MOJOK.COÂ – Pemda DIY membatalkan rencana pembangunan Royal Kedhaton di Kemetiran Lor yang sempat diizinkan Walikota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti. Pembatalan dilakukan karena kawasan tersebut merupakan penyangga Sumbu Filosofi.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Royal Kedhaton dari Haryadi pada pengembang yang menjeratnya masuk penjara akibat kasus suap disebut menyalahi aturan kawasan heritage atau bersejarah. Diantaranya apartemen yang akan dibangun hingga ketinggian 40 meter.
“Yang kemarin [kawasan royal kedhaton] kan yang diputus heritage, sebagai kawasan penyangga, ditandatangani wae Hotel Kedhaton (apartemen Royal Kedhaton-red) [oleh haryadi suyuti], ya ukurannya ya melanggar. Akhirnya kita batalkan,” ungkap Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (25/08/2022).
Menurut Sultan, sumbu filosofis yang terdiri dari Tugu Pal Putih, Jalan Malioboro, Keraton Yogyakarta, hingga Panggung Krapyak baru dalam proses penilaian oleh tim UNESCO sebagai warisan dunia tak benda. Karenanya pendirian bangunan di kawasan itu, termasuk penyangga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.
Karenanya itu tidak hanya pembatalan pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang dilakukan, Peraturan Walikota (perwal) pun juga akhirnya dibatalkan. Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) yang berwenang membatalkan perwal tersebut.
“Tapi yang batalke Departemen Dalam Negeri (Kementerian Dalam Negeri-red) kita nggak punya hak. Kita sampaikan ini batalkan [perwal] kan gitu,” paparnya.
Sultan menambahkan, pasca dibatalkan, Pemda fokus pada penilaian yang dilakukan UNESCO melaliui visitasi di Yogyakarta sejak Selasa (23/08/2022) kemarin. Tim UNESCO melakukan peninjauan untuk memastikan program yang sudah diaplikasikan Pemda dalam proses penetapan Warisan Dunia Tak Benda.
Setelah peninjauan, UNESCO kedepan akan melakukan evaluasi serta sidang dihadapan 22 negara anggota. Karena itulah kawasan Sumbu Filosofi harus benar-benar dijaga kelestariannya alih-alih diperjualbelikan izin pembangunannya seperti yang dilakukan Haryadi Suyuti.
Apalagi sesuai ketentuan UNESCO, pembangunan yang dilakukan Pemerintah DIY, Pemerintah Kota, maupun pemerintah kabupaten di kawasan sumbu filosofi harus seiizin asosiasi publik yang mewakili di kawasan sumbu filosofis.
“Penepatan itu nanti kalau ada pembangunan dan sebagainya sesuai keputusan UNESCO, tidak sembarang asal ngizinke (tidak asal memberi izin-red),” paparnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi