MOJOK.CO – Pagar yang menutupi sebagian Tugu Yogyakarta akhirnya diganti. Protes dan kritik dari masyarakat karena menilai pagar yang tak punya nilai estetis.
Sejak pandemi, masyarakat tidak bisa lagi melihat Tugu Yogyakarta secara terbuka penuh. Dinas Perhubungan (Dishub) memasang pagar pembatas yang cukup tinggi di kawasan tersebut dengan alasan menjaga cagar budaya tersebut dari aksi tidak terpuji pengunjung.
Menjadi bagian dari Sumbu Filosofi yang menjadi Warisan Dunia Tak Benda oleh UNESCO, pengunjung sering menginjak-injak kawasan Tugu demi bisa berfoto. Sampah puntung rokok pun sering ditemukan di rumput yang mengitari Tugu. Bahkan kecelakaan juga beberapa kali terjadi di kawasan tersebut dan merusak bagian dari Tugu Yogyakarta.
Namun, pemasangan pagar tersebut bukan tanpa kritik. Pagar yang tinggi menutupi Tugu akhirnya membuat cagar budaya yang berharga itu tidak terlihat dengan jelas. Bahkan sejumlah pihak menyebut tak estetis.
“Kan kemarin ada protes pagar [penutup Tugu Jogja] punya [dinas] perhubungan itu sudah tinggi, jelek kali makanya kami ganti,” kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Jumat (29/09/2023).
Pagar tidak untuk permanen
Meski berganti dengan pagar baru berwarna hijau pare anom, pagar setinggi kurang lebih 1 meter tersebut nantinya tidak akan permanen. Pemasangan pagar bertuliskan aksara Jawa Ha Na Ca Ra Ka itu bertujuan untuk mengatur batas warga yang ingin berfoto di kawasan Tugu Yogyakarta.
“Tidak ada makna khusus tentang aksaranya, hanya estetis edukatif tentang budaya jogja,” jelasnya.
Sebab Pemda DIY berupaya mengapresiasi Tugu Yogyakarta. Sebagai salah satu cagar dan warisan budaya, Tugu tersebut publik perlu tahu agar terus lestari.
“Jadi pagar baru itu juga bisa kita geser-geser, tidak akan permanen jadi tidak usah tinggi-tinggi. Penggantian pagar itu agar lebih estetis dan sesuai dengan budaya jawa,” paparnya.
Baca halaman selanjutnya…
Jangan nyampah di Tugu Yogyakarta