MOJOK.CO – Awal 2022 lalu, remaja 14 tahun bernama Aeshnina menyurati Presiden Jokowi. Dalam surat tulisan tangan itu, poin yang ingin ia sampaikan sangat jelas: “Kurangi penggunaan sachet plastik di sekolah!”.
Gadis bernama lengkap Aeshnina Azzahra Aqilani ini menyebut, gerakan mengurangi sachet plastik bisa mulai dari lingkup sekolah. Ia mengusulkan, agar Presiden Jokowi mencanangkan gerakan “Sekolah Bebas Plastik & Kantin Sehat”, dengan menerapkan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Repurpose, Recycle).
“Setiap kantin sekolah harus menyediakan makanan sehat alami yang tidak dikemas plastik. Lalu melarang makanan minuman saset yang bergizi rendah dan mengandung bahan tambahan kimia yang membahayakan kesehatan anak,” tulisnya, dalam surat tertanggal 9 Februari 2022 itu, yang diunggah di Instagram @aeshnina.
Lebih lanjut, perempuan yang mempunyai nama panggilan Nina ini mengatakan bahwa setiap sekolah juga wajib menegakkan larangan plastik sekali pakai. Ini termasuk aturan yang mewajibkan semua warga sekolah untuk bisa memilah sampah sesuai jenisnya.
“Caranya dengan sekolah wajib menyediakan tempat pengumpulan sampah terpilah serta mengolah sampah organik menjadi kompos dan ekoenzim di lingkungan sekolah,” sambungnya.
Nina juga meminta agar pembakaran sampah di sekolah dilarang untuk melindungi anak dari menghirup udara beracun dan partikel mikroplastik yang membahayakan kesehatan.
“Membakar plastik melepaskan racun abadi dioksin pemicu kanker dan menurunkan kecerdasan anak,” jelasnya.
Sekilas, aktivisme lingkungan yang Aeshnina lakukan mengingatkan kita pada aktivis cilik asal Swedia, Greta Thunberg, meski dalam skala yang lebih kecil.
Bahkan, sebelum menyurati Presiden Jokowi, Nina juga sempat mengirim surat yang berisi kritik ke pemimpin negara-negara maju. Surat ini menggemparkan dan bikin namanya melambung di mata internasional.
Aeshnina Surati pemimpin dunia
Keprihatinan Aeshnina atas banyaknya sampah plastik yang mengancam lingkungan bukan tanpa alasan. Plastik, yang berbahan dasar zat kimia, dapat memicu kanker. Namun, di Indonesia jumlahnya terus mengalami kenaikan.
Atas dasar inilah, di usia 12 tahun pada 2019 lalu—tiga tahun sebelum menyurati Presiden Jokowi—Nina dengan berani menyurati sejumlah pemimpin negara-negara Barat, seperti Jerman, Australia, hingga Amerika Serikat. Surat ini pun langsung mendapat sorotan.
Dalam surat berbahas Inggris dengan tulisan tangan itu, Nina meminta negara-negara maju itu untuk lebih peduli pada lingkungan. Salah satunya dengan berhenti membuang sampah-sampah plastik mereka ke negara berkembang, seperti Indonesia.
“Ini surat untuk Tuan Presiden Trump, agar tidak mengekspor sampahnya lagi di Indonesia. Kenapa kita harus terkena dampak, seharusnya mereka mengurus sampah mereka sendiri,” tulis Nina kala itu.
Lantas, dari mana kepedulian Nina ini muncul? Ketika menghadiri temu wicara Kick Andy berjudul “Kaum Muda yang Bersuara” pada Maret 2022 lalu, Nina bercerita bahwa sejak kecil ia sudah akrab dengan isu lingkungan. Sang ayah, Prigi Arisandi, adalah pendiri komunitas Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton). Saat ini, Ecoton jadi rumah Nina dalam menyuarakan gagasannya.
“Yang Nina lakukan sehari-hari adalah meneliti mikroplastik di sungai dan air limbah. Nina dari kecil udah ikut sama mereka. Bahkan ikut demo ikan mati waktu saat masih TK,” kata gadis kelahiran Sidoarjo, 17 Mei 2007 ini.
Tak berhenti di Ecoton, ia menginisiasi pendirian River Warrior sebagai wadah untuk terus mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai. Komunitas ini memiliki visi untuk membebaskan sungai dari pencemaran sampah plastik.
“Kita mencegah agar masyarakat buang sampah ke sungai jadi kita edukasi lewat media sosial, ke sekolah-sekolah, dan menjelaskan ke ibu-ibu pakai poster,” jelasnya.
Dari Amsterdam ke Glasgow
Aktivisme Nina menarik perhatian global. Pada 6 November 2021 lalu, ia mendapatkan undangan sebagai pembicara termuda dalam forum Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam, Belanda. Usianya baru 13 tahun saat itu dan hadir sebagai perwakilan dari Ecoton.
Kepada Detik, Nina menceritakan pengalaman tak terlupakan tersebut. Di hadapan para delegasi negara-negara di dunia, Nina mengungkapkan fakta tentang banyaknya sampah yang negara maju buang ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Kebanyakan warga Belanda bahkan baru tahu kalau sampahnya dibuang ke negara berkembang. Jadi saya melihat audiens ada yang menangis, ada yang kaget, ada yang senang,” ungkap Nina.
Tak hanya ke Belanda. Pada 28 Oktober 2022 lalu, Nina juga menghadiri forum United Nations Climate Change Conference (COP26) atau Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa Ke-26 di Glasgow, Skotlandia.
Di hadapan para delegasi, Nina dan rombongan menyuarakan aksi protes penolakan kemasan saset bersama break free from plastic dan Zero Waste Asia di zona biru.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda