Tokoh adat dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di sebuah bukit di Wonogiri. Mereka menanam pohon keramat atau pohon pusaka di tempat yang mereka namai Bukit Nusantara. Jadi penanda dibukanya siklus 500 tahunan kejayaan Nusantara.
***
Sore itu, Minggu 13 Agustus 2023, langit di Desa Lebak, Pracimantoro, Wonogiri begitu cerah dengan sorot matahari yang cukup terik di ujung Barat. Sekitar kurang lebih 50 orang terlihat berkumpul di sebuah ruang kelas yang digubah serupa ruang sarasehan yang nyaman.
Tokoh adat Nusantara yang membawa pohon pusaka
Mereka berembuk menata niat mempersiapkan moment penting penanaman pohon di sore itu. Terlihat beberapa di antara mereka menggunakan pakaian adat yang cukup mencuri perhatian.
Ada tetua adat dari Merapu Sumba, Gayo Aceh, Melesung Minahasa, Bayan Lombok, Baduy Jawa Barat, Ide Pandita Bali, Adat Tengger, Komunitas Bissu Sulawesi Selatan, Adat Kajang Sulawesi dan beberapa lagi yang lainnya.
Saat matahari mulai tenggelam. Mereka mulai ke luar ruangan, berbaris berurutan dengan bendera merah putih di depan, dengan dua pataka bendera NU dan Lesbumi mengapitnya.
Tidak lupa beberapa kendi berisi air yang kabarnya berasal dari makam para wali mereka dekap dalam pelukan. Tidak jauh dari lokasi sarasehan mereka beriringan berjalan ke arah bukit yang jaraknya tak jauh dari sana. Sambil terus melantunkan gema sholawat menambah suasana khusyuk iring-iringan para tetua adat sore itu.
Sesampainya di lokasi penanaman, beberapa bibit pohon keramat sudah siap. Ada sekitar 30 jenis bibit pohon endemik Nusantara yang oleh beberapa tetua adat bawa sudah siap ditanam.
Tidak seperti penanaman pohon biasanya, acara yang gagasannya dari Lesbumi PBNU dan Pondok Assahidah (salah satu cabang Pondok Sunan Pandanaran Yogyakarta) asuhan KH. Mu’tasim Billah ini diberi tajuk “Penanaman Pohon Pusaka Mandala”.
Kiai Sastro Al Ngatawi mengatakan bahwa tajuk tersebut mempunyai makna simbolik yang cukup dalam. Karena sebenarnya pohon di sini adalah pohon imajiner dan konsep mandala sendiri terkait erat siklus kehidupan yang terkait dengan dunia spiritual.
Tangis yang pecah dan nama Bukit Nusantara
Kiai Sastro menjelaskan lebih jauh, bahwa pohon pusaka menyimbolkan spirit menjaga dan merajut keberagaman dalam siklus kehidupan yang harmoni dan seimbang. Hal ini menurutnya bisa terlihat dari beberapa ragam pohon keramat yang akan ditanam; di antaranya pohon beringin, pule, gayam, puspa, kelor, kepuh, dan lain-lain.
Langit sore semakin temaram. Tepat ketika azan magrib berkumandang yang suaranya terdengar bersahutan dari penjuru arah. Para tetua adat melakukan ritual penanaman dengan rasa hikmat dan haru.
Sesaat setelah Kiai Jadul Maula melantunkan doa. Tiba-tiba tangis pecah, entah dari mana datangnya rasa haru tersebut datang. Bertepatan dengan datangnya gelap malam para tetua adat saat itu berpelukan.
Saat itu lah Kiai Jadul sebagai penggagas acara ini menyatakan. “Kita namakan bukit ini sebagai Bukit Nusantara,” yang kemudian diamini oleh tepuk tangan peserta yang mengikuti ritual.
Sementara itu Kiai Jadul menjelaskan bahwa acara ini mesti tidak bisa dipahami sebagai acara biasa. Mulai dari lokasi. Ia menjelaskan saat pertama kali ada niat untuk melakukan acara ini bersama Kiai Tasim, entah kenapa Kiai Jadul dengan seketika memilih lokasi di sini.
Padahal jika melihat dari akses transportasi lokasi penanaman yang berada di kompleks pondok ini sangat jauh dari pusat keramaian.
“Entah kenapa tiba-tiba hati saya mengatakan bahwa Pracimantoro adalah lokasi yang tepat untuk acara ini,” ungkap kai Jadul.
Pracimantoro dan Putri Kencana Wungu
Pemilihan lokasi Bukit Nusantara di Pracimantoro ternyata menyimbolkan banyak hal. Di antaranya adalah nama daerah Pracimantoro sendiri yang berasal dari bahasa Sansekerta yang mana kata “praci” bermakna Barat dan “toro” bermakna batas, sehingga bisa bermakna sebagai (batas sebelah barat).
Secara geografis, kecamatan Pracimantoro memang batas paling ujung dari Kabupaten Wonogiri berbatasan langsung dengan Provinsi DI Yogyakarta.
Namun, tidak hanya itu, tidak jauh dari lokasi menanam pohon juga terdapat tempat bersejarah yaitu gua Putri Kencana Wungu. Sebuah gua yang terselip di batuan karst Gunung Sewu dengan panjang 200 meter ke dalam.
Masyarakat setempat meyakini gua itu sebagai tempat pertapaan dari Putri Kencana Wungu yang merupakan putri dari Brawijaya V dari kerajaan Majapahit.
Baca halaman selanjutnya…
Pohon pusaka yang Membuka Siklus 500 Tahunan Zaman Kejayaan