MOJOK.CO – Marak terjadi pencatutan nama masyarakat oleh partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2024.
Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu) RI mencatat, per 23 Agustus 2022, setidaknya ada 121 laporan masyarakat yang mengaku nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dicatut oleh Parpol untuk dimasukan dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Bawaslu juga menemukan 282 orang pengawas pemilu yang namanya terdapat di Sipol sebagai anggota atau pengurus parpol. Berdasarkan penelusuran, terdapat 30 parpol yang dilaporkan mencantumkan nama dan/atau NIK masyarakat maupun pengawas yang mengaku bukan sebagai pengurus atau anggota parpol namun namanya terdaftar dalam akun Sipol.
Masyarakat bisa cek di situs ini dan mengambil tindakan
Bagi masyarakat yang ingin melakukan pengecekan nama masing-masing, dapat melalui link https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Cari_nik. Cukup menuliskan NIK miliknya dalam kolom yang tersedia, kemudian akan muncul keterangan dicatut atau tidaknya identitas yang dimasukan. Jika Sipol mengenali identitas tersebut, artinya ada parpol mencantumkan identitias ke dalam daftar keanggotaan mereka.
Apabila Sipol mengenali identitas tersebut tetapi pemilik identitas tidak mengikuti keanggotaan ataupun kepengurusan parpol, masyarakat diminta untuk melaporkan pencatutan NIK dan nama itu ke Bawaslu Kabupaten/Kota setempat. Mengutip akun resmi Twitter @bawaslu_RI, pelaporan juga dapat dilakukan secara daring melalui kanal media sosial Bawaslu Kabupaten/Kota setempat.
Pencatutan terjadi di berbagai daerah, Jateng hingga 80 nama
Bawaslu Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menerima aduan dari 80 warga yang merasa dirugikan namanya dicatut sebagai anggota Parpol. Jumlah tersebut berasal dari berbagai kabupaten/ kota di Jateng sejak layanan aduan dibuka pada awal Agustus 2022 yang lalu.
Puluhan orang itu mengetahui namanya dicatut sebagai anggota Parpol setelah mengecek dalam aplikasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
“Nama mereka masuk dalam Sipol karena merasa tidak pernah menjadi anggota suatu parpol, mereka kemudian mengadu ke kami,” jelas Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jateng Roffiudin di Semarang, Rabu (29/8/2022).
Setelah menerima aduan tersebut, Bawaslu Jateng kemudian menginstruksikan ke seluruh jajarannya di 35 kabupaten/kota untuk mengecek keanggotaan partai politik. Setelah pengecekan, ditemukan ada 13 staf dan pegawai Bawaslu di Jateng yang nama, serta NIK tercantum di Sipol.
Bawaslu Jateng berharap proses verifikasi administrasi partai politik yang saat ini masih berlangsung bisa berjalan sesuai ketentuan dan anggota parpol yang tidak memenuhi syarat harus dicoret. Begitu pula sebaliknya, anggota parpol yang benar-benar memenuhi syarat tidak boleh dicoret.
Sementara itu, Bawaslu Kabupaten Tangerang menemukan enam nama kepala desa (kades) yang dicatut sebagai anggota Parpol pada Sipol KPU. Kepala Divisi Humas, Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Tangerang Zulpika menjelaskan, keenam nama kades itu tercatat sebagai anggota dan pengurus partai politik yang terdaftar di KPU Kabupaten Tangerang. Dia mengatakan dari enam kades, empat di antaranya masuk dalam satu partai yang sama, sedangkan dua lainnya tercatat di partai berbeda.
Asal tahu saja, larangan keterlibatan kepala desa dalam partai politik tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.Dengan adanya temuan itu, papar dia, pihaknya langsung melakukan tahapan permintaan klarifikasi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Tangerang serta Parpol terkait.
Disebabkan ketatnya persyaratan
Persyaratan menjadi Parpol peserta Pemilu yang cukup berat menjadi salah satu faktor terjadinya pencatutan nama warga. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan, sebuah Parpol mesti memiliki kepengurusan seluruh provinsi, 75 kabupaten/kota, dan 50% kecamatan, serta keanggotaan sebanyak seribu anggota atau 1 per 1000 di kabupaten/kota dari jumlah penduduk.
Pencomotan nama dinilai akan merugikan nama yang dicatut karena bisa berdampak jangka panjang apabila berlarut-larut. Oleh karena itu, ia mengatakan agar KPU cermat dan berhati-hati dalam verifikasi atas keterpenuhan persyaratan yang disampaikan oleh parpol.
“Pencomotan identitas selain tidak memenuhi persyaratan administrasi juga juga merupakan tindakan pidana pemalsuan atau penggunaan dokumen palsu yang mestinya bisa diproses pidana,” ujar Titi seperti yang dikutip dari Antara.
Terkait sanksi untuk Parpol, Titi bilang, Undang-undang tentang Pemilu hanya memberikan sanksi administrasi berupa pencoretan dan juga penggantian sejumlah sekian kali lipat dari dokumen yang dibutuhkan. Titi beranggapan seharusnya pencomotan dan pemalsuan dokumen juga harus diikuti oleh proses pidana agar menimbulkan efek jera.
Ia menambahkan, pencomotan data merupakan indikasi dari praktik koruptif yang berbahaya. Bila dibiarkan, praktik ini dapat terus berlanjut pada penyimpangan lain saat mereka berkompetisi atau terpilih dalam pemilu.
Sumber: Antara
Penulis: Kenia Intan