Bagi penjual angkringan, Nurul Huda, lagu Iwan Fals bukan sekadar lagu. Baginya, beban hidup yang berat bisa dijalani dengan enjoy lewat lagu-lagu yang dinyanyikan sang legenda hidup.
***
Saat pertama kali berkunjung saya langsung kaget dengan pembawaan sosok pemilik angkringan di Condongcatur, Sleman. Sosok bernama Nurul Huda (37) yang akrab disapa Kang Nur ini langsung menyapa pelanggan dengan antusias dan ceria.
“Yuk… ombene opo? Es teh, es jeruk, kopi, ono kabeh,” ucapnya kepada setiap pelanggan yang datang.
Tidak sekadar gerobak dan tenda, angkringan ini dikelilingi bangunan yang mirip gubuk dari kayu dan anyaman bambu. Letaknya persis di tepi Jalan Asmorondono, Manukan, Condongcatur.
Satu hal yang membuat saya tertarik untuk menepi yakni tulisan “gorengan selalu hangat”. Benar saja, di sana berderet tempe, bakwan, tahu, dan pisang yang baru mentas dari wajan besar yang ada di samping gerobak.
Di sini, tersedia menu nasi kucing maupun nasi sayur menggunakan piring. Apa pun yang pelanggan butuhkan Kang Nur siap menyediakan selama ia masih mampu dan ada bayarannya.
“Opo wae tak dodoli. Arep tuku sambele tok yo iso (Apa saja aku jualin. Mau beli sambalnya saja ya bisa),” ujarnya.
Para pelanggan yang datang di sini cukup beragam. Mulai dari pegawai yang menepi untuk istirahat, driver ojol, hingga bapak dan ibu warga sekitar.
Lagu Iwan Fals yang menggugah semangat
Ada satu ciri khas yang melekat pada angkringan ini. Beberapa kali saya mampir saat pagi hingga siang, pasti terdengar alunan lagu-lagu Iwan Fals dari sound sistem sederhana.
Di dinding juga terpasang kaos-kaos bertuliskan lirik lagu Iwan Fals yang sudah usang. Tampak kekecilan untuk ukuran badan sang pemilik angkringan yang sudah sedikit membesar.
Langkahmu cepat seperti terburu
Berlomba dengan waktu
Apa yang kau cari belumkah kau dapati?
Di angkuh gedung-gedung tinggi
Saat lagu “Berkacalah Jakarta” mengalun, kepala Kang Nur melenggang ke kiri dan ke kanan menikmati alunan nada. Mulutnya turut berkomat-kamit menyanyikan liriknya.
“Sejak kapan suka Iwan Fals, Kang?” tanya saya pada Minggu (6/8/2023) sore saat kami akhirnya berkesempatan berbincang panjang.
Kang Nur bercerita panjang lebar. Ia mengaku begitu menggemari musisi legendaris satu ini sejak awal 2000-an.
“Dulu di TV, setelah isya itu ada programnya Iwan Fals nyanyi. Di stasiun apa ya, lupa. Intinya sejak saat itu saya suka,” katanya.
Lagu pertama yang langsung bikin Kang Nur jatuh cinta adalah “Wakil Rakyat”. Entah kenapa, ia mengaku lagu itu mewakili dirinya, sebagai orang kecil yang saat itu jatuh bangun mencari nafkah di jalanan.
Baginya, tipe karya Iwan tidak membosankan. Liriknya pun mudah dihafal. “Ora koyo Slank. Aku ora seneng Slank (Nggak kayak Slank. Aku nggak suka Slank),” celetuknya.
Kaos-kaos yang terpajang di dinding ia beli saat menghadiri konser. Terakhir, ia menonton Iwan Fals saat manggung di Stadion Kridosono pada 2013 silam.
Kalau tiketnya masih terjangkau, katakanlah di bawah Rp50 ribu, ia mengaku pasti menutup sejenak usahanya. Tapi kalau konsernya mahal dengan tiket ratusan ribu Kang Nur memilih menikmatinya dari MP3 saja.
“Kalau uang segitu mending buat jajanin orang tua. Urusan ngefans kesenanganku sendiri,” jelasnya tertawa.
Iwan Fals, selawatan, dan pengajian
Ia selalu takjub, bagaimana para penonton konser berjingkrak saat lagu seperti “Bento” dinyanyikan. Namun, tiba-tiba hening hingga sesekali ada isak tangis saat Iwan Fals mulai menyanyikan lagu “Ibu”.
Lagu-lagu musisi kelahiran 1961 itu berhasil menghidupkan gairah dalam diri Kang Nur. Sampai-sampai ia buat jadwal putar musik yang spesifik.
Setiap pagi ketika baru bukan jam 7 ia memutar selawat. Berlanjut jam delapan hingga jam lima sore, ia putar full lagu-lagu sang musisi idola. Jelang magrib sampai isya ia ganti pengajian dari pendakwah-pendakwah NU.
“Habis isya sampai tutup jam 11 malam Iwan Fals lagi. Kecuali ada pelanggan yang merecoki suruh ganti dangdut,” kelakarnya.
“Kalau nggak muter musik itu hati rasanya sepi nyenyet,” imbuhnya.
Saking ngefansnya dengan bapak dari almarhum Galang Rambu Anarki, spanduk-spanduk angkringan di sekitar gubug ia cantumkan logo Orang Indonesia (OI), komunitas penggemar sang musisi.
Ia mengaku, sejak membuka warung ini pada 2014 silam sudah ada berulang kali orang berfoto di depan tulisan “OI Selalu Happy” yang ia pasang. Bahkan beberapa kali mereka bertukar nomor lantaran solidaritas sesama OI.
“Jadi saat buka angkringan sendiri ini, biar ada seninya karena saya OI, tak pasang-pasangin hal berbau Iwan Fals,” terangnya.