Ibunya selalu memastikan agar peralatan makannya pulang dengan keadaan utuh. Alias tidak boleh hilang. Kalau hilang bisa berabe. Ibunya akan muntab jika tahu Ines tidak membawa peralatan makanannya secara utuh.
“Waktu botol Tupperware ku hilang, emakku langsung marah di rumah. Ngomel-ngome pas aku pulang sekolah,” ucap Ines, Minggu (13/4/2025).
“Seminggu kemudian, ada orang yang mengembalikan botolku diam-diam. Tiba-tiba saja ada di tasku,” lanjutnya.
Dengan bangganya, Ines menunjukkan botol tersebut ke ibunya. Alih-alih, mendapat pujian karena berhasil menemukan botol yang hilang, ibunya malah semakin mengerutkan dahi. Ibunya bilang kalau botol itu bukan miliknya.
“Botolnya sama. Warnanya mirip, tapi hijaunya beda. Ibuku akhirnya cuman bilang ‘yaweslah nggak popo, pokok e Tupperware’,” tutur Ines.
Mereka yang punya “trauma”
Namun, tak semua orang bisa memiliki Tupperware sejak kecil. Mempunyai peralatan makan dengan merk tersebut adalah mimpi bagi Andrea (23). Sejak SD sampai SMA, Andrea hanya bisa mengagumi tas jinjing berisi tempat makan dengan label Tupperware milik temannya.
Tak hanya dari segi merk, dari seriesnya saja Tupperware seolah punya kasta. Bentuk, fungsi, dan ukurannya pun menentukan harga. Minimal, di zaman Andrea SD saat itu harganya sudah Rp50 ribu ke atas. Jika berbicara soal kualitas produk, emak-emak pun tak bisa mengelak.
Tupperware memang merancang produknya untuk menginspirasi gaya hidup yang sehat, praktis, dan modern. Itu juga yang menjadi alasan Atik (47) menyukai produk tersebut. Maka, ketika barang tersebut hilang, getunnya bukan main.
“Barangnya awet dipakai, warnanya juga cerah, selain itu harganya pun nyata. Nah kalau hilang pasti nyesal seumur-umur,” tutur Atik, Minggu (13/4/2025).
Sementara, Andrea yang tinggal dengan kondisi ekonomi keluarga pas-pasan, hanya bisa memakai tempat makan plastik yang harganya jauh lebih murah. Yah, setidaknya saat itu ia masih beruntung karena bisa membawa bekal. Kadang-kadang kalau tidak dibawakan bekal, ia hanya membeli nasi bungkus di kantin.
“Aku baru punya Tupperware waktu kuliah, karena harganya mahal. Itupun dapat dari kampus,” ucap Andrea.
Pengalaman Ines dan Andrea juga dialami oleh pelanggan lainnya. Beberapa kolom komentar di akun Instagram Tupperware juga dibanjiri pengalaman serupa. Nazwa, salah satu warga net yang meninggalkan komentar di postingan Instagram Tupperware berterima kasih berkat produk asal Amerika Serikat tersebut.
“Makasih ya sudah jadi trauma masa kecil,” kelakar Nazwa.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Tupperware Pernah Membuat Emak-emak Merasa Jadi Sosialita Berkat Arisan hingga Pesta atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












