MOJOK.CO – Strategi zigzag dalam penetapan nomor urut bisa kerek keterwakilan perempuan di parlemen. Komitmen partai politik memainkan peran penting sebab pemberian nomor urut ada di tangan mereka.
Mantan anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari menyarankan partai politik (parpol) menerapkan strategi zigzag dalam penetapan nomor urutnya. Ini diperlukan untuk memenuhi keterwakilan perempuan. Asal tahu saja, undang-undang menyatakan minimal ada satu calon legislatif perempuan (caleg) di antara tiga kandidat.
“Kuncinya di partai politik. Kalau partai politiknya mempunyai komitmen tinggi, maka dia akan pakai strategi zigzag,” jelas Eva seperti dikutip dari Antaranews, Kamis (5/1/2023).
Apabila strategi ini diterapkan, besar kemungkinan caleg perempuan mendapatkan nomor-nomor awal seperti 2, 4, 6, dan seterusnya. Nomor awal menjadi penting mengingat caleg yang biasa terpilih menyandang nomor 1 hingga 3.
Puskapol UI sempat melakukan penelitian terkait hal ini pada 2019. Sebanyak 48 persen caleg terpilih perempuan berada di posisi nomor satu. Sementara itu, sebanyak 68 persen caleg terpilih laki-laki juga berada di nomor satu. Adapun caleg perempuan yang terpilih itu memang memiliki latar belakang aktivis politik, jumlahnya hingga 53 persen. Sementara sisanya memiliki afiliasi dengan kekerabatan politik seperti keluarga, dinasti, atau klan.
Eva mencermati, caleg perempuan sebenarnya selama ini mengalami kekerasan simbolik dengan ditempatkan di nomor-nomor belakang. Oleh karenanya tidak mengherankan jika keterwakilan perempuan di parlemen masih belum memenuhi kuota dari tahun ke tahun.
“Padahal parpol punya kesempatan untuk membuat terobosan,” kata Eva. Ia sungguh menyayangkan parpol yang seolah tidak memiliki komitmen dan strategi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan.
“Prospek perempuan kalau tidak ada sistem pemilu yang diubah, dan kemudian ada kebijakan zigzag, ya akan terus-menerus seperti ini,” imbuh dia.
Ia mencontohkan Amerika Latin dan Skandinavia yang berupaya meningkatkan representasi perempuan di politik dengan menerapkan strategi zigzag. Dua wilayah itu juga memberlakukan sistem pemilihan tertutup yang memberi ruang bagi pemenuhan kuota keterwakilan perempuan dalam parlemen.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Amanatia Junda
BACA JUGA Eva Kusuma Sundari Ungkap Alasan di Balik Tumpulnya Kebijakan Pro Perempuan