MOJOK.CO – Di satu sisi, kata jika dan maka digunakan untuk memperjelas hubungan, tapi di sisi lain mereka harus berpisah karena tak bisa bersatu
Kata sambung menjadi bahasan yang umum setiap kali kita mempelajari bahasa Indonesia, mengingat fungsinya yang penting: menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat pada kalimat majemuk bertingkat. Hmm, masih ingat pelajaran bahasa Indonesia nggak, nih?
Jadi, gini, gaes-gaesku. Kalimat majemuk bertingkat itu isinya ibarat pasangan yang kompak dan saling melengkapi: anak kalimat dan induk kalimat. Dari penamaannya saja, kita bisa membedakan kedua kalimat ini.
Induk kalimat bersifat selayaknya induk alias memiliki gagasan utama yang ingin disampaikan dalam kalimat tersebut. Sementara itu, anak kalimat merupakan penjelasan dari gagasan utama tadi.
Syarat utama dari kalimat majemuk bertingkat—selain ada induk dan anak kalimat—adalah bahwa kata sambung yang dipakai tidak boleh ada dua sekaligus karena akan menimbulkan ambiguitas. Konon, kata sambung dapat pula menjadi alat bantu identifikasi anak kalimat. Dengan kata lain, kata sambung merupakan ciri-ciri utama ketika kita ingin mencari anak kalimat dalam susunan kalimat majemuk bertingkat.
Naaaah, dari syarat tersebut, judul tulisan kali ini pun terjawab sudah: jika dan maka memang benar-benar tak bisa bersatu.
Agar lebih paham, mari kita buat contohnya bersama-sama:
1. Saya senang jika ada Renata nanti siang. (benar)
Kalimat ini merupakan kalimat majemuk bertingkat yang jelas-jelas memerlukan satu kata sambung, yaitu jika. Induk kalimatnya adalah “Saya senang” (karena inti dari kalimat ini adalah ingin menunjukkan bahwa “Saya” merasa senang), sedangkan anak kalimatnya adalah “Jika ada Renata nanti siang” (terdapat kata sambung jika).
2. Jika ada Renata nanti siang, saya senang. (benar)
Struktur kalimat di contoh pertama ternyata bisa dibalik posisinya, tanpa mengubah arti. Induk kalimatnya masih sama, yaitu “Saya senang”, sedangkan sisanya merupakan anak kalimat karena menggunakan kata sambung. Perhatikanlah bahwa kata jika lagi-lagi menjadi satu-satunya kata sambung yang digunakan.
3. Jika ada Renata nanti siang, maka saya senang. (salah)
Bentuk ketiga ini merupakan bentuk yang paling sering ditemui dalam kalimat umum. Kata jika dan maka seolah terdengar harmonis untuk dipakai bersama. Padahal, dalam struktur kalimat majemuk bertingkat, mereka tidak ditakdirkan bersatu. Harus cerai!
Mengapa demikian? Dengan adanya kata sambung di dua bagian kalimat, kita jadi kesulitan menentukan induk kalimat dan anak kalimat. Ingat, kan, betapa kata sambung digunakan sebagai alat bantu identifikasi anak kalimat? Lah kalau gitu, apakah dalam contoh di atas semuanya merupakan anak kalimat? Ke mana induk kalimatnya, coba???
Penggunaan jika dan maka yang justru terkesan mubazir ini kurang lebih sama dengan pasangan kata meskipun dan tetapi. Alih-alih menggunakan keduanya secara bersamaan, kamu sebaiknya memilih salah satu agar kalimatmu tak terdengar berat dan membingungkan.
Singkatnya, dalam bahasa Indonesia, perpaduan jika dan maka memang tak direstui. Namun, dalam soal-soal matematika-logika, model ini umum digunakan dengan tujuan memperjelas hubungan.
(((memperjelas hubungan)))
Yah, agak ironis, memang. Di satu sisi ia digunakan untuk memperjelas hubungan, tapi di sisi lain ia harus berpisah karena tak bisa bersatu. Sungguh ujian yang berat dan terasa familiar bagi kita sang fakir asmara yang baru saja berpisah….