Teka-teki tentang warung bubur kacang ijo madura atau burjo madura akhirnya terjawab. Warung dengan desain tenda berwarna kuning dan font ‘mlungker’ di berbagai kota ini ternyata punya sejarah panjang. Berdiri di Semarang, menyebar ke Purworejo dan berkembang di Jogja.
***
Bertahun-tahun saya menyimpan rasa penasaran pada warung bubur kacang ijo madura dengan tenda berwarna kuning dan tulisan ‘mlungker-mlungker’ dengan paduan warna biru dan merah. Semua tenda bertuliskan sama:
SEDIA
BUBUR KACANG IJO
ES KACANG IJO
MADURA
Tidak ada nama orang di belakangnya atau kata yang menunjukkan sebagai merek. Bentuk penyajiannya juga sama, untuk es bubur kacang ijo, topinngya diisi es serut dengan sirup berwarna merah dan susu kental manis rasa coklat.
Berkali-kali juga saya mencoba menemukan benang merah tentang siapa yang punya dan bagaimana sejarahnya. Namun, semua buntu. Saya coba melakukan wawancara dengan penjualnya, tapi sedikit sekali informasi yang saya terima.
Mereka nggak bisa cerita asal usul makanan yang mereka jual, dan bagaimana resep burjo di masing-masing warung itu sama, tapi beda pemiliknya. Umumnya, jika melihat warung dengan desain yang sama dengan barang dagangan sama, termasuk bahan-bahannya, maka mudah kita menebak kalau itu usaha franchise atau waralaba.
Pertanyaan bertahun-tahun itu akhirnya menemui titik terang saat saya makan burjo di Jalan Bantul, tepatnya di depan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (Pasty), Selasa (19/4/2024).
Awalnya kepada penjualnya yang bernama Cak Sugi (24) saya curhat, bagaimana burjo madura ini membuat saya teringat masa-masa remaja saya saat masih tinggal di Purworejo, tepatnya di Kutoarjo.
Informasi yang membuka tabir
Di dekat Stasiun Kutoarjo, saya pernah diajak kakak sepupu saya untuk makan burjo dengan topping es serut dan baluran susu cokelat (susu kental manis) dan sirup berwarna merah di atasnya. Ini adalah es terenak yang saya rasakan saat itu ketika merantau ke Purworejo dari Cilacap.
Tak disangka Cak Sugi memberikan informasi yang membuka tabir rasa penasaran yang sudah lama saya pendam. Saya “Kakak ipar saya dulu jualannya di Purworejo, sekitar tahun 1997 baru mulai jualan di Jogja,” katanya.
Informasi yang Cak Sugi berikan sungguh berharga. Sayam menduga, Cak Ali ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang mengendap dalam pikiran. Saya malah berasumsi, jangan-jangan Cak Ali ini adalah orang yang saya temui saat jualan burjo madura di Kutoarjo.
“Jualannya di Sonosewu, tapi orangnya lagi pulang ke Madura, ada urusan,” kata Cak Sugi. Saya langsung meluncur ke kawasan Sonosewu. Saya cukup mengenal daerah ini karena pernah kos di daerah ini.
Selepas pesanggrahan Ambarbinangun, warung burjo madura bertenda kuning membuat saya berhenti. Saya memesan seporsi es burjo meski perut sebenarnya masih dalam kondisi kenyang.
Dari penjualnya, tak banyak informasi yang saya dapat. Ia hanya mengatakan bahwa warung burjo itu memang benar milik Cak Ali, tapi yang bersangkutan sedang pulang kampung. Ia menyarankan saya ke warung yang ada di Jalan Nitipuran, Sonosewu.
Di warung burjo madura di Jalan Nitipuran, informasinya juga tak banyak yang saya dapatkan. Hanya saja, penjual hanya menyampaikan, ancer-ancer rumah Cak Ali tak jauh dari Hotel Kinasih. Selain itu kemungkinan besok Cak Ali sudah ada di rumah.
Sebelum saya pamit, saya memotret warung tenda tersebut. Di bagian bawah, ada tulisan kecil, H.ABD.AZIZ. Saya pikir ini nama lain Cak Ali.
Baca halaman selanjutnya
Awal mula resep burjo madura dengan tenda berwarna kuning