UNY bilang sok netral, padahal itu sama saja sikap tak peduli
Alhasil, ia pun mengaku jijik. Sebab, UNY tak hanya diam-diam bersikap “sok netral”, tapi sudah secara terang-terangan.
“Harusnya malu, sih (Prof Guntur) bilang seperti itu. Apa beliau tidak sadar apa yang sudah terucapkan kemarin itu?.”
Terlebih, yang rektorat bubarkan itu hanyalah forum diskusi. Hamdan menilai, semua mahasiswa punya hak untuk menggunakan fasilitas kampus untuk kepentingan apa saja, termasuk menjaga nalar kritis melalui diskusi.
“Kan mereka juga bayar uang kuliah, masa kumpul-kumpul saja tak boleh,” katanya. “Dari dulu selalu begitu, dalihnya tak ada izin padahal itu ruang publik.”
Tak berani terang-terangan karena takut dapat ancaman
Awalnya, saya meminta izin kepada Hamdan untuk mengutip beberapa statement-nya. Namun, setelah berpikir beberapa saat, ia memang memberi izin dengan catatan Mojok menyamarkan namanya.
“Ngeri ini, Mas. Kita sama-sama tahulah, bagaimana ngerinya UNY ini,” kata dia. “Saya kritik jurusan saja kena semprot kok.”
Dosen ini memang punya pengalaman berurusan dengan birokrasi kampus. Dulu, ia cukup vokal mengkritik kampus yang berujung pada teguran dari birokrasi dan ucapan-ucapan yang punya tendensi mengancam.
“Ujung-ujungnya nanti malah saya kan, Mas, yang mereka anggap cemarin nama baik. Sudah hafal dengan cara-cara mereka,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Hammam Izzuddin