MOJOK.CO – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan segera melakukan penanganan dampak gempa bumi 5,6 SR yang terjadi di Cianjur. Sekitar 2.722 rumah di kabupaten tersebut mengalami rusak ringan, sedang dan berat akibat gempa.
“Nanti harus dipilah lagi mana [rumah di Cianjur] yang masuk kategori rusak ringan, sedang, dan berat [akibat gempa bumi],” ungkap Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono usai membuka International Seminar “Climate Change, Resilience, and Disaster Management for Roads” di Yogyakarta, Selasa (22/11/2022).
Basuki menjelaskan, rumah warga Cianjur yang masuk kategori rusak ringan dan sedang akan mendapatkan stimulus. Bantuan berupa uang diberikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sedangkan rumah warga yang masuk kategori rusak berat akan direlokasi. Sebab tidak memungkinkan bila warga membangun di tempat yang sama. Kementerian PUPR melakukan koordinasi bersama BNPB mencari kawasan relokasi yang tepat.
“Kalau untuk relokasi, tadi malam kami sudah bertemu Wakil Bupati Cianjur, kami minta disiapkan tanahnya saja untuk membangun rumah warga yang rusak berat,” paparnya.
Menurut Basuki, Kementerian PUPR saat ini mempunyai stok material yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah warga terdampak bencana. Material tersebut bisa dipakai secara langsung untuk pembangunan rumah terdampak gempa Cianjur seperti saat erupsi Gunung Semeru.
Selain rumah, fasilitas umum seperti rumah ibadah, kantor, markas Kodim dan sekolah juga akan diperbaiki. Pembangunan tersebut nantinya akan disesuaikan dengan bangunan tahan gempa.
“Kami perlu mempelajari struktur tanah yang akan dipakai membangun rumah,” jelasnya.
Manfaatkan ilmu hidrologi
Selain gempa bumi, Basuki meminta semua pihak untuk mewaspadai fenomena La Nina yang mengakibatkan cuaca ekstrem di Indonesia, terutama saat musim hujan saat ini. Indonesia harus bisa menghasilkan infrastruktur yang lebih tangguh dan tahan bencana melalui pendekatan ilmu hidrologi.
Cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi serta siklus hidrologi dan sumber daya air ini bisa digunakan untuk memudahkan dalam pembangunan infrastruktur yang sesuai kondisi iklim saat ini.
“Para pengembang jalan dan jembatan harus selalu aware dengan water related disaster. Terutama karena musim hujan sekarang durasinya lebih pendek tapi intensitasnya lebih besar karena perubahan iklim,” ungkapnya.
Basuki menambahkan, ilmu hidrologi bisa menjadi salah satu referensi pengelolaan dampak iklim dan ketahanan jalan. Dengan pendekatan dan kasus studi dari berbagai negara, pembangunan infrastruktur pun perlu difokuskan pada 3 hal yaitu kualitas, keberlanjutan lingkungan, dan estetika.
“Dalam pembangunan jalan dan jembatan juga mengacu pada tiga hal itu, terutama drainasenya. Karena musuh utama pembangunan jalan itu hanya air, air, dan air. Makanya road engineer juga harus menguasai ilmu hidrologi,” tandasnya.
Kementerian PUPR, lanjut Basuki saat ini berkonsentrasi pada empat strategi utama. Yakni pengembangan dan rehabilitasi sistem drainase dan pengelolaan banjir dengan kapasitas jalan yang lebih tinggi serta memperkuat kemantapan lereng dan menerapkan perlindungan lereng untuk mencegah keruntuhan lereng pada jaringan jalan.
Pembangunan perkerasan jalan yang lebih tahan lama untuk menghadapi musim hujan yang lebih lama juga dilakukan.
“Pembangunan juga harus melindungi jembatan jalan dari kerusakan gerusan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim,” ungkapnya.
Sementara pada sisi non-struktural, Kementerian PUPR berkomitmen untuk terus memanfaatkan transformasi digital untuk proyek konstruksi yang lebih efisien dan cerdas. Diantaranya dengan penerapan penggunaan Building Information System (BIM) di proyek-proyek jalan tol.
“Diantaranya di Tol Semarang-Demak,” imbuhnya.