MOJOK.CO – Kepedulian masyarakat Indonesia atas isu politik masih tergolong rendah di ASEAN. Banyak yang menganggap bahwa politik tidaklah penting. Bahkan, kepercayaan publik Indonesia terhadap parpol paling rendah dibandingkan lembaga lain seperti TNI dan KPK.
Kepedulian masyarakat Indonesia terhadap politik masih terkesan rendah di ASEAN. Berdasarkan data yang dipaparkan World Values Survey (WVS), hanya 19 persen masyarakat Indonesia yang menganggap politik penting. Bahkan, warga yang berpandangan politik memiliki manfaat hanya 25 persen.
Lebih lanjut, lembaga riset yang berbasis di Austria itu juga melaporkan, hampir setengah total responden atau 41,3 persen menganggap politik tidak penting. Sementara 12,8 persen menilai politik sangat tidak penting.
Dalam survei yang dilakukan sepanjang 2017-2022 ini, WVS juga menemukan bahwa 49,5 persen masyarakat Indonesia tidak pernah mendiskusikan isu-isu politik dalam obrolan mereka.
Adapun, untuk negara ASEAN, rakyat Filipina merupakan warga yang paling peduli politik. Total ada 39 persen responden yang menjawab bahwa politik sangat penting bagi kehidupan mereka.
Temuan ini cukup mengejutkan, mengingat di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar. Rata-rata 50 juta lebih masyarakat berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut.
Lantas, apa yang bikin kepedulian masyarakat Indonesia terhadap politik begitu rendah?
Tidak percaya elite politik
Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Najmuddin M. Rasul, perubahan peta komunikasi politik bangsa Indonesia di era transisi otoritarian ke demokrasi secara tidak langsung menjadi bahan bakar apatisme politik ini. Menurutnya, perubahan itu ditandai dengan perubahan pola penggunaan media dari media massa (mainstream) ke media sosial, serta perubahan norma.
Dalam bukunya yang berjudul Tren Perubahan Partisipasi Politik Generasi Milenial di Era Transisi ke Demokrasi (2019), gelombang ketiga komunikasi telah memengaruhi gaya hidup generasi muda.
Tidak hanya menyokong generasi muda mendapatkan informasi dan pengetahuan yang diperlukan dengan cepat, kemajuan teknologi informasi juga berpengaruh signifikan terhadap perubahan perilaku politik generasi muda.
Makin banyaknya paparan pemberitaan mengenai gosip dan kontroversi elite politik secara cepat dan masif, makin memantapkan stigma bahwa politik itu kotor. Alhasil, generasi milenial pada akhirnya cenderung tidak peduli dengan politik.
”Mereka tidak peduli karena mereka tidak percaya dengan elite, aktor, atau partai politik. Mereka juga tidak percaya dengan penyelenggara dan sistem politik,” kata Najmuddin.
Kepercayaan atas parpol rendah
Temuan Najmuddin diafirmasi oleh sejumlah survei. Laporan Indikator Politik Indonesia pertengahan tahun 2022 lalu, misalnya, yang menemukan bahwa kepercayaan masyarakat atas parpol sangat rendah. Kepercayaan ini bahkan paling rendah jika dibandingkan instansi lainnya.
Dari total 1.200 responden, hanya 56,6 persen yang punya kepercayaan atas parpol. Angka ini tertinggal jauh dengan institusi yang paling dipercaya, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 93,3 persen.
Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus diterpa isu miring sejak akhir 2019 masih punya nilai yang lebih tinggi, yakni 73,2 persen. Sementara dua lembaga parlemen, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), masih-masih dinilai di angka 60-an persen.
Hasil tersebut setali tiga uang dengan The Indonesia Institute (TII) yang dirilis akhir Desember 2022. Dalam laporannya, TII menemukan bahwa 91,49 persen anak muda tidak mau masuk partai politik.
Dalam Diskusi Ruang Publik #17 bertajuk “Unpacking Persepsi dan Partisipasi Anak Muda Jelang Pemilu 2024”, Direktur Eksekutif TII Adinda Teriangke menyebut hanya ada 8,51 persen anak muda yang ingin gabung parpol.
Bahkan, dari presentase tersebut, mayoritas lebih memilih menjadi anggota biasa (5,32 persen. Sementara 3,19 persen lainnya ingin bekerja aktif di parpol.
“Meski kecil tapi ada harapan bahwa anak muda masih ada yang memandang parpol menjadi media untuk mereka memperjuangkan kepentingan,” ujar Adinda.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda