MOJOK.CO – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menerbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) 88/2023 tentang panduan bagi pengusaha, pekerja/buruh, instansi pemerintah, dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanganan seksual di tempat kerja. Keputusan ini menjadi angin segar terhadap banyaknya kasus kekerasan seksual di tempat kerja.
Survei dari International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Ketenagakerjaan Internasional mencatat, kekerasan dan pelecehan di dunia kerja pada 2022 mencapai 70,93 persen dari total 1.173 responden. Sebanyak 69,356 persen di antaranya merupakan korban yang mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan dan pelecehan.
Kondisi di Indonesia tidak lebih baik. Komnas Perempuan pada 2021 mencatat, ada 389 kasus kekerasan seksual di tempat kerja dengan korban sebanyak 411 korban. Di 2022, terdapat 324 kasus dan 384 korban. Sementara itu, hingga Mei 2023 terdapat 123 kasus dan 135 korban.
Hadirnya keputusan menteri ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam pencegahan, penanganan, dan perlindungan segala bentuk kekerasan seksual di tempat kerja. Ruang lingkup keputusan ini meliputi hal-hal terkait kekerasan seksual di tempat kerja, upaya-upaya pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja, pengaduan penanganan, dan pemulihan korban pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja, serta pembentukan, fungsi, dan tugas Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat kerja.
Adapun sembilan bentuk kekerasan seksual yang termasuk dalam keputusan itu sama dengan yang tertuang UU 12/2022 atau UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Kekerasan yang dimaksud adalah adalah pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Sanksi bagi pelaku
Pengusaha dapat memberikan sanksi kepada pihak yang diadukan. Beberapa sanksi yang bisa keluar di antaranya surat peringatan tertulis. Lalu, Pemindahan atau penugasan ke divisi/bagian/unit kerja lain, mengurangi atau bahkan menghapus sebagian atau keseluruhan dari kewenangan di perusahaan pemberhentian sememntara, dan pemutusan hubungan kerja.
Sanksi ini berdasakan bentuk kekerasan seksual yang pihak teradu lakukan dan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama.
Apabila sanksi dari perusahaan sudah ada untuk pelaku, korban tetap memiliki hak untuk mengadukan tindakan kekerasan seksual itu kepada pihak kepolisian. Pelaku tetap bisa kena sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Lalu, siapa saja yang dapat melaporkan? korban, keluarga korban, rekan kerja korban, dan/atau pihak terkait lainnya.
Oleh karena itu, perusahaan wajib membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja (Satuan Tugas/Satgas). Satgas ini berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perusahaan.
Pemulihan bagi korban
Korban kekerasan seksual berpotensi mendapat tindakan pembalasan, apalagi kalau pihak terlapor adalah atasan korban. Oleh karena itu perusahaan bertanggung jawab memastikan korban tidak mendapat tindakan balasan, mengawasi kondisi dan lingkungan kerja, menjamin korban tidak menderita kerugian akibat kekerasan seksual di tempat kerja.
Perusahaan juga mengambil tindakan pemulihan seperti memberikan hak cuti sakit atau cuti tahunan untuk proses penanganan kekerasan seksual. Lalu, mempertimbangkan memberi cuti sakit tambahan, menghapus penilaian negatif dalam catatan kepegawaian, memperkerjakan kembali korban apabila bersangkutan berhenti kerja secara tidak benar.
Perusahaan juga perlu melihat kembali keputusan terkait hubungan kerja yang merugikan korban dan/atau pihak yang mengajukan untuk memastikan bahwa pelaku atau keputusan tersebut tidak berdasarkan sebagai tindakan pembalasan. Di sisi lain memberi ganti rugi biaya pengobatan.
Penulis: Kenia Intan
Editor: