Di Jogja, teramat mudah menemukan pedagang es teh jumbo. Dalam perjalanan ke kantor saya—dari Plosokuning ke Besi Jangkang—nyaris di setiap titik saya menemui pedagang es teh jumbo. Ada yang ramai. Tapi ada pula yang, sejauh pengamatan saya selama ini, tampak selalu sepi pembeli.
Jika mengetik “es teh jumbo” di mesin pencari, rata-rata sepakat menyebut kalau es teh jumbo menjadi minuman yang memiliki banyak peminat. Namun, di sisi lain, banyak pakar yang sama-sama sepakat juga kalau minuman tersebut memiliki risiko kesehatan tinggi.
Pasalnya, jika dikaji dari aspek kesehatan, es teh jumbo mengandung kadar gula dan campuran pemanis buatan yang bisa memicu beragam penyakit. Lantas, bagaimana pedagang es teh jumbo merespons berita-berita tersebut?
***
Selasa (9/7/2025) siang WIB, hp saya bergetar karena ada direct massage Instagram yang masuk. Si pengirim pesan memperkenalkan diri dengan nama Kurnia (22), seorang pemuda asal Bantul, Jogja.
Dalam pesannya, dia memberi pengantar bahwa dia tidak bisa menulis. Tapi dia ingin merespons opini di Terminal Mojok berjudul, “3 Dosa Pedagang Es Teh Jumbo yang Menguntungkan Mereka tetapi Sangat Merugikan Pembeli”.
“Bolehkah saya bercerita untuk memberi jawaban itu?” Katanya.
“Saya hanya lulusan SMK yang belakangan sedang merintis usaha es teh jumbo. Saya lihat Mas banyak menulis berita di Mojok,” sambungnya. Tentu saya persilakan Kurnia memberi semacam “hak jawab” atas keresahannya.
Hari-hari tak tentu pedagang es teh jumbo
Kurnia mengaku memang belum lama merintis usaha es teh jumbo. Baru pada Ramadan 2025 lalu.
“Milih buka di bulan puasa karena hitungan pasti yang beli banyak untuk buka puasa,” katanya.
Awalnya dia tergiur untuk membuka es teh jumbo karena bayangan modal tak seberapa besar tapi bisa memberi pemasukan besar. Toh kalau jualan es teh rasa-rasanya memang tidak pakai musiman. Mau musim panas atau hujan sekalipun, orang akan tetap beli.
Namun, bayangan sekadar bayangan. Untung yang dia dapat selama Ramadan tidak sebesar yang dia prediksi. Setelahnya situasinya malah makin tidak pasti: pesaing bisnis ini sudah terlalu banyak.
“Sampai sekarang ya nggak pasti. Kita buka seharian dari pagi sampai malam, hanya hitungan jari yang mampir untuk beli,” ungkap Kurnia.
Di lingkungan Kurnia, banyak juga pedagang es teh jumbo. Selain dengan perhitungan seperti Kurnia (modal kecil, hasil besar), rata-rata menilai bahwa jualan minuman tersebut menjadi solusi di tengah situasi ekonomi yang serba sulit. Karena bisnisnya cenderung mudah untuk dieksekusi oleh orang-orang kecil.
Kurnia hanya ingin menggambarkan kepada saya, di balik label “es teh jumbo”, ada banyak orang yang menggantungkan hidup.
Baca halaman selanjutnya…
Harga murah sampai kebanting, masih dituntut tanpa cela










