MOJOK- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku terbuka menerima bakal calon legislatif (bacaleg) dari berbagai latar belakang. Selain menerima bacaleg non-kader, nyatanya selama ini banyak juga, kok, caleg-caleg PKS yang merupakan non-muslim. Bukti PKS makin inklusif?
Baru-baru ini, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS menyebut sangat terbuka menerima bacaleg yang punya latar belakang non-kader partai. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Sekretaris DPW PKS Jateng Arifin Mustofa, pekan lalu.
“Kesempatan ini masih dibuka. Ini untuk menunjukkan PKS sebagai partai terbuka. Caleg tidak berasal dari internal partai tetapi juga luar,” kata dia, dikutip dari laman resmi pks.id, Selasa (31/1/2023).
Dalam kesempatan itu, Arifin juga menyampaikan bahwa menyongsong Pemilu 2024, PKS Jateng menarget 18 kursi di DPRD Provinsi, naik 15 persen dari hasil Pemilu 2019. Kenaikan target ini selaras dengan penambahan dapil di Jateng, dari 13 menjadi 15.
“Kami berupaya mencapai target, yakni 18 kursi di DPRD Provinsi,” kata Arifin Mustofa, dikutip Selasa (31/1/2023).
Guna merealisasikan target itu, kata Arifin, pihaknya akan terbuka menerima pendaftar bacaleg PKS dari beragam latar belakang. Selain, non-kader, ia juga mengaku bahwa beberapa pendaftar juga non-muslim.
Misalnya, beberapa waktu lalu di Magelang ada tokoh perempuan yang mendaftar untuk diusung jadi bakal calon legislatif. Tokoh ini tidak berjilbab, dan kata Arifin, PKS tidak mempermasalahkan sebab jilbab sebagai pilihan pribadi.
“Kami membuktikan bahwa PKS milik publik atau masyarakat,” kata dia.
Klaim junjung pluralitas
Inklusivitas dan pluralitas dalam tubuh PKS memang sejatinya bukan barang baru. Eks Ketua Dewan Syuro PKS Hilmi Aminuddin (2003-2015), bahkan pernah menegaskan bahwa inklusivitas dan pluralitas adalah nafas PKS, yang dibangun sebagai bagian dari konsekuensi pelaksanaan ajaran Islam.
Ia mengakui, memang sebelumnya PKS bersikap eksklusif, karena parpol baru sedang membentuk identitas diri. Dalam pembentukan identitas diri, kata Hilmi, dibutuhkan proteksi. Namun, setelah kader tersebar, PKS mulai membuka diri pada yang lain.
Menurut Hilmi, sikap inklusif dan plural PKS sebenarnya telah dideklarasikan sejak Mukernas PKS di Bali tahun 2008 lalu. Adapun, hubungan PKS dengan etnis atau agama di luar Islam, kata Hilmi, telah dimulai sejak PKS bernama Partai Keadilan.
“Ketika kita menawarkan ke non-muslim kita tidak menawarkan Islam, tapi menawarkan kebersamaan,” ujar Hilmi kala itu.
Tahun lalu, PKS secara terbuka juga menyatakan membuka kesempatan bagi masyarakat non-muslim yang ingin menjadi calon legislatif dari partai tersebut untuk Pemilu 2024. Khususnya, untuk wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya non-muslim, seperti Indonesia Timur.
Pernah ada pendeta jadi caleg PKS
Bukti lain dari sikap terbuka PKS adalah pada Pemilu 2014 lalu ternyata ada beberapa caleg yang berlatarbelakang pendeta. Ini sebagian besar terdapat di dapil-dapil Indonesia Timur.
Sebagaimana disebutkan eks Sekretariat Jendral PKS saat itu, Taufik Ridho (2013-2016), para calon anggota dewan ini bertarung di dapil Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Papua.
Kata Ridho, pencalonan ini memang sesuai kebutuhan partai. Adapun, para pendeta di Sulawesi menjadi caleg untuk DPRD provinsi atau kabupaten/kota setempat. Sementara di Papua, caleg non-muslim bertarung untuk kursi DPR.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda
BACA JUGA Kita Punya Dua Pilihan, Memandang PKS Secara Objektif atau Menjadi Eko Kuntadhi