Mahasiswa UGM ini menahan lapar dan utang sana sini demi bertahan hidup
Boleh dibilang Fadli adalah satu dari sekian banyak mahasiswa beasiswa KIP Kuliah yang benar-benar membutuhkan. Lima tahun kuliah di UGM, sepeda butut dan beberapa lembar baju jadi barang berharganya di kos Karangmalang.
Laptop saja dia tak punya. Baru menjelang skripsian orang tuanya yang merupakan petani gurem membelikannya laptop dari hasil bertahun-tahun menabung.
Jangankan buat beli barang berharga, buat makan saja Faldi kesulitan. Saat rekening beasiswanya sudah terkuras habis, dia cuma punya dua pilihan: menahan lapar atau menahan malu dengan ngutang makanan di angkringan atau burjoan.
“Saking malunya karena utang sudah numpuk di angkringan langganan, aku milih nahan lapar dan hampir tiga hari nggak makan. Jadi kuliah lemes terus karena perut hanya keganjel air putih,” ujarnya.
Kebiasaan ini pun tak hanya sekali atau dua kali ia alami, tapi sangat sering. Bahkan, sudah jadi siklus.
“Itu siklus pasti aja hahaha,” tawa mahasiswa UGM ini. “Pasti tiap nunggu beasiswa nggak cair-cair, selalu puasa berhari-hari dan ngutang di mana-mana. Dibayar pas Bidikmisi turun.”
Karangmalang saksi makan sampah nasi sisa seminar
Selain Fadli, sang alumnus UGM, kisah getir juga datang dari Maria (25). Alumnus UNY, yang juga bisa kuliah berkat bantuan beasiswa Bidikmisi ini bahkan menjadikan Karangmalang sebagai saksi hidupnya makan sampah bersama teman-temannya akibat enggak punya uang.
Banyak cara memang Maria lakukan buat bertahan hidup, khususnya di saat-saat uang beasiswa telat cair. Salah satunya dengan mendatangi seminar-seminar gratis dengan harapan membawa pulang nasi kotak.
Sayangnya, pada satu momen di mana ia dan teman-temannya mendatangi sebuah seminar di Rektorat UNY, acara itu tak bisa mereka masuki. Alhasil, mereka pun cuma bisa gigit jari. Selesai acara, Maria dan teman-temannya itu melihat boks-boks penuh nasi sisa bergelatakkan di selasar gedung rektorat.
“Kita kumpulin nasi-nasi sisa sama lauk dan sayur yang sekiranya masih layak makan. Dibawa ke kosku buat dimakan bareng-bareng,” kata alumnus UNY yang saat ini bekerja di salah satu instansi pemerintahan Kota Medan.
“Kita makan sambil nangis. Kalau ingat momen itu rasanya mau nangis lagi.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News