Kedai kopi di Jogja ternyata tak hanya menyimpan cerita oknum mahasiswa rojali (rombongan jarang beli). Tapi ada hal-hal lain yang membuat pemilik kedai kopi tak habis pikir sampai bingung harus berbuat apa.
***
Juni 2024 lalu, viral di media sosial seorang pemilik kedai kopi di Jogja yang berkeluh kesah atas kelakuan oknum mahasiswa yang membuatnya geram. Yakni para mahasiswa rojali (rombongan jarang beli).
Tak hanya sekali, si pemilik kedai kopi di Jogja tersebut juga membuat video susulan dengan topik yang sama.
Dari raut wajahnya saat itu, tampak sekali ia memendam capek di hati. Sebab, bagaimanapun kelakuan oknum mahasiswa rojali tersebut jika diterus-teruskan akan membuat kedai kopi miliknya bangkrut. Sebab, pemasukan tak sebanding dengan biaya operasional.
Kedai kopi Jogja korban mahasiswa bertahun-tahun
Tim video Mojok belum lama ini berkesempatan berbincang langsung dengan si pemilik kedai kopi Jogja yang viral tersebut. Namanya Agus Arya, pria berkacamata pemilik Kopi PakPho Sorowajan yang sebenarnya punya pembawaan santun dan ramah.
Jika orang sesantun dan seramah Agus saja sampai sekesal itu, artinya situasi yang ia hadapi di kedai kopi miliknya memang sudah di level keterlaluan. Dan memang begitulah yang ia ungkapkan kepada tim video Mojok.
“Dibilang memendam cukup lama ya karena dari saya buka 2022 itu sudah ada (oknum mahasiswa rojali). Sebenarnya saya buka kan 2021, tapi di tempat yang baru itu baru 2022,” ungkap Agus.
Sejak 2022 hingga puncaknya 2024, ternyata ia masih kerap menemui oknum mahasiswa tak tahu malu: nongkrong di kedai kopi miliknya tanpa beli.
“Dari keresahan-keresahan itu menumpuk setiap hari. Saya rasa di 2024 justru semakin banyak, akhirnya saya ungkapkan,” jelas Agus.
Upaya halus yang tetap sia-sia
Bertahun-tahun menghadapi kondisi seperti itu, pemilik kedai kopi di Jogja tersebut bukannya tanpa tindakan. Ia dan karyawannya sudah beberapa kali melakukan peringatan-peringatan secara harus.
“Sempat saya kasih tulisan-tulisan peringatan (buat order), kat-kata sindiran juga sudah banyak,” terang Agus.
Bahkan jika melihat ada satu kompi mahasiswa sedang diskusi atau rapat, karyawan akan langsung mendekati untuk menanyakan apa yang mereka pesan. Sayangnya, dari sekian banyak yang ikut nongkrong, hanya satu/dua orang saja yang mau pesan.
Agus sebagai owner kedai kopi di Jogja tersebut akhirnya sempat turun tangan sendiri.
Ia mengaku sempat mencoba mengajak bicara ketua kelompok mahasiswa yang sedang diskusi atau rapat tersebut. Memberi mereka pengertian sehalus mungkin: kalau hendak menggunakan kedai kopi milik Agus maka harus order.
“Saya sodorin buku menu ke mereka. Waktu itu ada 15 orang, pakai laptop semua. Tapi cuma tiga orang yang order. Terus saya hampiri lagi, saya disuruh tinggal buku menunya. Pas saya balik lagi mereka jawab dengan jawaban membingungkan: ‘Nggak order, Mas’,” beber Agus. Jawaban yang membuat Agus merasa mentok.
Kedai kopi di Jogja dengan sistem bayar seikhlasnya
Meski begitu Agus masih mencoba upaya-upaya lain. Yang penting oknum mahasiswa rojali punya kesadaran untuk pesan. Salah satunya yakni dengan menyediakan menu khusus kopi bayar seikhlasnya.
Untuk sistem pembayaran kopi bayar seikhlasnya itu, kedai kopi di Jogja milik Agus bahkan menyediakan tempat pembayaran khusus. Tempat pembayaran yang tak terlihat oleh orang lain, sehingga orang yang pesan menu tersebut tidak malu. Namun, hasilnya tetap saja nihil.
Agus makin pusing. Apa sih yang membuat mereka tak mau pesan? Terlebih, sebenarnya harga menu di kedai kopi miliknya sudah sesuai dengan standar mahasiswa. Memang ada menu berharga mahal, tapi ia tetap menyediakan menu-menu berharga terjangkau.
“Minimal paling murah itu Rp5 ribu untuk es tah dan kopi cangkir. Kita juga nggak ada perbedaan dengan kedai-kedai kopi sekitar. Harganya kita samakan, jadi nggak lebih mahal,” ungkap Agus.
“Bahkan kalau nggak ada uang, misalnya ada yang beli tapi duitnya kurang, yawes bayar pakai duit seadanya saja. Sisanya bayar di lain waktu. Itu pun kalau lain waktu dikasih, kalau nggak ya, ya sudah,” sambungnya.
Apakah semiskin itu oknum mahasiswa Jogja yang ngopi di kedai kopi miliknya? Dari pengamatan Agus, kalau dikatakan miskin banget, nyatanya ada juga oknum mahasiswa rojali yang bergadget iPhone dan ber-outfit keren.
Duh, padahal diskusi mereka—sejauh yang Agus dengar—isinya membahas ekonomi kerakyatan. Tapi kelakuan mereka sangat berpotensi mengancam ekonomi kerakyatan berupa kedai kopi yang Agus kelola.
Padahal kalau mau pesan bisa jadi teman
Tak lama setelah video Agus viral, ia mengaku mendapat DM dari beberapa owner kedai kopi dengan keresahan yang sama. Bukan hanya dari Jogja, bahkan ada juga dari daerah lain seperti Surabaya, Malang, Bandung, bahkan Medan.
“Respons temen-temen owner kedai kopi banyak yang pro (dengan saya). Bahkan ada yang secara langsung mengucapkan terimakasih sudah diwakili atas keresahan selama ini,” tutur Agus.
DM-DM dari owner kedai kopi tersebut membuktikan bahwa Agus bukan satu-satunya korban oknum mahasiswa rojali. Kasus semacam itu memang sudah marak terjadi di banyak kedai kopi.
Kendati begitu, Agus mengaku sebenarnya ia juga punya pelanggan para mahasiswa yang loyal dan tertib.
“Kalau ada customer sama-sama support ya kita jadi akrab, malah jadi teman. Saking akrabnya bahkan sebelum ia datang, pesenan udah ready karena udah pesan dulu lewat WhatsApp,” beber Agus.
Atas videonya yang viral, Agus berharap semakin tumbuh kesadaran untuk pesan dari kalangan mahasiswa yang nongkrong di kedai kopi. Sebab, satu cangkir minuman yang dipesan itu menambah keberlangsungan si kedai kopi hingga beberapa tahun ke depan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: Praktik Kotor Oknum Penjual Bakso Daging Sapi, Sajikan Menu Menjijikkan yang Tak Disadari Pembeli
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.