MOJOK.CO – Jalan Colombo, yang membentang dari Bundaran UGM hingga pertigaan Gejayan punya sejarah yang panjang. Penamaannya berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada akhir 1950-an. Apa itu?
Pada Minggu (3/9/2023) saya bersama seorang kawan berjalan-jalan di sepanjang Jalan Colombo. Banyak rute kami lintasi; mulai dari RS Panti Rapih, lapak lukisan di Sagan, hingga penjual kacamata dan racun tikus yang berjajar di depan Kampus UNY.
Saya pun iseng bertanya kepada kawan saya—yang kebetulan akamsi Jogja—”mengapa jalan ini bernama ‘Colombo’?”. Padahal, seperti yang kita tahu, Colombo sendiri merupakan ibukota Sri Lanka, negara tetangga India yang terletak di Asia Selatan.
Kawan saya hanya menjawab “tidak tahu”. Jawaban serupa juga saya dapat ketika iseng bertanya ke beberapa penjual kacamata di sepanjang Jalan Colombo. Namun, jawaban terang pun akhirnya saya dapatkan setelah membuka beberapa arsip sejarah.
Berawal dari keikutsertaan Indonesia dalam Colombo Plan
Sejak pengakuan kedaulatan RI pada 1949, Indonesia mulai aktif melakukan kerjasama internasional. Pada 1953, Indonesia tercatat bergabung dengan Colombo Plan.
Melansir laman resmi kemlu.go.id, Colombo Plan atau Rencana Colombo sendiri merupakan organisasi antarpemerintah di Asia-Pasifik yang bertujuan memajukan pembangunan sosial dan ekonomi negara anggotanya.
Organisasi ini berdiri berkat inisiasi tujuh negara commonwealth (Australia, Inggris, Kanada, Selandia Baru, India, Pakistan, dan Sri Lanka) dan resmi hadir pada 1 Juli 1951 di Colombo, Sri Lanka.
Sejak awal pembentukannya, Colombo Plan telah memberikan bantuan ke negara-negara berkembang dan bekas koloni dalam menyalurkan bantuan modal untuk pembangunan infrastruktur seperti rumah sakit, kampus, sekolah, dan sebagainya.
Setelah bergabung, Indonesia rutin berpartisipasi dalam konferensi tahunan Colombo Plan, termasuk Konferensi ke-10 di Seattle, Washington, AS. Pada konferensi ini, Indonesia menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan tahun depan.
Setelah ada persetujuan, Kota Jogja kemudian menjadi kota penyelenggara. Pertimbangannya, Jogja pernah menjadi ibu kota RI, dan sudah dua kali mengadakan konferensi internasional. Antara lain International Rubber Study Group Conference (Juli 1957) dan ECAFE Conference (Oktober 1957).
Acaranya di sekitaran UGM
Sri Sultan HB IX pun menyanggupi penunjukkan ini. Sultan mempersiapkan gedung-gedung kampus UGM yang berada di Sekip (Gedung Pantja Dharma) sebagai lokasi untuk mengakomodasi segala keperluan konferensi. Gedung di Sekip yang jadi tempat acara Colombo Plan ada tiga buah, antara lain unit III, unit IV dan unit V.
Unit III dan unit IV untuk ruang pameran, kantor delegasi, press room, kantor pos telegram dan telepon, kantor Host Committee, toko-toko souvenir, kantor cabang Bank Indonesia, Kantor GIA, rumah makan, kantor imigrasi dan sebagainya. Sementara unit V (sekarang perpustakaan Sekolah Vokasi UGM) untuk persidangan atau Main Conference Hall.
Adapun para delegasi tingkat ahli mengiap di perumahan Kompleks Demangan. Sedangkan sebagai para delegasi tingkat menteri menginap di perumahan di kompleks Bulaksumur. Sementara itu, para wartawan luar negeri ada di Hotel Garuda (sekarang Grand Inna Malioboro).
Hadiah nama ‘Colombo’
Digelar selama 20 hari mulai 26 Oktober 1959 hingga 14 November 1959, Konferensi Colombo Plan ke-11 di Jogja berjalan sukses. Total ada 150 delegasi dari 21 negara yang turut hadir. Termasuk dari Indonesia, AS, Inggris, Australia, Kanada, Burma, Jepang, India, Pakistan, Kamboja, Thailand, Laos, Filipina, Sri Langka, Singapura, Kalimantan Utara, Serawak dan beberapa peninjau dari Colombo Plan Bureau, ECAFE, UNTB,dan IBRD.
Konfrensi sendiri dibagi dalam dua bagian, yaitu konferensi Tingkat Ahli dan Konferensi Tingkat Menteri. Konferensi Tingkat Ahli Berlangsung pada 26 Oktober sampai 6 November 1959, sedangkan Konferensi Tingkat Menteri berlangsung pada 11 hingga 14 November 1959.
Akhirnya, untuk mengenang peristiwa tersebut, Pemerintah Kota Jogja memberi nama jalan sepanjang Bundaran UGM hingga pertigaan Gejayan sebagai “Jalan Colombo”.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Mengenal Tugu Jogja, Monumen Bersejarah Simbol Persatuan Raja dan Rakyatnya
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News