Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Kuliner

Soto Rembang, Dua Dekade Bertahan dari Serbuan Mahasiswa UNY yang Kelaparan

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
19 Desember 2023
A A
soto rembang.MOJOK.CO

Ilustrasi soto (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sudah dua dekade, Warung Soto Rembang jadi langganan mahasiswa UNY. Sambal rahasianya begitu menggoda, menggoyang lidah mahasiswa yang kelaparan.

***

Pagi itu Jogja sedang panas-panasnya saat saya bersiap mencari sarapan. Padahal, waktu baru menunjukkan pukul 9.00 WIB. Musim yang katanya sudah memasuki masa penghujan rasanya seperti omong kosong saja. Sebab, Jogja tetap nggesileng alias panas sampai ubun-ubun.

Saya pun tiba di tempat nyarap, yakni warung Soto Rembang, kira-kira pada pukul 9.30 WIB. Saat itu situasi lagi ramai-ramainya. Wajar, di jam-jam ini para mahasiswa biasanya memang lagi aktif mencari sarapan. 

Alhasil, seperti biasa saya pun harus mengantre dengan tertib. Sambil terus berdiri, dengan seksama mata saya terus scanning, mengincar kursi mana yang kira-kira siap ditinggal pembelinya.

Sepuluh menit menunggu, akhirnya ada satu kursi yang kosong. Saya pun segera menaruh tas sebagai penanda teritori dan langsung memesan seporsi Soto Rembang dan es teh. Sementara untuk mendoan, saya mengambilnya sendiri di dapur.

Begitu cara kerjanya di sini.

Soto Rembang bukan dari Rembang

Soto Rembang berlokasi di Gang Guru, Jalan Affandi, Sleman. Tempatnya memang cukup ndelik, berada di gang kecil yang berhadapan langsung dengan Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik (Fishipol) UNY. Namun, buat gampangnya, ancer-ancer lokasi Soto Rembang paling mutakhir adalah di belakang Bale Bebakaran Gejayan.

Mbak Jarmi (34), sang pemilik warung, bercerita kalau warung Soto Rembangnya sudah ada sejak tahun 2000. Lokasinya tak pernah pindah, buka cabang pun juga belum ada niatan. Pendeknya, Soto Rembang milik Mbak Jarmi ini boleh dibilang jadi satu-satunya yang ada di Jogja.

Kata “Rembang” sendiri tidak merujuk nama kabupaten di utara Jawa Tengah. Kata Mbak Jarmi, rembang itu singkatan dua kata, “sarem” dan “brambang”. Sarem adalah nama lain dari garam, sementara brambang dalam bahasa Jawa berarti bawang merah.

“Itu [sarem dan brambang] yang bikin beda dengan soto lain. Tentu ditambah resep rahasia lain, toh,” kata Mbak Jarmi kepada saya, Senin (18/12/2023).

soto rembang langganan mahasiswa UNY.MOJOK.CO
Soto Rembang bukan berasal dari Kabupaten Rembang (Ahmad Effendi/Mojok.co)

Soto Rembang Mbak Jarmi sendiri buka tiap hari. Tapi dalam satu bulan ada kalanya memang mereka tutup di hari Sabtu atau Minggu. Untuk menu Soto Rembang tersedia di jam-jam sarapan hingga makan siang, yakni pukul 6.00 WIB sampai 14.00 WIB. Ketika malam tiba, Mbak Jarmi gantian jualan nasi goreng dan bakmi.

“Pagi hari ‘kan cocoknya emang sarapan pakai soto,” jelasnya.

Rujukan penganut mazhab soto tanpa kecap

Setelah duduk beberapa saat sambil ngemil mendoan yang saya ambil, semangkuk soto yang saya pesan pun mendarat di meja. Sekilas tak ada perbedaan mencolok antara Soto Rembang dengan soto-soto lain yang biasanya saya makan. Nasi, bihun, kubis, tauge, seledri, dan suwiran ayam tetap menjadi isian utama yang diguyur kuah.

Iklan

Oh iya, dalam dunia persotoan kita umumnya menganut dua mazhab. Pertama, orang-orang yang berkeyakinan bahwa menyantap soto itu harus pakai kecap. Dan mazhab kedua adalah penikmat soto yang percaya bahwa kenikmatan kudus sebuah soto adalah kala disantap secara orisinil alias tanpa kecap. 

Nah, Soto Rembang ini bisa masuk ke kedua spektrum ideologi tadi, meski lebih condong ke mazhab kedua.

Soto rembang.MOJOK.CO
Penampakan seporsi Soto Rembang (Ahmad Effendi/Mojok.co)

Kalau secara tipe, Soto Rembang ini masuk kategori soto kuah bening. Warna kuah tak terlalu kuning dengan isian yang standar. Namun, itu yang jadi keistimewaannya. Ia terlihat biasa-biasa aja, tapi sejak seruputan kuah pertama, kita bisa langsung tahu perbedaannya dengan soto-soto lain.

Kuahnya gurih, amat jauh dari soto-soto lain yang kebanyakan hanya dominan asin. Pekatnya kaldu ditambah rasa rempah yang cukup kuat, jadi perpaduan yang luar biasa. Bagi lidah saya, racikan semangkok soto yang dibanderol Rp7.000 per porsi ini ibarat pakem yang tak perlu diowahi lagi. Makanya, saya lebih suka menyantap Soto Rembang tanpa campuran kecap.

Namun, ada kalanya memang saya berimprovisasi sesuai dengan mood. Misalnya, pas lagi dingin-dinginnya saya campur banyak sambal supaya segar dan hangat. Atau kalau udah ada rencana mau mobile seharian, yang pedas-pedas saya kurangi biar perut tetap aman.

Sambal jadi pembeda

Kalau kalian datang ke warung soto lain, saya berani bertaruh bahwa sambelnya amat klise. Biasanya cuma berupa campuran bawang dan cabai yang diulek (atau ditumbuk) kemudian diairi. Pendeknya, yang penting cabai, yang penting ada pedasnya.

Hal itu berbeda dengan Soto Rembang. Di sini, sambal tidak diletakkan sebagai pelengkap atau opsional saja. Ia menjadi elemen penting dalam pembentuk cita rasa. Malah, kawan-kawan saya banyak yang berkelakar kalau Soto Rembang itu aslinya jualan sambel. Ya, saking seenak itu sambal di sini.

Saya sempat beberapa kali ingin membedah apa resep rahasia sambal di sini secara mandiri. Begitu menyentuh lidah, rasa gurih bawang merah begitu dominan di sini. Masih ada rasa pedas cabai, tapi tak terlalu mendominasi. Saya juga berani bertaruh bahwa ada campuran ebi di sambal ini. 

Kalau boleh dideskripsikan, rasanya mirip sambal terasi, tapi cabainya dikurangi, bawang merah diperbanyak, dan terasi diganti dengan udang-udang kecil tadi.

Saya pun pernah iseng bertanya kepada Mbak Jarmi apakah teori saya soal resep ini benar? Kata dia, “tidak meleset”, tapi tetap ada bumbu tambahan lain yang katanya, “rahasia”.

Duh, benar-benar sambal yang misterius.

Biasanya, ketika sedang nunggu pesanan, sambal tadi saya pakai buat ngemilin mendoan yang tebal dan selalu hangat. Bermodal cocolan sambal misterius ini, tempe yang saya makan serasa kudapan mewah yang rasanya susah kita jumpai di tempat lain. Tanpa sadar, waktu pesanan datang pun sudah hampir sepuluh tempe yang saya kemil.

Langganannya para alumni UNY

Meskipun kecil dan terkesan ndelik, Soto Rembang nyatanya cukup populer. Terutama di kalangan mahasiswa UNY. Bahkan, kata Mbak Jarmi, ada banyak alumni UNY yang masih sering datang ke sini untuk sarapan.

“Ada yang sudah jadi guru, jadi dosen, ada yang PNS. Biasanya masih sering mampir,” kata Mbak Jarmi.

Kebetulan siang itu saya bertemu Aris (53), salah satu pegawai UNY Kampus Cabang Wates. Siang itu, bersama kedua rekan kerjanya, ia berkunjung ke Kampus Pusat karena ada urusan mengantar surat.

“Kebetulan juga karena jam makan siang, makanya mampir ke Soto Rembang,” ujarnya kepada saya.

Aris bercerita, ia sudah jadi langganan Soto Rembang sejak 2001. Kala itu dirinya masih bekerja di UNY Kampus Pusat. Kata Aris, meski sudah 20 tahun lebih berjualan, hampir tak ada yang beda dari Soto Rembang.

“Rasanya masih sama, tempatnya masih sama. Bedanya mungkin lebih luas saja sekarang,” pungkasnya.

Siang itu, memasuki pukul 12.00 WIB tengah hari, warung semakin ramai. Saya pun memutuskan untuk beranjak karena beberapa mata sudah mulai melirik kursi saya. Seporsi soto, es teh, dan sepuluh mendoan, dibandrol dengan harga Rp15.000. Harga yang pas untuk kenikmatan dan rasa kenyang yang bisa bertahan hingga berjam-jam ke depan.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Warung Sate Kang Jilan, Kuliner Mewah Imogiri yang Dulunya Tak Semua Orang Bisa Membeli

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 19 Desember 2023 oleh

Tags: KulinerSotosoto rembanguny
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

UAD: Kampus Terbaik untuk “Mahasiswa Buangan” Seperti Saya MOJOK.CO
Esai

UNY Mengajarkan Kebebasan yang Gagal Saya Terjemahkan, sementara UAD Menyeret Saya Kembali ke Akal Sehat Menuju Kelulusan

16 Desember 2025
UNY Bikin Liar, Ketulusan Dosen UAD Bikin Saya Jadi Tertib MOJOK.CO
Esai

Pengalaman Saya Kuliah di 2 Kampus Terbaik Jogja: Menjadi Liar di UNY, Menikmati Kasih Sayang Dosen dan Menjadi Mahasiswa Tertib di UAD

8 Desember 2025
Kiper tim futsal putri UNY, Agma. MOJOK.CO
Liputan

Perjuangan Ibu Belikan Sepatu Futsal, Beri Saya Kegigihan di Bawah Mistar

13 November 2025
futsal uny.MOJOK.CO
Sosok

Aulia, Clutch Player UNY dari Bukit Pinus yang Tak Butuh Sorotan Untuk Bersinar

13 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

elang jawa.MOJOK.CO

Raja Dirgantara “Mengudara”, Dilepasliarkan di Gunung Gede Pangrango dan Dipantau GPS

13 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
bapakmu kiper.MOJOK.CO

Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper

17 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.