Seorang siswi SMA asal Aceh tak menyangka pada akhirnya bisa kuliah. Padahal, sebelumnya ia merasa sudah tak punya harapan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Ia akhirnya bisa menjadi mahasiswi lewat “jalur panti asuhan”.
Namanya Zahratul Ula. Ia berasal dari Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh.
Ula adalah anak muda dengan impian besar. Namun, kondisi ekonomi membuatnya nyaris saja mengubur mimpinya, di mana salah satunya bisa lanjut kuliah setelah lulus SMA.
Jadi tukang jahit setelah ayah meninggal
Latar belakang kehidupan Ula terbilang penuh kepiluan. Sang ayah sudah meninggal sebelum ia lulus SMA di Aceh.
Alhasil, sang ibu pun harus berjuang sebagai tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk urusan pendidikan, beruntungnya saat SMA Ula mendapat pengasuhan di Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumoeh Seujahtera Aneuk Nanggroe (UPTD-RSAN) Dinas Sosial Aceh.
Ula mendapat fasilitas pendidikan tersebut hingga ia tamat SMA. Sehingga ia merasa sangat terbantu.
Akan tetapi, setelah lulus SMA, Ula sempat merasa bahwa kuliah adalah sesuatu yang bakal sulit ia tempuh. Sebab, dalam benaknya, biaya kuliah tentu lebih besar dari biaya SMA.
Sementara ia dan ibunya tak punya cukup biaya untuk menempuh pendidikan di universitas. Belum UKT, belum uang saku sehari-hari, belum lagi biaya-biaya yang lain.
Oleh karena itu, setelah lulus SMA, Ula memilih menjadi penjahit sarung bantal.
Namun, di saat ia nyaris mengubur mimpinya untuk kuliah, gadis muda itu justru mendapat secercah harapan dari Dinsos Aceh.
Dapat beasiswa “jalur panti asuhan”
Kabar menggemberikan Ula terima saat ia dinyatakan terpilih sebagai salah satu yang berhak atas besiswa hasil kerja sama antara Yayasan Blood For Life Foundation (BFLF) Kota Sabang dengan Universitas Serambi Mekkah (USM).
Menurut Kepala UPTD RSAN, Michael Octaviano, sebenarnya beasiswa tersebut khusus untuk anak-anak dari Sabang.
“Tapi kita berusaha agar Ula mendapatkan fasilitas ini. Agar dia bisa kuliah seperti yang dirasakan oleh anak-anak lain,” ujarnya seperti termuat di rilis resmi Dinsos Aceh, Senin, (26/2/2024), seperti yang Mojok kutip.
Atas hal tersebut, Ula pun akhirnya bisa mewujudkan impiannya untuk lanjut kuliah.
Sayangnya, dalam rilis Dinsos Aceh tersebut, tidak ada keterangan di universitas mana Ula akhirnya kuliah.
Yang jelas, tak hanya beasiswa, RSAN juga memberikan fasilitas tempat tinggal gratis untuk Ula agar selama kuliah dan jauh dari rumah ia tak perlu keluar uang untuk menyewa kos. Yakni dengan tinggal di panti asuhan.
Kuliah sambil ngajar di TPQ Aceh
Sejak awal kuliah dan sekaligus tinggal di panti asuhan, Ula pun membagi waktu untuk kuliah dan menjadi pengajar di TPQ Aneuk Nanggroe. Yaitu sebuah tempat belajar Al-Qur’an bagi anak panti dan seluruh anak di kawasan Gue Gajah, Aceh Besar.
Bagi Ula, itu adalah wujud baktinya atas kebaikan-kebaikan yang ia terima dari panti asuhan.
Jadwal kuliahnya memang padat. Namun, ia merasa punya tanggung jawab sosial untuk berkontribusi dalam membantu anak-anak di Aceh (dengan mengajar) yang memiliki nasib yang mirip dengannya.
“Walaupun dalam perjalanan ada kendala-kendala seperti terbatasnya jam operasional kendaraan umum Transkutaraja yang saya tumpangi untuk ke kampus. Ada beberapa hal lain juga yang membuat saya hampir ingin berhenti untuk kuliah,” tuturnya.
Akan tetapi, perasaan lelah dan ingin menyerah itu segera Ula lenyapkan. Ula sadar, alih-alih menyerah, harusnya ia justru memperbesar rasa syukur.
Sebab, ia semula telah memilih menjadi penjahit sarung bantal lantaran tak punya biaya untuk lanjut kuliah. Lantas sekarang setelah mendapat beasiswa untuk kuliah kok mau nyerah? Ula pun memupuk semangatnya kembali.
“Intinya kita harus bersyukur dengan apa yang kita punya, apa yang kita dapat, walaupun tidak secara instan (mudah),” ujarnya.
Jadi mahasiswi Aceh berprestasi
Ula dikenal memiliki daya juang dan semangat belajar tinggi. Hal tersebut terbukti dengan IPK yang ia dapat selama menjadi mahasiswi Aceh hingga semester empat masa kuliahnya sekarang.
IPK yang Ula raih selalu berada di angka 3. Terbaru ia mendapat IPK 3,96.
“Karena ini (beasiswa) adalah uang pemerintah, mau tidak mau saya harus bisa membalas dengan belajar yang rajin dan berusaha lebih baik lagi,” ungkapnya.
“Karena ini dari orang, jadi saya harus bisa mempertanggungjawabkan di akhirat kelak (dengan memanfaatkannya sebaik mungkin),” imbuhnya.
Rasa bangga juga Michael ungkapkan. Dari kacamata Kepala UPTD RSAN itu, Ula terlihat tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ia dapat.
Mendapat beasiswa dan juga tempat tinggal gratis di panti asuhan, Ula bayar dengan etos kerja dan etos belajar yang total. Tidak setengah-setengah.
“Dengan kesungguhan dan perjuangannya, Ula mendapat nilai terbaik. Ini sangat membahagiakan,” tegas Michael.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Adik Temani Kakak Wisuda UGM, Iri Tak Bisa Kuliah tapi Harus Ngalah karena Ekonomi Jadi Masalah
Cek berita dan artikel lainnya di Google News