MOJOK.CO – Cakupan vaksinasi polio yang rendah menyebabkan kasus polio muncul lagi di Indonesia. Pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor vaksinasi di beberapa daerah tidak berjalan lancar.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebanyak 415 kabupaten/kota di 30 provinsi di Indonesia masuk ke dalam kriteria risiko tinggi polio karena rendahnya imunisasi. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengaku, target vaksinasi polio nasional memang belum maksimal.
“Cakupan vaksinasi polio nasional masih di bawah target 90 persen,” jelas dia seperti dilansir dari VOI.
Di Aceh, di mana Kasus Luar Biasa (KLB) polio ditemukan belum lama ini, cakupan imunisasi polio baru mencapai 50,9% di akhir tahun 2021. Padahal, jumlah bayi lahir hidup di provinsi tersebut mencapai 101,52 ribu jiwa. Cakupan itu menjadi terendah kedua setelah Papua Barat.
Pakar Kesehatan Anak Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Ida Safitri Laksanawati, Sp.A (K) mengungkapkan, rendahnya cakupan vaksinasi salah satunya dipengaruhi oleh Covid-19. Pandemi membuat masyarakat takut keluar rumah dan enggan mendatangi pelayanan kesehatan.
Rendahnya cakupan vaksinasi meningkatkan risiko penyebaran virus polio. Virus ini mengakibatkan kelumpuhan permanen atau lumpuh kayu pada anak yang belum mendapat vaksin. Oleh karena itu, Ida melihat peningkatan vaksinasi sangat penting.
“Jadi pembelajaran untuk semuanya bersama-sama meningkatkan cakupan vaksin polio sebagai pencegahan, terutama provinsi yang teridentifikasi dengan cakupan vaksin yang tidak terlalu tinggi,”paparnya dalam laman resmi di ugm.ac.id, Jumat (25/11/2022).
Vaksinasi polio di Indonesia
Vaksinasi di Indonesia menggunakan jenis polio tetes yakni Bivalent Oral Polio Vaccine (BOPV). Vaksin tersebut ditujukan untuk mencegah virus polio tipe 1 dan 2. Pemberian vaksin BOPV itu dikombinasikan dengan Inactivated Polio Vaccine (IPV) dalam bentuk sediaan injeksi dan diikuti booster.
“Pemberian vaksin BOPV dikombinasikan dengan IPV dan booster diharapkan bisa meningkatkan antibodi terhadap virus polio 2 dengan syarat cakupannya tinggi,” ujar Ida.
Dosen bagian Ilmu Kesehatan Anak FKKMK UGM ini juga menekankan pentingnya edukasi bagi masyarakat terkait manfaat vaksin polio serta bahaya dari penyakit ini. Mengingat, berdasar catatan Kemenkes, kampanye antivaksin dan hoaks tentang imunisasi menjadi tantangan peningkatan cakupan vaksin selain pandemi.
Menurutnya, peningkatan pemahaman akan pentingnya vaksin polio tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Semua pihak perlu terlibat, seperti tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pendidik untuk turut terlibat dalam mengedukasi masyarakat.
“Penting untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya vaksinasi. Vaksinasi telah terbukti bisa mencegah banyak penyakit dan menekan risiko kematian,”tutup dia.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi