Dua pesan singkat narasumber Mojok saya terima pagi itu, Rabu (21/2/2024). Mahasiswa PTN Jogja, sebut saja Rais* (21), yang saya hubungi pada Selasa (20/2/2024) malam, akhirnya membalas permintaan wawancara dari saya terkait pengalamannya main judi slot.
“Boleh, Mas,” jawabnya singkat, di balasan pertama. “Saya juga dah baca yang soal Dion kemarin,” sambungnya di pesan kedua.
Saya pertama kali mendengar gogon-gogon soal Rais dari cerita Dion* (21), narasumber Mojok untuk liputan “Mahasiswa Jogja Merampok 10 Pinjol Ilegal Buat Slot dan Membayari UKT Teman Kuliah”. Rais merupakan teman sejurusan Dion. Mereka juga sesama anggota “KADER LEK BONG”, grup Whatsapp yang berisi para penjudi slot di jurusan mereka.
Cerita soal Rais menggelapkan dana organisasi mahasiswa atau ormawa memang sempat ramai di jurusannya. Terlebih dia memakai uang hasil penggelapan itu buat main judi slot. Agaknya, mahasiswa Jogja dan judi slot sedang menjadi isu yang serius. Dion dan Rais ini hanya sedikit dari banyak mahasiswa yang rela menggantungkan nasib mereka di meja judi–dan berakhir dengan pesakitan.
Petaka mahasiswa Jogja ini berawal dari kalah judi Rp6 juta
Pada akhir Desember 2023 lalu, Rais amat gelagapan. Pasalnya, saldo di rekeningnya terkuras habis gara-gara kalah main judi slot. Padahal, sekitar seminggu sebelumnya, ia mengaku baru saja withdraw–menarik uang dari aplikasi slot–sebesar Rp3 juta.
“Abis itu malah kalah terus sampai saldo habis,” ujar mahasiswa Jogja ini membuka kisahnya.
Merasa kudu mengembalikan apa yang harusnya jadi “haknya”, Rais pun bermain slot secara all out. Upaya menaklukkan Dewa Zeus pun ia jalani tanpa ingat waktu dan tempat. Sayangnya, bukan gacor yang ia dapat, tapi malah rungkad habis-habisan. Jangankan duit Rp3 jutanya kembali, utang dia malah semakin menumpuk.
“Sekitar enam jutaan kalau enggak salah kalahnya,” ujar Rais. Buat menutup kekalahannya itu, ia pun meminjam uang di beberapa aplikasi pinjaman online (pinjol). Rais sendiri bukan tipikal Dion, yang nekat pinjam sana-sani di banyak pinjol ilegal dan merencanakan gagal bayar. Dia tipikal tertib, hanya mau pinjam di pinjol legal dan membayar sesuai tanggal jatuh tempo.
Namun, apa boleh buat. Saldo ATM-nya kering. Jatah transferan bulanan dari orang tua pun belum waktunya tiba. Mau tak mau, ia harus putar otak buat dapat uang secara cepat. Bisikan setan pun membawanya buat menggelapkan dana ormawa.
Niatnya mau bawa lari duit ormawa, tapi jiper
Rais mengakui, rencana awal yang sudah ia susun memang bikin geleng-geleng yang mendengarnya. Jadi, mulanya ia berencana bakal membawa kabur duit ormawa–mengingat statusnya sebagai salah satu petinggi organisasi. Nantinya, ia akan mengaku menghilangkan uang tersebut.
“Entah dicuri, kena tipu. Pokoknya jangan sampai ada kewajiban mengganti,” kata mahasiswa Jogja asal Jawa Barat ini. Sayangnya, semua motif yang ia rencanakan penuh dengan lubang. Tak sempurna. Rais merasa tak ada bukti kuat untuk meyakinkan ceritanya.
Terlebih teman-teman di ormawanya juga sudah paham kalau dia adalah seorang gambling addict alias pecandu judi. Artinya, kalau uang tiba-tiba raib, sudah pasti mereka enggak bakal percaya Rais kemalingan. Dugaan kuatnya sudah pasti buat main judi.
Alhasil, rencana tadi pun ia batalkan semua.
Duit ormawa kadung ia pakai bayar pinjol
Namanya sudah kepepet, mau setakut apapun pasti tetap bakal nekat. Rais, yang awalnya mengaku takut, tetap saja menggunakan uang itu buat melunasi tagihan pinjolnya. Dasar keberaniannya karena dia merasa punya cukup waktu untuk mengembalikannya.
“Jadi ada sekitar 21 hari. Uangnya dipakai ormawa masih lama. Pas mereka menagih buat laporan, yakin aja sih uang udah ada lagi.”
Sayangnya, perhitungan mahasiswa Jogja ini salah kaprah. Nyatanya menggantungkan nasib pada meja judi adalah hal paling bodoh yang pernah ia lakukan.
Bagaimana tidak, ia memakai dana ormawa untuk melunasi utang pinjol agar bisa pinjam uang lagi di aplikasi tersebut. Selanjutnya mudah ditebak, uang pinjamannya ia putarkan lagi di situs slot. Harapannya, sih, uang itu bisa berlipat ganda; utangnya ke ormawa lunas, kekalahan-kekalahannya terdahulu pun tertutupi.
“Tapi malah rungkad lagi,” ujarnya. “Utang makin banyak.”
Ia pun akhirnya jadi punya banyak tanggungan. Pertama, harus mengembalikan uang ormawa yang ia gelapkan, ancamannya paling-paling dirujak satu jurusan. Kedua, harus melunasi tagihan pinjol sesuai tanggal jatuh tempo, resikonya bisa kena gampar debt collector.
Mahasiswa Jogja ini rela gadai laptop dan menjual barang-barangnya
Pada fase ini, Rais merasa amat frustrasi. Makan tak enak, nongkrong pun tak tenang. Jamnya terus berjalan mundur, tanpa ada titik terang untuk menyelesaikan persoalan utang-utangnya.
Kalau ditotal, jumlah dana ormawa yang ia pakai mencapai Rp4 jutaan. Sementara tagihan pinjolnya Rp5 jutaan. Waktu pelunasan keduanya pun juga berdekatan.
Tak ada jalan lain, Rais pakai cara paling cepat buat dapat duit. “Gadai laptop, jual-jualin baju sama helm. Apa aja yang laku,” ujarnya.
Sayangnya, duit hasil gadai laptop dan menjual barang-barang itu masih kurang. Setengahnya saja belum. Sementara beberapa teman-teman ormawanya sudah mulai menatapnya dengan penuh curiga.
Ketahuan ormawa, akhirnya ‘menggadaikan muka’ ke orang tua
Rais juga menyadari kalau beberapa anggota organisasi lain sudah tahu dana ormawa telah raib. Hanya saja mereka masih diam-diam saja. Hanya menjadi omongan di belakang.
Namun, beberapa petinggi ormawa juga sudah mulai tanya tipis-tipis ke dia soal kesiapan laporan keuangan nanti.
“Nuduh ngilangin duit sih enggak kesitu. Cuma beberapa kayak ngingetin gitu, ‘laporannya seminggu lagi lho’ gitu,” kata dia.
Celakanya, cerita soal Rais yang menggelapkan dana ini menyebar begitu cepat di luar ormawanya. Mahasiswa prodi lain bahkan beberapa sudah ada yang mulai membicarakan. Karena bikin gaduh, sang ketua ormawa pun mengajaknya bertemu untuk memperjelas “skandal” ini. Dalam pertemuan empat mata di salah satu warung kopi itu Rais mengakui semuanya.
“Dia sih enggak marah. Segan kali ya soalnya satu angkatan ‘kan. Tapi dia juga pengen mastiin aja kalau aku bisa ngembaliin uang-uangnya.”
Daripada hina di mata satu jurusan, mahasiswa Jogja memilih memalukan diri di hadapan orang tuanya. Kepada bapak dan ibunya, Rais mengakui jumlah keseluruhan utang-utangnya dan untuk apa saja uang-uang itu ia pakai.
Respons yang sudah ia prediksi jauh-jauh hari, benar-benar kejadian: dimarahi habis-habisan sampai nangis-nangis. Namun, tujuan yang ia inginkan pada akhirnya tercapai juga: orang tuanya tetap melunasi utang-utangnya.
“Kalau sama orang tua paling malunya pas lebaran aja.”
Respons ormawa yang bersangkutan
Mojok sebenarnya sudah menghubungi Ketua Ormawa yang bersangkutan untuk memperjelas masalah Rais ini. Gilang* (21), eks Ketua Ormawa yang menemui Rais, membenarkan cerita ini. Namun, ia menolak bercerita lebih lanjut.
*narasumber meminta Mojok menyamarkan namanya atas pertimbangan keamanan.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.