MOJOK.CO – Tak banyak orang tahu tentang kehidupan keluarga Bendoro Pangeran Haryo (BPH) atau dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro. Pahlawan nasional ini lebih dikenal dalam peperangannya melawan kolonial Belanda pada 1825-1830 dalam Perang Jawa yang menewaskan ratusan ribu rakyat Jawa dan puluhan ribu tentara Belanda.
Padahal keturunan Pangeran Diponegoro saat ini sudah mencapai lebih dar 5.000 orang. Mereka tersebar tak hanya di Jawa sebagai tempat kelahiran putra dari Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono III namun juga di Makasar, tempat dia diasingkan dan dipenjara oleh pemerintah Belanda.
Oleh karenanya bertepatan dengan peringatan hari kelahiran atau milad Pangeran Diponegoro ke-237 pada 11 November 2022, para perwakilan keturunan dan trahnya berkumpul kembali ke Tegalrejo, tepatnya di Museum Diponegoro. Dipilihnya tempat ini bukan tanpa alasan.
Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11 November 1789. Bahkan Diponegoro yang memiliki nama kecil Bendara Raden Mas Antawirya ini sempat merasakan tinggal di Tegalrejo bersama dengan eyang buyutnya, Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo, permaisuri dari Sri Sultan HB I. Di lokasi yang kini menjadi museum ini, Diponegoro mempelajari berbagai hal juga melihat penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda.
“Karenanya momen tahun ini, kami mengumpulkan semua anak keturunan pangeran diponegoro di tegalrejo setelah lima tahun tak bisa kami lakukan, sekarang bisa pulang kampung,” ujar Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) Rahadi Saptata Abra di Museum Diponegoro, Sabtu (12/11/2022) malam.
Sebagai bentuk penghargaan anak keturunan pada sosok Pangeran Diponegoro, menurut Abra, setiap milad Pangeran Diponegoro, trah menggelar wayang kulit dengan tema tentang kehidupan Pangeran Diponegoro.
Tahun ini lakon yang dipilih adalah Kyai Gentayu Manggala Wira dengan Dalang Catur Kuncoro. Selain ditampilkan tarian Beksan Diponegoro yang dipersembahkan oleh Pusat Olah Seni (POS) & Bahasa Retno Aji Mataram, Yogyakarta.
Beksa Diponegoro mengambil cerita tentang keresahan BPH Diponegoro terhadap sepak terjang Belanda yang semakin melewati batas. Hatinya terusik dan kemudian melakukan rembug dengan istrinya, RAy Ratnaningsih, untuk mempersiapkan perang bilamana Belanda datang menyerang.
“Ratnaningsih pun mendukung sepenuh hati rencana dan perjuangan BPH Diponegoro, termasuk merelakan semua perhiasannya digunakan untuk biaya perang,” jelasnya.
Sementara Ki Dalang Catur Kuncoro mengungkapkan lakon Kyai Gentayu Manggala Wira menceritakan kisah pengorbanan kuda kesayangan BPH Diponegoro yang rela mati demi tuannya. Kyai Gentayu ini beberapa kali berjasa menyelamatkan Pangeran Diponegoro.
Karenanya pementasan dalam rangka milad Diponegoro kal ini lebih menokohkan pada kudanya. Apalagi Kyai Gentayu ini sudah seperti memiliki hubungan batin dengan Pangeran Diponegoro. Misal dalam adegan terakhir yang latarnya di Krebet, Pangeran Diponegoro yang tengah beristirahat tiba-tiba dikepung oleh pasukan Belanda.
“Tanpa aba-aba, dalam peristiwa itu sang kuda Kyai Gentayu mengamuk, menerjang para pasukan Belanda. Bahkan 4 pasukan Belanda meninggal karena terjangan Kyai Gentayu. Setelah berhasil memecah konsentrasi pasukan Belanda, Kyai Gentayu ini ditembak dan diserang dengan senjata, terperosok di dalam rawa hingga akhirnya gugur dalam peristiwa di Krebet,” jelasnya.
Masda Siwi Haryanto, Ketua Panitia Milad 237 Pangeran Diponegoro menyampaikan lakon Kyai Gentayu Manggala Wira menceritakan kisah pengorbanan kuda kesayangan BPH Diponegoro yang rela mati demi tuannya.
“Semoga dengan diadakannya acara Milad BPH Diponegoro ke-237 tahun, kita dapat meneladani semangat nasionalisme dan nilai-nilai kepahlawan BPH Diponegoro,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi