Dari sekitar 100 teman satu angkatan di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab di salah satu perguruan tinggi negeri di Lampung, sebagian besar masih jadi pengangguran. Sebagian kecil lainnya jadi guru honorer dengan gaji 300 ribu per bulan, atau banting setir bekerja jadi bagian administrasi di perusahaan.
***
Juni 2023, Hasnah, 23 tahun, baru saja lulus dari salah satu perguruan tinggi negeri di Lampung. Ia segera mengirimkan berkas lamaran pada sekolah-sekolah yang membutuhkan guru Bahasa Arab.
Pontang-panting fresh graduate sarjana Pendidikan Bahasa Arab cari kerja
Ia berpikir dengan latar belakang pendidikannya, jalan terbaik tentu saja melamar di institusi pendidikan. Puluhan email pun mulai ia kirimkan. Saking semangatnya nyari lowongan kerja sebagai guru membuatnya kadang kurang teliti.
“Dalam benak saya hanya berpikir, ‘yang penting daftar dulu, siapa tahu ada saja yang nyangkut,’” katanya kepada, Mojok Senin (12/2/2024).
Benar saja, ada satu dua lowongan yang berhasil untuk masuk ke tahap interview. Tetapi ternyata sekolahnya berada di luar pulau yang tidak menyediakan mess untuk guru. Selain itu, sekolah tersebut merupakan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mana tentunya kandidat guru harus memiliki kualifikasi keterampilan tertentu yang sebenarnya tidak ia kuasai. Fakta itu membuat Hasna tidak melanjutkan proses rekrutmen.
Tak putus asa, ia mencoba melamar lagi. Kali ini ada sebuah yayasan yang memanggilnya. Ia ikut tes wawancara, tes microteaching, dan interview.
Diterima kerja, tapi sekolahnya radikal
Kabar baiknya ternyata ia diterima di sekolah tersebut, bahkan ada asrama untuk dirinya tinggal di tempat itu. Syaratnya ia harus kontrak kerja selama 6 tahun. Namun, sekolah di Lampung tersebut ternyata punya pandangan radikal. “Kemudian saya dapat informasi dari teman saya yang kerja di sana kalau yayasan itu mengajarkan paham yang pemerintah larang. Teman saya ingin keluar, tapi terikat kontrak bertahun-tahun,” kata Hasnah, kepada Mojok, Senin (12/2/2024).
Ia akhirnya tak jadi mengambil peluang itu. Ia sempat melamar menjadi guru di Pulau Jawa. Dapatlah ia di pondok pesantren di Madiun. “Tapi orang tua saya melarang saya jauh dari rumah. Kalau bisa cari kerja di satu provinsi dengan mereka,” katanya.
Sebagai sarjana pendidikan, Hasnah kembali berkirim lamaran ke sekolah-sekolah. Lowongan guru SD sebenarnya banyak, tapi yang mereka cari adalah lulusan PGSD sementara latar belakangnya adalah Pendidikan Bahasa Arab. Ia tetap mengirimkan lamaran.
Tentu saja lamarannya ditolak. Namun, teman-temannya yang memang Jurusan PGSD banyak juga yang mengeluh. Mereka menjadi guru honorer dengan gaji yang sangat minim di angka ratusan ribu.
Baca halaman selanjutnya
Sarjana Pendidikan Bahasa Arab yang setiap hari scrool media sosial cari lowongan kerja