MOJOK.CO – Empat orang, termasuk eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan suap izin apartemen. Uang puluhan ribu dolar disita sebagai barang bukti.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022) sore, atas operasi tangkap tangan di Yogyakarta, Kamis (2/6/2022). Haryadi dan para tersangka lain ditampilkan dalam balutan rompi oranye.
“Untuk kegiatan tangkap tangan ini, Tim KPK mengamankan 10 orang pada Kamis tanggal 2 Juni 2022 sekitar jam 12.00 WIB di wilayah Kota Yogyakarta dan Jakarta,” kata Alex.
Sepuluh orang itu antara lain HS yang tak lain Haryadi Suyuti, NWH selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP, HSW selaku Kepala Dinas PUPR, lalu NH dan MNF sebagai staf Dinas PUPR Pemkot serta TBY, sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi.
Selain pejabat Pemkot Jogja, KPK juga menangkap pihak swasta, yakni tiga orang dari PT SA yakni ON, DD, dan AK, serta SW selaku Direktur PT GS.
Menurut Alex, OTT ini hasil dari laporan masyarakat atas adanya dugaan penerimaan sejumlah uang untuk Haryadi Suyuti melalui ajudannya oleh pihak PT SA.
“Pemberian uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang asing tersebut dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Yogyakarta, diterima langsung oleh TBY sebagai orang kepercayaan HS yang diberikan oleh ON,” kata Alex.
“Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar USD 27.258 ribu yang di kemas dalam tas goodiebag,” tuturnya.
Uang dollar itu setara sekitar Rp400 juta. Selain di Yogyakarta, tim KPK mencokok beberapa staf lain PT SA di Jakarta.
Alex menjelaskan konstruksi kasus tersebut bermula pada 2019, saat ON selaku Vice President Real Estate PT SA melalui Dirut PT JOP, anak usaha dari PT SA, mengajukan permohonan IMB izin mendirikan bangunan (IMB).
IMB itu untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro dan termasuk cagar budaya.
“Proses permohonan izin kemudian berlanjut di tahun 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, ON melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan HS,” tutur Alex.
Menurut Alex, Haryadi berkomitmen akan selalu “mengawal” permohonan izin IMB dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB.
“Ini dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung,” lanjut Alex.
Padahal, dari hasil kajian Dinas PUPR, ditemukan beberapa syarat yang tidak terpenuhi di antaranya ketidaksesuaian aturan soal tinggi dan derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
“HS yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan,” kata Alex.
Selama proses penerbitan izin IMB ini, menurut Alex, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap minimal sekitar Rp50 juta dari ON untuk Haryadi.
Pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton akhirnya terbit. Pada Kamis 2 Juni 2022, ON datang ke Yogyakarta untuk menemui Haryadi di rumah dinas jabatan Wali Kota dan menyerahkan USD 27.258.
Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan IMB lainnya. “Hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik KPK,” kata Alex.
Atas OTT ini, KPK melanjutkan ke tahap penyelidikan dan telah menemukan bukti permulaan yang cukup. Dengan demikian, KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan empat tersangka tersebut.
Alex menjelaskan, HS, NWH, dan TBY sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun ON, Vice President Real Estate PT SA, selaku pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Keempatnya ditahan di rutan secara terpisah. “HS ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,” kata Alex.
Reporter: Arif Hernawan
Editor: Purnawan Setyo Adi