Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Kuliner

Cerita Penjual Some Jawa Pertama di Jogja: Setengah Abad Berjualan Sejak 1974, Saksi Mencekamnya Petrus Era Orde Baru

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
10 September 2024
A A
Cerita Penjual Some Jawa Pertama di Jogja: Setengah Abad Berjualan Sejak 1974, Saksi Mencekamnya Petrus Era Orde Baru MOJOK.CO

Cerita Penjual Some Jawa Pertama di Jogja: Setengah Abad Berjualan Sejak 1974, Saksi Mencekamnya Petrus Era Orde Baru (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sudah 50 tahun Roso (77) menjual some Jawa atau some ndeso menggunakan sepeda tuanya. Selama itu juga, banyak hal ia alami. Termasuk menyaksikan Jogja yang belum “disentuh” pembangunan, sampai merasakan mencekamnya masa-masa penembakan misterius Orde Baru.

***

Pertemuan saya dengan Pak Roso serba kebetulan. Pada Senin (9/9/2024) sore saat tengah menunggu teman saya mencukur rambut di sebuah Barbershop dekat Pasar Jangkang, Ngemplak, Sleman, lelaki tua ini melintas.

Ia mengayuh sepeda tuanya dari arah barat. Dengan sepedanya itu, Pak Roso membawa dua bak aluminium untuk membawa barang dagangannya.

Meski tak ada banner atau tulisan di sepedanya, saya sudah bisa menebak apa yang ia jual hanya dari kenong yang ia pukul. “Pak, es dung-dung satu, ya,” teriaknya saya, memanggilnya.

Dengan ramah Pak Roso menghampiri saya. Saya kemudian juga membuka bak aluminium yang satunya lagi. “Pak ciloknya sekalian, ya,” pinta saya, melihat cilok yang tinggal tersisa sedikit.

“Some itu, Mas. Bukan cilok. Kalau cilok yang Sunda-Sunda itu,” ujarnya, menyaut.

Cerita Penjual Some Jawa Pertama di Jogja: Setengah Abad Berjualan Sejak 1974, Saksi Mencekamnya Era Petrus Orde Baru.MOJOK.CO
Some Jawa yang dijual Pak Roso adalah bentuk lite dari siomay ikan pada umumnya. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Pak Roso kemudian menjelaskan, ada perbedaan antara cilok dengan yang ia sebut dengan some Jawa atau some ndeso itu. Secara bahan, memang nyaris tak ada perbedaan. Namun, menurutnya, bentuknya lah yang membedakan.

“Cilok itu bulat banget, Mas. Sempurna bulatnya. Kalau some ndeso itu secara bahan dan pembuatan sama kayak siomay ikan, cuma nggak ada ikannya, Mas. Sama ukurannya lebih kecil,” jelasnya.

Mengaku penjual some Jawa pertama di Jogja, yang lain hanya ikut-ikutan

Saya akhirnya membeli es dung-dung Rp5 ribu dan some Jawa Rp5 ribu yang mendapatkan 12 glindingan. Sambil menyantap jajanan, saya seksama menyimak cerita Pak Roso yang mengaku sebagai penjual some ndeso pertama di Jogja.

Awalnya, saya meragukan klaim itu. Namun, mendengarkan penjelasannya, semua tampak masuk akal. Bagaimana tidak, lelaki yang tinggal di Ngemplak ini mulai berjualan pada 1974. Artinya, sudah 50 tahun ia menjajakan some ndeso.

“Dari jalanan sini isinya masih batu sama tanah, dari sejak Jakal isinya masih pepohonan di kanan-kiri, saya sudah keliling jualan pakai sepeda, Mas,” ungkapnya.

Sebelum menjajakan some ndeso keliling, Pak Roso awalnya berjualan beras dari pasar ke pasar. Namun, karena penjual beras makin banyak dan persaingan semakin ketat, ia memilih bisnis yang saat itu belum banyak dilirik.

“Dulu itu di pasar-pasar udah ada yang jualan siomay, Mas. Iya yang dari ikan asli. Kebanyakan orang keturunan Cina,” jelasnya.

Iklan

“Tapi karena mahal, yang beli kalangan kaya saja. Makanya saya mikir, kenapa saya nggak bikin yang versi murah. Makanya kepikiran buat bikin some ndeso ini. Nggak perlu pakai ikan.”

Saat awal berdagang, Pak Roso ngetem di pasar-pasar. Tiap hari, pasar yang berbeda ia kunjungi. Namun, sejak 1980-an karena mulai banyak yang ikut-ikutan jualan some ndeso, Pak Roso mulai menjajakan jualannya keliling kampung-kampung memakai sepeda.

Jadi saksi keganasan Petrus zaman Orde Baru

Berjualan some jawa alias some ndeso sejak 1974, artinya Pak Roso sudah melewati berbagai rezim pemerintahan. Mulai dari era Suharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, hingga sekarang Jokowi. Di Jogja pun, ia sudah menjajakan some-nya dari kampung ke kampung saat Sri Sultan HB IX masih memimpin Jogja.

Bahkan, Pak Roso adalah satu dari sekian banyak orang yang merasakan langsung kengerian rezim Orde Baru. Terutama saat penembakan misterius alias Petrus mulai menghantui Jogja pada masa 1980-an.

Cerita Penjual Some Jawa Pertama di Jogja: Setengah Abad Berjualan Sejak 1974, Saksi Mencekamnya Era Petrus Orde Baru.MOJOK.CO
Berjualan sejak 1974, Pak Roso tahu betul bagaimana ngerinya Petrus di era Orba. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

“Lha itu waktu ada Petrus, semua orang takut, Mas. Nggak cuma gali-gali di Jogja aja. Penjual kayak saya ini juga sering takut kalau pulangnya sudah gelap,” jelasnya.

Pak Roso memang mendengar rumor kalau Petrus hanya mengincar para kriminal. Seperti preman, residivis, rampok, dan gali. Namun, melihat nyaris tiap hari ada berita mayat ditemukan di tengah sawah, ia tak memungkiri rasa takutnya.

Apalagi, makin hari korban makin acak. Dari yang awalnya para kriminal, lama-lama ia mendengar yang kerap jadi korban adalah mereka yang aslinya salah sasaran.

“Ngeri, Mas. Pokoknya kalau udah dengar suara adzan Maghrib sama kentongan, itu sudah harus di rumah. Saya punya anak istri, amit-amit nggak mau jadi korban Petrus.”

Tetap berjualan di masa senja demi tetap bugar

Hasil dari berjualan some Jawa nyatanya cukup buat menghidupi keluarganya. Bahkan, kalau mau, Pak Roso kini bisa bersantai karena sudah ada anak-anak yang mau mengurusnya.

Namun, bagi dia, sebagaimana hidup: “semua butuh obah” alias kudu tetap gerak. Pak Roso tetap berjualan some ndeso berkeliling kampung-kampung semata-mata agar terlihat mandiri.

“Buat nyangoni cucu, Mas. Rasanya bangga kalau bisa ngasih jajan cucu pakai hasil keringat sendiri,” kata dia.

Yang membuat saya semakin respect, Pak Roso masih setia mengayuh sepeda tuanya. Sepeda ini juga belum pernah ia ganti sejak awal berjualan. Artinya, sepeda ini adalah teman setianya selama 50 tahun terakhir ini.

Tiap hari, sepasang kakinya yang sudah renta itu harus mengayuh sepeda menanjak. Pag-pagi dari Jangkang, kemudian mengarungi Jalan Kaliurang yang menanjak ke arah Pasar Pakem menemui kawan-kawannya. Naik lagi menuju kampung-kampung di daerah Turi, kemudian turun pada sore hari.

“Justru ngayuh sepeda bikin sehat, Mas. Saya sudah 77 tahun usianya, gara-gara sepedaan terus alhamdulillah masih bugar,” tawanya, menutup obrolan.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Kisah Cilok Legend Jogja yang Bertahan 30 Tahun di Alun-alun Kidul, Buat Warga Berduka Saat Pemiliknya Meninggal

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 10 September 2024 oleh

Tags: cilokKulinerOrde Barupetruspilihan redaksisiomaysome jawasome ndeso
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO
Ragam

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.