Demi memenuhi keinginan orang tua, mahasiswa asal Surabaya nekat kuliah di jurusan Hubungan Internasional (HI) UB Malang. Ia berhasil lulus. Namun, penyesalan bertubi-tubi menghampirinya karena hingga kini, di usianya yang sudah berkepala tiga, ia belum punya pekerjaan tetap.
Nurdin* (30), nama mahasiswa tersebut, sebenarnya ingin kuliah di Jurusan Psikologi. Alasannya, selama SMA ia sudah meminati bidang ilmu tersebut. Apalagi, salah satu guru favoritnya di sekolah adalah lulusan psikologi, dan menyarankan Nurdin daftar jurusan tersebut kalau memang berminat.
Alhasil, dalam SNBP (SNMPTN) 2014, dia memasukkan Psikologi UGM di pilihan pertamanya. Sayangnya, dia tidak lolos.
Saat mencoba peruntungannya di SNBT (SBMPTN), awalnya Nurdin ingin memprioritaskan Psikologi UGM. Sayangnya, orang tua memintanya daftar ke jurusan HI.
“Kata mereka, prospek kerja lebih jelas. Buat jadi orang terpandang itu gampang asalkan masuk HI,” kata Nurdin saat Mojok hubungi pada Kamis (20/6/2024), mengulang kalimat orang tuanya.
Mau tak mau, dia kudu mengiyakannya. Jurusan HI UB Malang pun jadi pilihan pertama. Sementara dia tetap memasukkan jurusan psikologi, meski di pilihan terakhir.
Saat pengumuman, ternyata dia dinyatakan lolos pada pilihan pertama. Perasaan campur aduk pun menghampirinya. Di satu sisi, ia ada rasa senang karena ternyata ia cukup kompeten buat bersaing masuk PTN. Fyi, Jurusan HI UB Malang adalah salah satu yang sulit dimasuki.
Namun, di sisi lain ia juga merasa sebal karena harus kuliah di bidang yang tak disukainya. “Sejak awal memang tidak suka dan tidak mengikuti politik-politikan. Makanya masuk HI itu bagiku adalah kesalahan.”
Empat tahun perkuliahan yang menyiksa
Meski bukan orang yang melek amat soal politik, awal perkuliahan di HI UB Malang masih Nurdin jalani dengan santai. Menurutnya, mata kuliah yang kebanyakan “teori dasar” masih dengan mudah dia pahami.
“Masih relate, nggak ada problem apa-apa sih di semester awal. Malah kayak ngulang pelajaran IPS SMA saja,” ujarnya.
Memasuki semester tiga, Nurdin mulai oleng. Tuntutan buat up to date isu-isu politik global bikin dia merasa nggak nyaman kuliah di HI. Ditambah skill bahasa Inggrisnya yang pas-pasan juga jadi penghambat lain.
“Ibaratnya gini, politik dalam negeri aja zonk apalagi kudu menganalisis politik luar. Yang mana nih, Mas, sumber beritanya dari media luar juga. Mana bahasa Inggrisku juga kurang oke.”
Nilainya pun makin jeblok. Apalagi pada semester lima, yang mana ia harus ikut mata kuliah peminatan “Keamanan Internasional”, bikin Nurdin makin menyadari kalau HI memang bukan tempatnya.
“HI itu kayak ‘piramid’ kalau aku ibaratin. Asalkan di semester awal pemahaman kita udah banyak, makin ke sini juga makin gampang ikutin perkuliahannya. Lah aku, sejak awal saja nggak mudeng apa-apa.”
Sempat ingin pindah jurusan, tapi sudah mustahil
Pada akhir semester empat, sebenarnya Nurdin sempat punya pikiran buat pindah dari Jurusan HI UB Malang. Dia mengibaratkan kalau selama ini hanya “dikurung dalam sebuah kamar yang di dalamnya nggak ada apa”.
“Ya bayangin aja kalau kamu ada di kamar yang nggak ada isinya. Bosen kan? Pengen keluar kan?,” kata Nurdin.
Perasaan insecure makin menjadi-jadi setelah melihat fakta banyak teman-temannya yang cerdas. Dalam artian secara teori oke, public speaking-nya pun juga mumpuni. Sementara dirinya, buat sekadar minat sama jurusannya saja amat sulit.
Baca halaman selanjutnya…
Lulusan HI UB Malang dua kali gagal di tes CPNS. Sampai usia 30 masih belum ada penghasilan tetap.