Tidak merasakan penyesalan sama sekali saat sidang hingga wisuda
Wahib ingat, menjelang sidang ia sempat kepanikan. Selain tidak menguasai materi skripsi karena pakai joki, ia juga takut kedoknya terbongkar oleh dosen penguji.
“Pas baca skripsinya tu aslinya kerasa nggak puas, banyak banget penjelasan yang nggak logis. Tapi aku harus mempresentasikan sesuai naskah biar nggak ketahuan curang,” keluhnya.
Meski sempat keringan dingin, Wahib lulus ujian skripsi. Ia merayakan dengan teman-temannya seolah itu murni hasil jerih payahnya sendiri.
Saat wisuda, orang tuanya pun hadir. Wahib mengaku tidak sedikit pun merasakan penyesalan dan sungkan mengajak orang tuanya.
“Wisuda ya aku tetap bangga. Sebab, aku melihatnya ya kuliah itu tanggung jawab ke orang tua, intinya harus selesai. Mungkin aku bisa aja tanpa joki, tapi pasti molor banget sampai 14 semester,” paparnya.
Ia juga beranggapan bahwa sejak awal tidak mengandalkan ijazah untuk pekerjaan. Bahkan, ada satu momen dia meminta tambahan uang ke kakaknya untuk membayar joki skripsi.
“Aku pernah minta uang ke kakakku, bilangnya buat bayar orang bantuin olah data skripsi. Sebab, bapakku dulu S2 juga olah data pakai bantuan orang lain. Walaupun kalau aku kan beda, full pakai joki,” ujarnya tanpa segan.
Terkadang, ia agak tergerak hatinya ketika melihat teman yang terlihat lebih malas selama kuliah namun niat mengerjakan skripsi tanpa bantuan joki. “Tapi ya sudah itu pikiran selintas. Aku menghindari membandingkan dengan orang lain biar nggak ada rasa penyesalan dan bersalah sama sekali,” paparnya.
Geliat jasa joki skripsi di Jogja
Saat ini jasa joki skripsi bertebaran di Jogja. Baik yang bergerak perseorangan maupun yang punya manajemen layaknya profesional.
Mojok pernah mewawancarai pelaku joki yang fokus kepada mahasiswa Jurusan Sistem Informasi. Joki bernama Dias (29) itu mengaku punya beragam klien. Ada klien yang hanya kesulitan ngurusin dokumen, ada yang hanya kesulitan ngurusin software, dan ada pula yang kesulitan ngurusin dua-duanya.
Pekerjaan mengurus dokumen adalah yang paling murah, berkisar satu juta rupiah, sementara job bikin software yang jauh lebih susah bisa sampai tiga juta rupiah. Bisa mencapai lima juta jika software yang dikerjakan memiliki level kesulitan yang tinggi.
Sementara paket komplit yaitu dokumen dan software dibandrol seharga empat juta rupiah untuk software ringan, dan bisa lebih dari enam juta apabila kompleksitas software sangat tinggi.
“Skripsinya anak Sistem Informasi itu kan nggak kayak jurusan lain. Jurusan lain tinggal penelitian, baru dilanjutkan ke penulisan dokumennya. Nah kalo di Sistem Informasi itu setelah acc dokumen, kemudian dilanjutkan membuat software-nya. Nah, kami menerima jasa pembuatan dokumen maupun software-nya. Makin susah, makin mahal,” jelasnya
Semakin masifnya kehadiran joki skripsi bahkan tugas membuat banyak mahasiswa memilih jalan pintas. Atau sebaliknya, banyaknya mahasiswa yang ingin mendapat gelar sarjana tanpa bersusah payah membuat jasa semacam ini makin menjamur. Satu hal yang jelas, hal ini mencederai dunia akademis.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News