MOJOK.CO – Idul Adha 1444 H seharusnya menjadi pilihan banyak orang untuk pulang kampung karena kebijakan pemerintah yang menambah hari libur atau cuti bersama. Namun, di ibu kota, beberapa orang memilih untuk tidak pulang kampung dan memilih berkumpul dengan orang-orang yang tidak dikenal untuk menjalankan Salat Idul Adha di Masjid Istiqlal.
Sebagai warga Yogyakarta, saya terbiasa menggikuti jadwal ibadah Muhammadiyah. Maklum, Sebagian besar keluarga kami merupakan bagian jemaah Muhammadiyah. Tahun ini, penetapan tanggal ibadah hari Raya baik Idulfitri maupun Idul Adha berbeda antara Muhammadiyah dan pemerintah. Namun, itu tak jadi soal, Indonesia toh ya beragam, bahkan membuat senang banyak orang lantaran jatah liburnya yang makin banyak.
Idul Adha tahun 1444H ini, menjadi tahun yang berbeda bagi saya. Karena beberapa alasan, saya belum bisa mudik untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Jadilah saya sendiri di Jakarta, kota perantauan tempat saya bekerja. Praktis, saya mengikuti jadwal hari raya versi pemerintah.
Sedari malam, saya niatkan untuk datang dan salat di Masjid Istiqlal. Salah satu Masjid yang terkenal di seantero Indonesia. Selepas subuh saya lantas memesan ojek online untuk ke sana.
Kendaraan dan ribuan orang berjubel memenuhi jalanan hendak menunaikan ibadah suci. Beragam warna, model, dan rupa pakaian ibu-ibu mendominasi jalanan arah masjid istiqlal. Ada yang memilih untuk berhenti dan berjalan kaki, meninggalkan kendaraan mereka yang tampak tak bergerak.
Saya masuk melewati pintu 3 Al Aziz. Di sana, berbagai macam pedagang sudah menunggu. Mereka menjajakan banyak hal, mulai dari lontong sayur, kupat tahu, mie ayam, bakso, gulali, es krim, koran untuk alas salat, hingga tas kresek untuk menyimpan sandal.
Suara takbir yang lantang menggeleggar layaknya bahan bakar bagi ribuan orang untuk menunaikan kewajiban. Antrean masyarakat yang hendak salat pun mengular tapi tetap tertib. Satu per satu mereka mengikuti arahan untuk masuk ke security check.
Tak pulang kampung karena kerja dan ujian
Saya mendapat bagian di serambi masjid. Bersama jamaah yang lain, saya pun turut menggelar sajadah. Sebanyak lebih dari 200 ribu jamaah yang memenuhi masjid Istiqlal untuk salat Idul Adha tahun ini. Di masjid ini, jemaah datang dari berbagai suku dan ras di tanah air. Seperti Tata (23) yang memilih untuk salat di sini lantaran tak pulang kampung.
“Aku nggak balik ke Surabaya karena kerja nggak libur. Jadi milih sholat di sini bareng temen-temen yang nggak pulang juga,” tuturnya.
Tata mengaku bahwa ia sengaja mengincar salat di Masjid Istiqlal karena masjid ini merupakan salah satu ikon Indonesia. Masjid Istiqlal terkenal sebagai masjid dengan sejarah panjang. Tidak hanya salah satu masjid terbesar se Asia tenggara, tetapi mulai dari konsturksi, arsitekturnya juga sarat makna. Masjid ini bak lambang kebesaran umat beragama di Indonesia. Kerukunan bangsa ada di Masjid ini.
Hal senada diungkapkan Lovi (19) yang datang sendirian untuk salat di sini. “Istiqlal is the best choice. Who doesn’t know this precious Masjid. Everyone knows petinggi-petinggi di Indo kalo sholat ied kan di Istiqlal. This is actually my first time shalat di sini dan kaget ternyata orangnya banyak banget,” tutur mahasiswi Binus itu.
Lovi mengaku bahwa ia tak bisa pulang ke Jambi karena masih di tengah-tengah jadwal ujian. Ia memilih Masjid Istiqlal sebagai tempatnya untuk salat ied karena ia tau bahwa aka nada banyak orang yang sama sepertinya, tak bisa pulang ke kampung halaman.
“Salat di sini banyak ketemu orang-orang senasib yang engga bisa pulang ke rumahnya. And it warms my heart. I feel im not alone.” Sambungnya
Berbeda dengan Lobi dan Tata, Risna (47) mengajak anaknya Meli (23) tahun untuk salat di sini. Sebagai warga Jakarta, mereka memang rutin menunaikan ibadah tahunan itu di Istiqlal. Keduanya berangkat dari Kemayoran menggunakan sepeda motor. Sedangkan sang suami dan anak laki-lakinya memilih untuk salat di dekat rumah.
“Saya biasa Salat Ied di sini, enak ya rame bareng-bareng gitu. Tertib dan aman juga. Terus kan di sini bareng ustad yang terkenal jadi seru lah,” tuturnya.
Masjid Istiqlal yang ramah lingkungan
Kartika (25) warga asal Jakarta memberi alasan berbeda. Ia sengaja salat di Masjid Istiqlal karena masjid Istiqlal adalah tempat ibadah pertama di dunia yang peroleh gelar Green Mosque. Artinya Masjid Istiqlal terapkan prinsip-prinsip bangunan hijau dalam rangka penghematan energi dan keberlanjutan lingkungan.
“Aku sholat di sini karena masjidnya bagus ya, memperhatikan lingkungan juga. Kemarin kan sempat dapat Green Mosque. Terus juga di sini tuh limbah air wudhunya juga diolah lagi. Jadi nggak mubazir,” tuturnya.
Lebih lanjut, Kartika menuturkan bahwa meskipun sedikit terik, suasanya masih tetap sejuk karena sirkulasi udara yang lancer dengan system pencahayaan yang tepat.
Masjid Istiqlal telah melalui pemugaran yang sangat hemat energi seperti penggunaan lampu hemat energi, penerapan smart building, dan pemasaangan solar panel untuk kontribusi konsumsi listrik bangunan.
Salat Idul Adha 1444H tahun 2023 di Masjid Istiqlal diimami oleh H. M. Salim Ghazali, SQ., S. Ud dengan khatib Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, MA. Salat Ied berjalan dengan lancar dan damai. Hadir pula Wapres Marruf Amin dan istri dalam salat di Masjid Istiqlal.
Spirit Idul Adha tingkatkan solidaritas kemanusiaan
Dalam kotbahnya, khatib menekankan solidaritas dan kedermawanan. Ia menyampaikan tentang ceramah Nabi Muhammad SAW pada saat haji wada’ 10 Dzulhijjah 632 Masehi. Dimana Nabi menyampaikan bahwa manusia setara di mata Allah, terlepas dari harta, warna kulit, dan suku bangsa. Adapun yang membedakan adalah ketakwaanya.
Khatib melanjutkan tentang pesan Nabi bahwa Tuhan kalian satu, nenek moyang kalian satu. Seluruh kalian berasal dari Adam, dan Nabi Adam tercipta dari tanah. Yang mulia di antara kalian adalah yang paling takwa.
Lebih lanjut, khatib menjelaskan tentang refleksinya pada hari raya era ini.
“Kita tahu bahwa nabi Ismail dibatalkan oleh Allah untuk disembelih. Itu artinya berapapun tinggi semangat beragama tidak boleh mengorbankan nyawa manusia, maka bom bunuh diri sangat tidak dibenarkan. Jihad hari ini bukan unutk mati di jalan Allah tapi untuk hidup di jalan Allah”
Khatib menjelaskan bahwa konsep jihad adalah untuk saling berbagi. Menurutnya urusan jihad tidak sempit sebatas pada perang tetapi juga berbagi dengan fakir miskin dan difable.
Reporter: Abra Arimagupita Sekarsoca
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Culture Shock Mahasiswa Indonesia Merayakan Idul Adha di Mesir
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini