[MOJOK.CO] “Salah satu inovasi smartphone yang menarik bagi pengguna gajet adalah tawaran fitur yang bisa nge-charge hape lain.”
Setidaknya ada tiga alasan yang membuat saya memutuskan untuk mengganti hape sebelum tahun 2017 berakhir. Pertama, hape lama saya, Asus Zenfone 4 generasi pertama yang rilis tahun 2014, bermasalah pada tombol power. Kedua, hape itu sudah tak bisa lagi untuk menelepon. Sudah berkali-kali mencoba instal ulang aplikasi kontak, tetapi tetap saja gagal dan tak bisa dipakai. Ketiga, kuota 4G selalu terbuang sia-sia karena hape ini ndilalah maksimal hanya bisa mendukung koneksi data pada jaringan 3G saja.
Berbekal tabungan dari hasil menulis di Mojok dan menjadi notulen di beberapa acara, akhirnya saya membeli versi “evolusi” dari hape saya sebelumnya, yakni Asus Zenfone 4 Max Pro. Hape tersebut termasuk gajet kelas mid-end. Ya, itung-itung upgrade hape ke mesin yang lebih anyar lah.
Hape yang pertama kali tersedia bulan September 2017 ini saya beli seharga Rp 2.999.000. Saat artikel ini ditulis, harganya sudah turun pada kisaran 2,7 jutaan.
Begitu mendengar nama hape ini, pertanyaan pertama yang terlintas di kepala saya adalah mengapa hape ini menyandang predikat “Pro”. Beberapa ulasan pun juga mempertanyakan penyematan kata “Pro” pada gajet ini. Usut punya usut, ternyata istilah “Pro” digunakan untuk memberi penanda bahwa ponsel ini punya fitur unggulan di bagian kamera, yaitu mode manual dan lensa ganda.
Zenfone 4 Max Pro menawarkan pengambilan gambar dengan pengaturan manual layaknya kamera DSLR ataupun mirrorless, seperti pengaturan fokus, ISO, speed shutter, dan lain-lain. Tetapi menurut saya pengaturan manual semacam ini agak muspro alias kurang berfaedah karena dengan mode auto pun hasilnya sudah cukup menawan.
Seperti layaknya hape mid-end kekinian, fitur lensa ganda juga disematkan di bagian kamera belakang dengan kombinasi 16 MP untuk kamera normal dan 5 MP untuk kamera wide-view yang mampu membidik gambar dengan sudut pandang hingga 120 derajat. Hasil kamera wide-view-nya sudah ciamik, terutama saat berada di lingkungan yang terang. Jangankan buat selfie, buat wefie-pun sudah memuaskan.
Beberapa orang menganggap bahwa hape ini memiliki body gendut. Maklum saja, layar hape ini punya luasan 5,5” dan berat 181 gram alias 6 kali lipat berat wafer Tango yang harganya dua ribuan. Bagi pemilik jari-jari mungil, hape ini tentunya agak menyusahkan saat dipegang.
Namun, tunggu dulu, bagi saya yang memiliki jari-jari tangan yang segede gaban, ukuran dan berat hape ini sangat pas. Sudah tak perlu lagi khawatir salah ketik akibat pencet satu tombol munculnya 3 huruf, seperti saat masih memakai hape yang berdimensi 4”. Mau ngetik pakai gaya One Hand atau Two Hand, saya merasa sudah nyaman.
Bentuk body yang gempal sebetulnya juga dipengaruhi oleh besarnya kapasitas baterai. Asus Zenfone 4 Max Pro memiliki kapasitas baterai sebesar 5.000 mAh. Bisa dibilang termasuk ponsel pintar dengan kapasitas baterai tertinggi untuk saat ini. Redmi Note 4 sudah jelas kalah, dong. Asus mengklaim bahwa hape ini mampu bertahan selama 46 hari dalam keadaan standby. Ah, yang benar?
Kalau dipakai setiap hari sudah pasti nggak bakal bertahan sampai selama itu. Namun, harus diakui jika ketahanan hape ini lebih kuat dibanding ketahananmu menghadapi pacar yang lagi ngambek. Halah.
Sepengalaman saya, dalam kondisi dipakai untuk menonton video, ngegame, dan browsing, hape ini bisa bertahan selama 2 hari berturut-turut, dan itupun masih menyisakan 20% baterai.
Biasanya sih kalau sudah 1,5 hari, hape baru diisi ulang. Itupun daya baterai masih berada pada kisaran 35%-45%. Saking awetnya, saya sampai kebingungan bagaimana cara menghabiskan baterai Asus Zenfone 4 Max Pro. Ya maklum, karena sebelumnya saya terbiasa nge-charge setiap 12 jam. Lha ini sudah dipakai buat ini itu, tapi masih saja tak berkurang. Ditinggal tidur 8 jam, eh cuma berkurang 1 persen. So, luvly~
Kapasitas baterai yang tumpah-tumpah ini masih diperkuat dengan fitur power management agar daya baterai bisa semakin hemat. Memang niat awal saya membeli hape ini adalah karena kapasitas baterainya yang bisa bertahan lama. Biar nggak sedikit-sedikit manja minta diisi ulang.
Teman saya sampai menjuluki hape ini dengan “powerbank berkulit hape” ataupun “powerbank berwujud hape”. Selain karena kapasitas baterainya yang setara dengan kapasitas powerbank, fitur reverse charging juga menjadi alasan yang lain.
Reverse charging adalah fitur yang memungkinkan Zenfone 4 Max Pro menghibahkan sebagian dayanya kepada hape lain yang fakir daya. Jadi, biarpun saya tidak bisa berbagi harta, paling tidak masih bisa berbagi daya kepada mereka yang membutuhkan. Sungguh sebuah hape yang mendatangkan pahala karena mampu berbagi dengan sesama.
Ada dua hal lagi yang patut diacungi jempol dari hape ini. Pertama, slot SIM Card dan SD Card tidak hybrid sehingga bisa menggunakan 2 SIM Card dan 1 SD Card secara bersamaan. Kedua, Asus memberikan layanan penyimpanan gratis di Google Drive sebanyak 100 GB untuk setahun. Lumayanlah buat kamu yang suka menyimpan data-data penting di cloud drive.
Kelemahan hape ini adalah belum mendukung fast charging. Kalau daya ada di posisi di bawah 15%, biasanya masih butuh 3 sampai 4 jam lagi agar baterai bisa penuh. Tetapi sebetulnya tidak jadi masalah karena saya bisa nge-charge sembari ditinggal tidur, lalu di-charge lagi dua hari berikutnya. Hehe.
Hal lain yang jadi kelemahan hape ini adalah layarnya yang hanya mampu menampilkan resolusi HD (1280 X 720 pixel), kendati ia bisa merekam video hingga kualitas Full HD (1920 x 1080). Merekam video bisa Full HD, tetapi pas ditonton kok maksimal cuma bisa kualitas HD. KZL.
Secara spek, Asus Zenfone 4 Max Pro sebenarnya nggak jauh beda dengan kakaknya yakni Zenfone 3 Max. Keduanya sama-sama dibekali RAM sebesar 3 GB, layar IPS LCD, dan memori internal 32 GB. Bedanya, Zenfone 3 Max masih menggunakan chipset dari Mediatek, resolusi kamera belakang 13 MP, dan kapasitas baterainya hanya 4.100 mAh.
Akhir kata, powerbank eh hape satu ini memang tidak wah-wah banget untuk kelas mid-end tetapi juga nggak jelek-jelek amat dari sisi spek. Yang jelas, kalau situ benci hape bikinan Cina karena negara komunis, bisalah beli hape ini karena pabrikannya memang juga dari Cina, tetapi Cina demokratis alias Taiwan. Kena, deh!