MOJOK.CO – Menko Polhukam Mahfud MD berpendapat bahwa sebenarnya politik identitas itu tidak dilarang. Namun, syaratnya, praktik tersebut harus dipakai untuk bersatu, bukan menjatuhkan satu sama lain.
“Kita boleh gunakan identitas diri sebagai semangat bersatu, berbagi peran untuk membangun Indonesia berdasarkan identitas masing-masing,” ujar Mahfud, Selasa (28/2/2023) kemarin.
Pernyataan ini muncul sebagai respons atas perkataan Ketum Partai Ummat Muhammad Ridho, yang menyebut bahwa parpolnya akan menggunakan strategi politik identitas pada Pemilu 2024 nanti.
Menurut Ridho, tak ada salahnya parpolnya melakukan kampanye di tempat-tempat peribadahan seperti masjid.
Lebih lanjut, menurut Mahfud politik identitas sebenarnya memang tidak masalah selama konteksnya tidak menyerang habis orang lain. Bahkan, kata dia, masjid boleh dijadikan tempat untuk ceramah politik, asalkan memberi inspirasi positif.
“Kita kurangi ya, soal politik identitas. Politik identitas itu artinya bukan menghilangkan identitas politik, bahwa Anda orang Jawa itu identitas politik, bahwa Anda orang Islam itu identitas politik,” tegasnya.
Bahkan, ia juga menegaskan, bahwa politik identitas juga tidak perlu dihilangkan karena setiap warga negara sudah erat dengan identitasnya masing-masing misalnya seperti ras, suku, dan agama. Sehingga, identitas setiap warga itu hanya perlu dipakai untuk berpolitik dalam membangun bangsa.
“Berbagi peran untuk membangun Indonesia berdasar identitas masing-masing,” lanjut Mahfud.
Terkait niat Partai Ummat yang ingin melangsungkan ceramah politik di masjid-masjid, menteri asal Madura ini menuturkan bahwa dirinya sama sekali tak akan melarang.
“[Isi ceramah politik] harus soal menegakkan keadilan, tegakkan hukum, berantas korupsi, itu politik inspiratif. Tapi kalau si A jangan dipilih, si B boleh dipilih, itu tak boleh di masjid,” kata Mahfud mengingatkan.
Dulu, sangat mengecam politik identitas
Pernyataan Mahfud baru-baru ini sebenarnya berbanding terbalik dengan sikapnya dulu, saat ia belum menjadi menteri. Pada 2019 lalu, kepada Tempo Mahfud pernah menegaskan bahwa dirinya mengutuk perilaku-perilaku politik identitas karena hanya bakal menimbulkan perpecahan.
“Saat ini gejala perpecahan bangsa makin terasa karena politik identitas semakin kental,” kata Mahfud saat itu.
Menurut Mahfud, identitas nasional Indonesia sebagai bangsa yang beragam telah dipaksa pecah menjadi sub-sub identitas yang sifatnya saling menyerang.
Hal yang kerap dimainkan aktor politik identitas, kata dia, adalah politik dalam bungkus agama. Alhasil, masyarakat muslim yang notabene mayoritas pun jadi terbelah.
Misalnya, saling tuding siapa yang “Islamnya lebih benar”, atau si A menuding si B bukan Islam dan juga sebaliknya.
“Gejala perpecahan ini semakin diprovokasi dan disiram dengan berita hoax, perpaduan ini yang memengaruhi persepsi dan perilaku masyarakat, ini yang berbahaya,” kata Mahfud.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda