MOJOK.CO – Naiknya harga BBM turut berdampak pada Pom Bensin Mini atau Pom Mini. Kenaikan harga Pertamax membuat penjualan mereka semakin hari semakin sepi. Sama seperti yang dialami Pertashop.
Latifah (40), pedagang warung kelontong sekaligus pemilik salah satu Pom Mini di daerah Banguntapan, Bantul, berujar bahwa setelah kenaikan harga Pertamax membuat penjualan di tempatnya menurun drastis. Harga beli Pertamax yang kini senilai Rp14.500 perliter itu ia jual kembali seharga Rp16.000.
Harga yang tinggi itu membuat pembeli berpikir panjang untuk memilih Pom Mini. Hal yang membuat penjual BBM lewat Pom Mini semakin berkurang diminati.
“Sejak kenaikan harga ini, satu jerigen dua hari baru habis. Dulu biasanya sehari sudah habis,” ujarnya pada Rabu (28/9).
Menurutnya, para pelanggan yang dulunya biasa membeli Pertamax, kini lebih mencari BBM jenis Pertalite. Sayangnya, sesuai aturan, Pertalite dilarang untuk dijual kembali selain melalui SPBU resmi milik Pertamina.
“Ya kita ngikut aturan. Kan nggak boleh beli Pertalite pakai jeriken di SPBU,” ucapnya.
Hal serupa juga dialami Selvia (30), Pom Mini yang biasanya jadi salah satu penopang keuntungan toko kelontong miliknya belakangan sepi. Sebelum adanya kenaikan harga, sehari ia bisa menjual 50 liter Pertamax.
“Kalau sekarang, setengahnya paling,” ucapnya.
Selain pembeli yang semakin sedikit, menurut Selvia, pembeli di Pom Mini kebanyakan hanya bertransaksi sebesar Rp10.000. Sehingga kenaikan harga, membuat Pertamax yang dikeluarkan setiap transaksi menjadi semakin sedikit.
Ia juga menyayangkan masih adanya sesama Pom Mini yang menjual BBM jenis Pertalite. Padahal hal itu sudah jelas-jelas dilarang. BBM bersubsidi dilarang untuk dijual kembali.
“Menurut saya kurang tegas aturannya, kalau emang nggak boleh pertalite, harus tegas semuanya, masih ada yang jualin oknum-oknum yang jualan. Artinya masih ada celah,” ujarnya.
Walaupun mengetahui bahwa ada celah, ia mengaku tak mau ikut-ikutan melanggar aturan. Meski belakangan, jenis Pertalite semakin banyak dicari masyarakat.
Di beberapa daerah, penindakan terhadap penjual BBM bersubsidi jenis Pertalite memang sudah dilakukan. Dinas Perdagangan dan Tenaga Kerja (Disdagnaker) Pacitan, Jawa Timur adalah salah satu yang telah memberi peringatan tegas.
“BBM bersubsidi jenis Pertalite itu hanya bisa dijual di SPBU, Pom Mini dan pengecer tidak boleh menjual lagi,” kata Kepala Disdagnaker Pacitan Sunaryo, Rabu (21/9/2022) dilansir dari Times Indonesia.
Aturan mengenai pelarangan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Selain itu juga Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang jenis bahan bakar minyak khusus penugasan di mana terdapat perubahan Pertalite sebagai BBM umum ke BBM penugasan.
Sementara itu, pedagang lain bernama Sintya (45) justru berujar bahwa penjualannya cenderung sama dengan sebelum kenaikan harga. Namun banyaknya penjual bensin di sekitarnya membuat persaingan terasa ketat.
“Meski harga naik, ya pembeli tetap ada. Ini kan seperti beras, kebutuhan pokok. Masalahnya sekarang banyak sekali yang punya Pom Mini di sekitar sini,” terang pedagang yang berjualan di daerah Gowok, Caturtunggal, Depok, Sleman ini.
Pom Mini memang menjadi salah satu penyumbang pundi-pundi rupiah bagi banyak toko kelontong kecil di pinggir jalan. Menurut penuturan sejumlah pedagang, dua penyokong terbesar pemasukan harian toko mereka adalah rokok dan bensin.
Kondisi kembang kempisnya usaha Pom Mini di warung-warung kelontong sebetulnya hampir serupa dengan nasib Pertashop. Di beberapa daerah, outlet-outlet pertashop bertumbangan imbas naiknya harga BBM terutama jenis pertamax.
Melansir dari Antara, Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Pertashop Seluruh Indonesia (DPD HIPSI) Jawa Tengah, Jengkar Tundung Janu Prihantoro mengatakan bahwa disparitas harga yang tinggi menyebabkan pelanggan beralih ke Pertalite. Sementara itu, faktanya, banyak Pertalite ilegal dijual oleh pengecer atau Pertamini sehingga mematikan usaha Pertashop.
Reporter: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi