendana di Jakarta
Yang nggak ia duga, Soeharto memperhatikannya saat mengulek sambal di atas piring.
”Awakmu kok iso toh Yu ngulek sambel ning piring ngono kuwi (Kamu kok bisa mengulek sambal di atas piring seperti itu, Red)?” ucap Bu Lis menirukan kata-kata Presiden Soeharto pada pernikahan sang cucu. Sang presiden saat itu minta agar sambal untuknya jangan pedas-pedas, cukup satu cabe saja.
“Setahu saya sekitar 12 kali kami diundang, terakhir itu tahun 1999 saat tahlilan meninggalnya Ibu Tien Soeharto,” kata Bu Lis. Selama dua belas kali ke Jakarta, Tahu Guling Mbah Joyo menyajikan kuliner dalam beragam acara dan tempat.
“Di Istana Negara pernah, di Cendana sering, juga di Taman Mini,” ujar Bu Lis.
Bu Lis dapat tawaran jualan di Jakarta
Selain dapat panggilan ke Jakarta oleh keluarga Soeharto, Tahu Guling Mbah Joyo juga terkadang diminta menghadirkan menu untuk keluarga Soeharto yang ada di Yogyakarta. “Pas Pak Probosutedjo mantu, kami juga diundang untuk menghidangkan tahu guling,” katanya.
Menurut Bu Lis, ia sempat juga dibujuk oleh salah satu adik Soeharto yang ada di Jakarta untuk membuka Warung Tahu Guling Mbah Joyo di Jakarta. Segala kebutuhan sudah diurus oleh mereka.
“Pokoknya tinggal datang saja, tapi saat itu saya menolak karena anak saya masih kecil-kecil. Dulu sempat tak pikir menyesal juga nggak saya ambil, tapi sekarang nggak ada penyesalan,” kata Mbah Joyo.
Meski punya nama dan pernah jadi langganan presiden, Tahu Guling MBah Joyo tidak aji mumpung. Selain tidak membuka warung di luar pasar, harga satu porsinya sangat murah. Satu porsi lengkap Rp8 ribu. Sebelum pindah ke pasar sementara, sehari ia bisa menjual 300-an porsi. Namun, saat ini karena lokasi yang belum ideal paling bisa terjual 100-an porsi setiap hari.
“Kalau alasan tidak buka warung di luar pasar, saya juga bingung Mas, dengan saya sendiri. Sekarang ini sudah cukup kok,” katanya tertawa.
Sehari-hari ia dibantu suaminya. Sedangkan tiga anak-anaknya mandiri dengan masing-masing punya angkringan. “Saya nggak tahu nanti anak saya meneruskan atau tidak, yang penting mereka sudah mandiri. Punya angkringan masing-masing, hasilnya juga lumayan,” kata nenek 6 cucu ini.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Tahu Gimbal Pak Yono Jogja, Sepiring Sukses Setelah Meninggalkan Semarang
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News