Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas Memori

Asal-usul Bandit atau Kecu yang Eksis Sejak Masa Kolonialisme

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
15 Oktober 2023
A A
Asal-usul Bandit yang Eksis Sejak Masa Kolonialisme dan Bedanya dengan Klitih MOJOK.CO

Ilustrasi Asal-usul Bandit yang Eksis Sejak Masa Kolonialisme dan Bedanya dengan Klitih. (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Di masa kolonialisme Belanda, bandit atau kecu jadi sosok yang meresahkan penjajah. Mereka pilih-pilih kalau mau merampok sasarannya. Motif aksinya juga bukan sekadar persoalan ekonomi, yang utama sebagai bentuk protes ke penjajah.

Dalam beberapa tahun terakhir, Yogyakarta ramai dengan fenomena kejahatan jalanan alias “klitih”. Namun, tahukah kamu bahwa fenomena serupa sebenarnya sudah eksis sejak masa kolonial Hindia Belanda? Ya, bedanya, pada masa itu korban yang disasar bukanlah wong cilik seperti klitih hari ini.

Berbicara soal kriminalitas jalanan di Yogyakarta, usianya memang sudah sangat panjang. Sepanjang abad ke-19, peristiwa penodongan, perampokan, dan pembegalan di jalanan memang marak terjadi di Pulau Jawa. 

Mereka, para pelaku kejahatan ini, punya sebutan, bandit. Dalam konteks masyarakat Yogyakarta, mereka juga punya sebutan “kecu”.

Mengutip buku Suhartono W. Pranoto berjudul Bandit-bandit Pedesaan di Jawa (2010), pada saat itu bandit atau kecu menjadi masalah yang serius bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Namun, ia menggarisbawahi, ternyata perbanditan ini bukanlah tindakan kriminal yang punya motif ekonomi, melainkan sosial.

Menurut Suhartono, alasan utama para kecu atau bandit ini melakukan aksinya adalah sebagai bentuk protes dari adanya kemiskinan, penindasan, dan tekanan akibat kebijakan pemerintah pada masa itu.

Berasal dari ketidakpuasan pada sistem

Berbicara soal klitih, tentu ada banyak teori untuk menjelaskan asal-usulnya. Namun, ketika membahas bandit atau kecu, muaranya berasal dari ketidakpuasan para petani atas sistem yang ada pada medio 1850-an.

Suhartono menjelaskan, sebelum berlakunya tanam paksa pada 1830, petani bisa hidup sejahtera meskipun tak punya tanah sendiri. 

Kala itu, mereka mengolah lahan kerajaan, umumnya berupa padi. Meski hasil panen sepenuhnya milik pemilik tanah, mereka tetap mendapatkan upah hasil panen sebagai timbal balik.

Semua berubah setelah Gubernur Jenderal Johannes v.d. Bosch memberlakukan tanam paksa pada 1930. Alih-alih fokus menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah dipaksa menanam tanaman ekspor yang hasilnya diserahkan ke pemerintah kolonial.

Terlebih, sistem uang yang mulai masuk ke perdesaan bikin mereka semakin meradang. 

Bagaimana tidak, jika sebelumnya mereka tetap bisa makan karena dibayar dengan hasil panen, kini mereka dibayar dengan uang yang sama sekali belum mereka pahami.

Jumlahnya pun amat kecil. Suhartono mencatat, sebagai perbandingan dalam sehari keluarga yang punya empat anggota harus mengeluarkan 34 sen untuk makan. Sementara upah mereka di lahan pemerintah hanyalah 30 sen sehari.

Bandit atau kecu, beraksi setiap malam

Sejak merasa kecewa atas sistem, para petani mulai melakukan aksi-aksi perbanditan. Menurut catatan Suhartono, aksi pertama kali diawali dengan pembakaran gudang tebu di Probolinggo pada 1834.

Iklan

Meski pemerintah kolonial berhasil meredam, aksi-aksi serupa terjadi di wilayah lain. Bahkan hingga 1846, sudah ada 100 kali pembakaran.

Setelah aksi pembakaran mulai menurun, sejak 1860-an aksi-aksi lain justru muncul. Di Yogyakarta, misalnya, mulai sering terjadi penjarahan harta benda para pemilik perkebunan. Kecu, tercatat menjadi kejahatan jalanan yang paling sering mengganggu pemerintah di Yogyakarta kala itu. 

Awalnya, mereka menyatroni rumah pemilik perkebunan. Selanjutnya, para kecu mulai mengambil harta benda, menggondol ternak, dan kalau lagi apes membunuh si tuan rumah. Hasil jarahan ini tidak semua mereka ambil, karena beberapa di antaranya mereka bagikan ke petani yang lain.

Sejak aksi perbanditan mulai marak, pemerintah meminta warganya untuk ronda malam. Warga diminta mempersenjatai diri dengan tombak, pentungan, tali, hingga kentongan.

Jika ada bandit, mereka harus membunyikan sinyal dengan memukul kentongan. Selanjutnya, mereka harus melaporkan kepada polisi setempat, tapi juga boleh membunuh para bandit di tempat apabila terjadi perlawanan. 

Jika diperhatikan, mungkin fenomena ini jadi catatan awal dari adanya tradisi ronda malam di Indonesia, kali ya.

Fenomena perbanditan tercatat mulai surut sejak memasuki abad ke-20. Bandit-bandit yang sudah bebas dari penjara, jarang ada yang beregenerasi karena pada periode ini sedang banyak-banyaknya organisasi bermunculan. Para residivis ini, kemudian banyak yang bergabung ke organisasi petani, buruh, dan kuli.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Jogja (Menuju) Kota Bandit
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 15 Oktober 2023 oleh

Tags: banditkecuklitih
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

10 Tahun di Jogja, Mental Orang Jombang Ambruk karena Klitih MOJOK.CO
Esai

Setelah 10 Tahun Merantau di Jogja, Orang Jombang Malah Trauma dengan Berita Buruk Khususnya Pembacokan dan Klitih

1 April 2025
Jogja Pusat Semesta? Pantas Dunia Ini Banyak Masalah MOJOK.CO
Esai

Jogja Adalah Pusat Alam Semesta? Pantas Dunia Ini Ruwet dan Banyak Masalah

29 Januari 2025
Resolusi Polda DIY 2025 dari UGM: atasi kejahatan jalanan di Yogyakarta tidak hanya pakai pendekatan hukum MOJOK.CO
Aktual

Resolusi Polda DIY dalam Hadapi Kejahatan Jalanan Jogja 2025: Pendekatan Hukum Bukan Satu-satunya

31 Desember 2024
Aktual

Berkat Pagar Nusa Saya Tak Lagi Minum Miras, Kini Saatnya Bela Korban Penusukan Santri Krapyak

29 Oktober 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Makin ke sini pulang merantau dari perantauan makin tak ada ada waktu buat nongkrong. Karena rumah terasa amat sentimentil MOJOK.CO

Pulang dari Perantauan: Dulu Habiskan Waktu Nongkrong bareng Teman, Kini Menghindar dan Lebih Banyak di Rumah karena Takut Menyesal

12 Desember 2025
Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Jadi omongan saudara karena sarjana nganggur. MOJOK.CO

Putus Asa usai Ditolak Kerja Ratusan Kali, Sampai Dihina Saudara karena Hanya Jadi Sarjana Nganggur

12 Desember 2025
Lulusan IPB kerja sepabrik dengan teman-teman lulusan SMA, saat mahasiswa sombong kinin merasa terhina MOJOK.CO

Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah

17 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025

Video Terbaru

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025
Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

10 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.