MOJOK.CO – Lupakan sejenak pembukaan Light Rapid Transit (LRT) Jabodetabek. Kesampingkan dahulu polemik Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Mari kita mengingat salah satu rangkaian kereta paling bombastis di Indonesia karena ukuran, profit, dan masalahnya: KA Babaranjang.
Babaranjang merupakan akronim dari Batubara Rangkaian Panjang. Sesuai namanya, kereta ini betulan panjang! Rangkaiannya berupa enam puluh gerbong dan tiga lokomotif penarik yang panjang keseluruhannya bisa mencapai 800 meter. Tugasnya mengangkut batubara dari Stasiun Muara Enim Sumatera Selatan, lewat Kota Bandar Lampung, menuju Stasiun Tarahan Lampung Selatan.
Bandingkan dengan KA Kertajaya, sepur penumpang terpanjang yang melayani rute Pasar Senen Jakarta-Pasar Turi Surabaya, yang “hanya” 350 meter; tidak sampai setengah dari panjang KA Babaranjang. Namun, ukuran gigantik ini berhasil mendatangkan profit raksasa pula bagi PT KAI.
Kereta api yang banyak membawa keuntungan bagi PT KAI
Sebelum mulai beroperasi pada 1986, PT KAI telah meriset prospek KA Babaranjang terlebih dahulu lima tahun sebelumnya. Perkiraannya proyek KA Babaranjang akan menelan biaya USD220 juta. Modalnya berasal dari pinjaman luar negeri dengan prospek pendapatan menyentuh 1 Milyar Rupiah. Kurs dollar saat itu masih di kisaran 1.000 Rupiah per Dollar. Prediksinya hutang itu bisa lunas dalam hitungan 10-15 tahun.
Benar saja, puluhan tahun beroperasi, sepur ini banyak jasanya. Dia berperan dalam menerangi Pulau Jawa sebab batu bara yang kereta ini angkut dari tambang dari Tanjung Enim menuju ke PLTU Suralaya di Merak–pembangkit listrik utama di pulau paling banyak penduduk sedunia ini.
Selain itu, KA Babaranjang juga menjadi lini bisnis tumpuan PT. KAI, terutama pada masa pandemi. Ketika lini bisnis penumpang sedang loyo–labanya pernah turun hingga 75%, KA Babaranjang seperti tidak terpengaruh dengan tetap mencatat keuntungan yang stabil.
Bahkan, tahun-tahun setelahnya, KA Babaranjang terus meningkat volume angkutannya. Pada 2022, KA Babaranjang mengalami kenaikan volume angkut 18% dan mencakup 77% dari seluruh angkutan.
Meski KA Babaranjang berdampak ekonomis besar bagi PT. KAI, kereta macam ular panjang ini kerap meresahkan warga Kota Bandar Lampung. Masalahnya terus ada, mulai dari macet hingga maut.
Sering bikin macet dan jadi penyebab kecelakaan
Pada 2016, Kota Bandar Lampung ramai isu KA Babaranjang. Musababnya, Andi Surya, Anggota DPD RI Dapil Lampung mengecam masuknya rangkaian tersebut ke kota.
“Tidak boleh lagi ada Babaranjang yang melintas di kota kami. Titik,” tegasnya saat media mewawancarainya di lingkungan DPRD Lampung melansir dari Jejamo.com.
Memang, KA Babaranjang nyaris selalu menimbulkan kemacetan saat melintas sebab beberapa lintasan kereta di Lampung belum ada underpass atau flyover. Terlebih, jalur yang dilintasi pun ramai. Iqbal (23), warga Koga yang saban hari melintasi jalur kereta api, membenarkan hal tersebut.
Berdasarkan perkiraannya, Babaranjang yang melintas butuh waktu lima menit. “Kalau ditambah macetnya, bisa sampai lima belas menit. Apalagi saat waktu mau buka puasa Ramadhan atau berangkat dan pulang kerja,” tuturnya.
Lebih apes lagi, sambung Iqbal, kalau keretanya berhenti. Bisa lebih lama lagi. “Ada lagi yang lebih sial: sudah buru-buru, nerobos palang, eh babaranjangnya cuma kepala, gak sama gerbong,” tulisnya kepada Mojok via WhatsApp.
Baca halaman selanjutnya.
Selain macet, beberapa kali juga KA Babaranjang terlibat kecelakaan…