Sejak Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur soal efisiensi anggaran, sejumlah kementerian dan lembaga di bawahnya telah melakukan penyesuaian. Mereka mulai menghemat anggaran yang berimbas pada kekacauan di banyak sektor.
Salah satu ASN di sebuah kantor dinas di Jogja yang meminta namanya disamarkan menjadi Dani, menceritakan imbas dari kebijakan tersebut. Ia mengaku bahwa sejumlah layanan di kantornya, seperti langganan WiFi dan Zoom, tak diperpanjang lagi.
Dampaknya, sejak Senin (3/2/2035), para pegawai pun kelabakan karena harus mengubah 180 derajat pola kerja mereka.
“Senin kemarin hectic banget. Sekaliber rapat dengan pusat pun kami kudu bikin room baru tiap setengah jam karena Zoom nggak premium lagi,” ujar Dani, saat menceritakan kejadian tersebut kepada Mojok, Jumat (7/2/2025) siang.
Dani bercerita sambil geleng-geleng seolah tak percaya. Sebab, setelah bertahun-tahun bekerja di dinas tersebut, kejadian “ganjil dan lucu” seperti ini baru pertama ia alami.
“Lucunya lagi kami rapat Zoom di kantor pakai data pribadi masing-masing, karena WiFi mati, nggak diperpanjang buat penghematan anggaran,” imbuhnya.
Beberapa pegawai mulai dipecat
Dani bercerita, kabar soal kantor dinasnya yang akan mulai berhemat sebenarnya sudah diumumkan sejak hari Sabtu. Melalui grup Whatsapp, atasannya mengabarkan bahwa kantornya bakal melakukan efisiensi anggaran sampai 50 persen.
Katanya, mengulang instruksi atasan di grup Whatsapp, anggaran bakal diprioritaskan untuk operasional UPT. Namun, ia tak menyangka dampaknya bakal sejauh ini.
“Kami udah dilarang pakai lift. AC dan listrik beberapa ruangan juga dimatikan, padahal ada orang kerja di sana,” ungkap Dani.
Di Twitter, Mojok juga menjumpai banyak curhatan-curhatan ASN kementerian yang mengeluhkan soal dampak dari efisiensi anggaran ini.
Beberapa yang Mojok hubungi mengaku, misalnya, imbauan bekerja di kantor cuma dua jam, sisanya WFA (work from anywhere); wajib membawa air minum sendiri karena kantor tak menyediakan galon lagi, sampai pengurangan pegawai (baca: pemecatan) pekerja honorer dan kontrak, termasuk satpam.
Dani sendiri mengaku di kantornya belum ada kabar lebih lanjut soal teknis penghematan bakal seperti apa lagi. Namun, dalam sepekan ke depan, kantornya menyebut bakal terus melakukan penyesuaian.
“Kalau WFA sampai ada pegawai yang dipecat belum ada, sih. Cuma arahnya mungkin memang bakal ke situ.”
Mojok juga mendapatkan cerita dari salah satu pekerja media plat merah di Jogja. Kantornya baru saja merumahkan banyak pegawai, terutama kontrak dan honorer, imbas dari kebijakan efisiensi anggaran.
Salah satu jurnalis media tersebut juga mengaku bahwa kemungkinan bakal ada beberapa program yang batal tayang karena kantornya melakukan penghematan.
Proyek jalan di Sleman dibatalkan imbas efisiensi anggaran
Tak cuma dirasakan pegawai pemerintahan, kebijakan efisiensi anggaran ini juga berdampak pada proyek-proyek infrastruktur di Jogja yang terpaksa harus dipangkas.
Pemkab Sleman sendiri telah mengonfirmasi, enam proyek peningkatan jalan dan jembatan yang semula direncanakan pada tahun 2025, terpaksa dibatalkan. Penyebabnya, tak lain dan tak bukan karena alokasi anggaran di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) terkena pemangkasan imbas dari kebijakan efisiensi anggaran.
Plt Bidang Bina Marga DPUPKP Kabupaten Sleman, Suwarsono, mengungkapkan ada tiga proyek peningkatan jembatan yang batal dikerjakan akibat pemotongan anggaran.
Ketiga proyek ini meliputi peningkatan Jembatan Tumut senilai Rp1,29 miliar, Jembatan Ganjuran Rp1,68 miliar, dan Jembatan Nyamplung Rp1,63 miliar.
Sementara tiga proyek peningkatan jalan di Kabupaten Sleman yang juga ikut dibatalkan akibat pemangkasan anggaran antara lain Mancasan Lor – Mancasan Kidul (Rp 2,98 miliar), jalan Karangkalasan – Salakan (Rp 4,5 miliar), dan peningkatan jalan Marangan – Nglengkong (Rp 5,9 miliar).
Kebijakan Prabowo perlu dievaluasi
Menurut Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, Agus Pramusinto, konsep efisiensi anggaran itu sebenarnya baik. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah yang aspek yang diefisiensi sudah tepat sasaran atau belum.
“Apakah semua perjalanan dinas itu selalu dianggap buruk, itu kan harus dievaluasi. Misalnya perjalanan dinas DPR ke luar negeri, itu kan besar sekali, kira-kira dievaluasi secara serius nggak?” kata Agus, Jumat (7/2/2025) pagi.
Agus pun mempertanyakan, apakah proses mengeluarkan inpres sendiri sudah dilakukan melalui diskusi bersama atau belum. Sebab, jika kebijakan ini dilaksanakan secara sembrono, dampaknya bisa sangat serius untuk banyak sektor.
“Saya pikir ini harus selektif dan proses pengambilan keputusan harus duduk bersama secara serius,” imbuhnya.
Agus juga menilai, kebijakan efisiensi anggaran ini diambil terlalu mendadak. Sehingga, beberapa kementerian/lembaga pun kaget, termasuk salah satunya Kementerian Pendidikan. Agus pun meminta agar kebijakan ini dievaluasi.
“Kalau ini dipangkas begitu saja ya dampaknya luar biasa,” ujarnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Menteri ESDM Bahlil Bikin Kebijakan Ngawur yang Mematikan Pedagang Kecil atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.