MOJOK.CO – Sejauh ini, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi satu-satunya bacapres yang belum mengumumkan cawapresnya. Pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, pun menyarankan agar Prabowo memilih pendamping dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Umam menyebut, ada beberapa alasan mengapa Prabowo harus menggandeng cawapres dari kalangan NU. Katanya, jika nantinya pendamping Prabowo bukan tokoh Nahdliyin, maka hal ini akan cukup merugikannya.
“Jika Prabowo tidak menggandeng tokoh Nahdliyin maka mesin pencapresannya akan cukup kerepotan untuk mengkonsolidasikan basis jaringan NU untuk berpihak padanya,” kata Umam, dikutip Kamis (19/10/2023).
Sejauh ini, Prabowo memang kerap dikaitkan dengan beberapa tokoh NU sebagai cawapresnya. Seperti Khofifah Indar Parawansa, yang merupakan Gubernur Jawa Timur, dan Menteri BUMN Erick Thohir yang merupakan anggota Banser jalur “naturalisasi”.
Namun, belakangan nama Wali Kota Solo yang juga putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, jadi kandidat paling potensial. Terlebih setelah adanya putusan MK soal usia capres-cawapres pada Senin (16/10/2023) lalu.
Capres lain sudah gandeng NU
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) itu menambahkan, ada alasan lain mengapa Prabowo harus menggandeng NU. Salah satunya, karena dua capres lain sudah mendeklarasikan tokoh Nahdliyin sebagai pasangan mereka.
Akhir Agustus lalu, bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan mengumumkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai wakilnya. Cak Imin, seperti yang kita tahu, adalah tokoh terpandang di kalangan NU.
Sementara Rabu (18/10/2023) kemarin, bacapres PDIP Ganjar Pranowo menggaet Menko Polhukam Mahfud MD sebagai cawapresnya. Meski kini Mahfud tak menempati jabatan struktural di NU, ia punya massa yang besar di kalangan Nahdliyin.
Bagi Umam, fenomena di tadi sudah cukup untuk bikin basis suara nahdliyin menjadi terbelah.
“Jika pasangan Koalisi Perubahan dan Koalisi PDIP meletakkan variabel NU dalam penentuan bakal cawapres mereka, maka Koalisi Indonesia Maju (KIM) juga harus benar-benar mempertimbangkan ulang skema bakal cawapresnya,” jelas Umam.Â
Ceruk suara nahdliyin sangat berpengaruh
Suara orang-orang NU memang selalu menjadi “komoditas” bagi kandidat capres-cawapres yang bertarung dalam pemilu. Bagaimana tidak, secara persentase, mereka mewakili 50 persen total suara pemilih tiap pemilu.
Bahkan, jika dihitung sejak Pemilu 2004, jumlah jamaah NU naik secara signifikan pada 2023 ini. Menurut perhitungan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, total kenaikannya mencapai 27 persen.Â
Dengan demikian, Umam pun berharap para capres, termasuk Prabowo, benar-benar memperhitungkan variabel NU sebagai representasi Islam moderat sebagai basis dukungan mereka.
“Khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai penentu kemenangan Pilpres 2024 mendatang,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kemungkinan Prabowo Gandeng Yenny Wahid, Pakar UGM: Unggul Suara NU di Jatim
Cek berita dan artikel lainnya di Google News