MOJOK.CO – Penting untuk melibatkan difabel sebagai penyelenggara pemilu. Keterwakilan difabel bisa membantu pemilih difabel lain untuk mendapatkan hak-haknya dalam pemilu.
Aktivis hak-hak penyandang disabilitas Sunarman mengatakan, difabel berhak terlibat dalam proses penyelenggaraan pemilu. Di samping itu, mereka memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih.
Menurut pengamatan Sunarman, sebenarnya ada banyak difabel yang bisa dikerahkan sebagai penyelenggara pemilu. Kurang lebih ada 150 komunitas difabel dari Aceh hingga Papua yang siap berkontribusi dalam rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah.
“Artinya bahwa ada 150 lebih komunitas disabilitas yang siap menjadi bagian dari proses-proses demokrasi, pesta demokrasi. Baik itu sebagai relawan pemantau, bahkan menjadi anggota TPS,” ujarnya pada diskusi “Sudah Saatnya Difabel Menjadi Warga Kelas Satu” di kantor DPP PKB, Kamis (19/1/2023), seperti dikutip dari Tribunnews.com. Ia juga menceritakan, beberapa teman-teman difabel menjadi relawan pemantau ataupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Sudah banyak sekali teman-teman difabel yang terlibat dalam penyelenggaraan pesta demokrasi. Ada yang bertanggung jawab untuk sosialisasi dan simulasi mengenai pemilu itu kepada teman-teman difabel berbasis komunitas,” ucap dia seperti dikutip dari Antaranews.com.
Sedikit gambaran, pada Pemilu 2019 Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, jumlah pemilih difabel di Indonesia mencapai 1,24 juta. Pemilih tunadaksa sebanyak 83.182 pemilih, tunanetra sebanyak 166.364 pemilih, dan tunarungu sebanyak 249.546 pemilih. Kemudian untuk pemilih dari tunagrahita ada 332.728 dan disabilitas yang masuk kategori lainnya sebanyak 415.910 pemilih.
Melihat kenyataan ini, Sunarman mendorong penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, untuk lebih melibatkan difabel. Apalagi, pemerintah sebenarnya sudah menjamin persamaan hak bagi warga negaranya di berbagai aspek kehidupan, termasuk politik. Difabel sebagai bagian dari warga negara juga dijamin haknya.
Pria yang selama lima tahun bergabung di Kantor Staf Presiden (KSP) itu mencermati, setidaknya masih ada tiga tantangan utama dalam memajukan hak penyandang disabilitas Indonesia:
- Hambatan sosial budaya yang mempengaruhi pola pikir terhadap kaum disabilitas
- Hambatan fisik dan geografis dalam pemberian pelayanan
- Ketidaktersediaan data tunggal yang komprehensif dan terpilah tentang penyandang disabilitas
Agar tantangan itu bisa diselesaikan, ia merasa perlu ada kemauan politik yang kuat dari pemangku kepentingan di tingkat pusat hingga daerah untuk mengatasinya.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Amanatia Junda
BACA JUGA Yuk, Kenali Apa Saja Hak-Hak Penyandang Disabilitas dalam Pemilu