Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kotak Suara

Alasan Pemilih Menjual Suaranya dalam Pemilu Menurut Psikologi

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
14 Oktober 2023
A A
Alasan Pemilih Menjual Suaranya dalam Pemilu Menurut Psikologi MOJOK.CO

Ilustrasi Alasan Pemilih Menjual Suaranya dalam Pemilu Menurut Psikologi. (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tiap menjelang pemilu, fenomena politik uang dengan menjual suara selalu menjadi bahan pembicaraan yang hangat. Bahkan, 2019 lalu Indonesia mendapat predikat sebagai negara dengan politik uang tertinggi ketiga, hanya kalah dari Uganda dan Benin.

Sayangnya, penelitian terkait politik uang hanya berfokus pada perilaku vote-buying, alias aksi politisi yang menebar janji sambil bagi-bagi duit.

Masih sangat sedikit studi yang membahas mengenai fenomena politik uang dari sudut pandang masyarakat yang menerimanya alias vote-seller. Padahal, baik politisi yang bagi-bagi duit maupun masyarakat yang menerimanya adalah aktor dalam pusaran money politic.

Lantas, kira-kira apa yang bikin masyarakat mau menerima uang dari politisi, atau bahasa kekiniannya: “menjual suara mereka?”. Berikut beberapa alasannya menurut psikologi.

Menormalisasi klientelisme

Ada temuan menarik yang oleh ilmuwan politik Burhanuddin Muhtadi tulis dalam bukunya yang berjudul Kuasa Uang: Politik Uang dalam Pemilu Pasca-Orde Baru (2020).

Melansir laporan The Conversation, dalam bukunya tersebut Muhtadi menyebut bahwa pendapatan, status sosial-ekonomi, dan tingkat pendidikan, ternyata tidak berpengaruh secara signifikan dalam mendorong seseorang untuk terlibat dalam transaksi klientelisme.

Pendeknya, klientelisme merupakan tindakan pertukaran sumberdaya materiil maupun non materiil antara kandidat dan pemilih. Biasanya, kandidat memberi duit atau janji lain, kemudian pemilih memberikan dukungan mereka.

Kata Muhtadi, klientelisme muncul karena adanya normalisasi terhadap praktik tersebut. Karena klientelisme dianggap wajar, maka masyarakat pun menjadi permisif atas praktik culas ini.

Bahkan, lanjut Muhtadi, masih banyak komunitas masyarakat yang memandang tindakan klientelisme, yang berujung pada politik uang, sebagai gestur kebaikan hati ataupun kealiman. Misal, menganggap pemberian politisi sebagai sedekah alih-alih sogok-menyogok.

Pada akhirnya, melihat politik uang pun malah sebagai suatu tindakan yang luhur. Sehingga mereka malah mendukungnya.

Menjual suara karena bias rabun jauh

Selain adanya normalisasi, faktor lain yang bisa mempengaruhi pemilih untuk menerima uang dari seorang kandidat adalah apa yang ilmu psikologi sosial definisikan sebagai present bias alias “bias rabun jauh” (present bias).

Bias rabun jauh adalah “kecenderungan alami manusia untuk lebih memilih hadiah (reward) yang bisa mereka dapatkan saat ini. Walaupun nilainya kecil, ketimbang hadiah yang lebih besar tapi hanya bisa diperoleh di masa depan.”

Contoh sederhananya, nih: kecenderungan manusia yang lebih senang membelanjakan gaji yang baru saja mereka terima untuk membeli HP. Ketimbang menabung untuk keperluan masa depan. Dalam logika present bias, manusia memilih hal tersebut karena “hadiah” dari menabung baru bisa dinikmati nanti, bukan saat ini atau secepatnya.

Dalam politik, bias rabun jauh bikin pemilih tergiur untuk menerima uang yang bisa mereka dapat langsung dari politisi saat pemilu–meskipun tidak seberapa. Ketimbang mereka memikirkan, misalnya, dampak buruk di kemudian hari dari uang yang ia terima.

Iklan

Pada akhirnya, bias ini pulalah yang memungkinkan masyarakat menderita “rabun jauh dalam politik”. Kondisi yang menyebabkan mereka gagal melihat lebih jauh ke depan dan cenderung mengambil keputusan politik dengan pola pikir jangka pendek.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Daftar Provinsi Paling Rawan Politik Uang: Jabar Tinggi, Jateng dan Jatim Rendah

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Terakhir diperbarui pada 14 Oktober 2023 oleh

Tags: jual suaramoney politikPemilu 2024politik uang
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, KKN Undip.MOJOK.CO
Kampus

Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, Semua Urusan Jadi Mudah Meski Suasana Bikin Tak Betah

14 Juli 2024
Komeng: Olok-Olok Rakyat Biasa untuk Menertawakan Politik MOJOK.CO
Esai

Komeng Adalah Bentuk Olok-Olok Paling Menohok yang Mewakili Lapisan Masyarakat Biasa untuk Menertawakan Politik

19 Februari 2024
bayi prabowo gibran di sumatera selatan.MOJOK.CO
Ragam

Kisah Bidan yang Membantu Persalinan Bayi Bernama Prabowo Gibran di Sumatera Selatan

16 Februari 2024
Cerita Ibu Rumah Tangga di Semarang Dapat Serangan Fajar 4 Parpol, tapi Tetap Golput karena Bukan DPT.mojok.co
Ragam

Cerita Ibu Rumah Tangga di Semarang Dapat Serangan Fajar 4 Parpol, tapi Tetap Golput karena Bukan DPT

15 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sarjana nganggur digosipin saudara. MOJOK.CO

Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

22 Desember 2025
Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan MOJOK

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

21 Desember 2025
Anugerah Wanita Puspakarya 2025, penghargaan untuk perempuan hebat dan inspiratif Kota Semarang MOJOK.CO

10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua

23 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

25 Desember 2025
Olahraga panahan di MLARC Kudus. MOJOK.CO

Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan

23 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.