Didikan orang tua penjual es teh di pinggir sekolah, antarkan seorang anak menjadi mahasiswa melalui beasiswa KIP Kuliah hingga menjadi sarjana dengan IPK tertinggi. Ia menjadi lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan IPK 3,98.
***
Betran Yunior, mahasiswa UNY asal Palembang, Sumatera Selatan, baru saja menyandang gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom) usai diwisuda pada Selasa (23/12/2025) lalu.
Bagi Betran, momen wisuda tersebut bukan sekadar seremoni kelulusan. Lebih dari itu, merupakan simbol pembuktian atas perjuangannya dan keluarga. Sebab, mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah itu tercatat sebagai sarjana pertama di keluarganya yang berlatar belakang amat sederhana.
“Wisuda ini sangat berharga bagi saya dan keluarga. Ini membuktikan bahwa dengan niat dan tekad yang kuat, pendidikan tinggi bukanlah sesuatu yang mustahil,” ujarnya dalam wawancara resmi kanal UNY.
Orang tua penjual es teh, tapi prioritaskan untuk belajar
Di Palembang, orang tua Betran adalah penjual es teh di pinggir sebuah sekolah. Dari situ orang tua Betran berusaha mencukupi kehidupan sehari-hari.
Dalam bayang-bayang ekonomi yang tak terlalu memadai, sering kali ada orang tua yang tidak membayangkan sang anak bisa menempuh pendidikan lebih jauh. Tapi orang tua Betran tidak begitu.
Bapak Betran, Zulkarnain, bahkan menegaskan bahwa Betran harus terus belajar. Sebab, Zulkarnain pecaya, bahwa pendidikan bisa mengubah jalan hidup seseorang.
“Tugasmu cuma belajar, biar pintar, tidak usah pikirin yang lain,” begitu pesan Zulkarnain pada Betran.
Beasiswa demi beasiswa hingga bisa kuliah UNY
Pesan dari sang bapak amat menempel di benak Betran. Itu lah kenapa, di aspek akademik, Betran bisa dibilang bisa diperhitungkan.
Sejak SMA ia sudah mendapat beasiswa. Saat itu, melalui beasiswa afirmasi, ia bahkan bisa melanjutkan sekolah secara gratis di salah satu SMA terbaik di Sumatera Selatan.
Beasiswa kembali ia dapat ketika akhirnya kuliah di Ilmu Komunikasi UNY. Dengan beasiswa KIP Kuliah itu, ia bisa mengejar mimpi menjadi sarjana pertama keluarga tanpa membuat orang tua terbebani biaya.
Ketekunan: modal jadi sarjana/lulusan Ilmu Komunikasi UNY dengan IPK tertinggi
Sejujurnya, masa awal merantau ke Jogja untuk kuliah di Ilmu Komunikasi UNY terasa tidak mudah bagi Betran. Wajar saja, ia datang ke Kota Pelajar sendirian, tanpa sanak dan tanpa teman. Situasi itu membuatnya sempat merasa asing dan kesepian.
Tapi untungnya, ia kemudian memiliki teman-teman yang senantiasa mendukungnya. Menjadi penopang semangatnya untuk menjalani perkuliahan hingga akhir.
Selain itu, dengan membawa “mimpi besar” sebagai sarjana pertama keluarga demi mengubah hidup orang tua, ketekunan menjadi modal yang Betran pegang kuat-kuat.
Ia selalu berusaha mengerjakan tugas secara maksimal. Penjelasan dosen juga ia simak dengan serius. Dan kalau ada kesempatan diskusi, maka akan ia manfaatkan untuk menambah wawasan. Betran bertekad tak mau kuliah sekadar datang ke kelas kemudian kongkow-kongkow tak produktif.
“Keaktifan di kelas itu sangat membantu. Kalau kita sudah paham di kelas, waktu belajar di luar jadi lebih efisien,” kata Betran.
Tak pelak, ia kemudian lulus tidak hanya sebagai sarjana pertama keluarga, tapi juga lulusan Ilmu Komunikasi UNY dengan IPK tertinggi.
Manfaatkan setiap ruang dan kesempatan
Kepada mahasiswa-mahasiswa di luar sana—baik yang berlatar belakang seperti Betran atau bahkan yang lebih beruntung—Betran berpesan agar selama kuliah betul-betul memanfaatkan ruang dan kesempatan, sebagaimana yang Betran lakukan.
Selain ketekunan di bidang akademik, Betran juga membekali diri dengan aktif di beragam kegiatan non-akademik (yang produktif). Misalnya, ia mengambil kesempatan magang hingga menjadi sukarelawan.
Bekal-bekal itu, lanjut Betran, nantinya tidak hanya akan bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang lain. “Duduk di bangku kuliah adalah sebuah privilese. Nikmati prosesnya, perbanyak teman, dan eksplor sebanyak mungkin pengalaman,” tekan Betran.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: UNY Mengajarkan Kebebasan yang Gagal Saya Terjemahkan, sementara UAD Menyeret Saya Kembali ke Akal Sehat Menuju Kelulusan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan















