Ratusan siswa dari Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya mengikuti acara Sarasehan yang diadakan oleh Yayasan Al Kahfi Cabang Surabaya 3. Dalam acara tersebut, lembaga yang bergerak di bidang sosial itu mengajak remaja agar tidak terjerumus dalam jurang kenakalan.
Remaja kehilangan eksistensi diri
Yayasan Al Kahfi Cabang Surabaya 3 menggelar acara “Sarasehan” dengan tajuk Generasi Emas: Mengenal Akar Kenakalan Remaja dan Solusinya. Acara ini berlangsung di Hotel Great Diponegoro, Surabaya pada Sabtu (9/8/2025).
Sesuai dengan temanya, Yayasan Al Kahfi Cabang Surabaya 3 mengajak siswa, guru, dan instansi pemerintah kota untuk mencegah kenakalan remaja di tingkat ringan hingga ekstrem. Ketua Yayasan Al Kahfi Cabang Surabaya 3, Endang Sukmayanto mengatakan topik ini dipilih mengingat banyaknya remaja yang mengalami krisis identitas.
“Ada keinginan paling mendasar yang ingin ditunjukan oleh remaja, yakni ekstensi diri. Keinginan itulah yang melahirkan satu upaya perilaku-perilaku yang pokoknya berbeda dengan apa yang generasi sebelumnya dapatkan,” ujar Endang yang sekaligus menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut.

Endang menjelaskan remaja harus tahu tujuan hidupnya agar tidak terjebak dalam kenakalan. Oleh karena itu, Yayasan Al Kahfi Surabaya 3 rutin melakukan program pembinaan moral kepada remaja untuk membantu mereka menemukan eksistensi dirinya.
Untuk membantu remaja terhindari dari kenakalan, Endang menegaskan remaja harus mengenal Tuhannya. Sebab sejatinya, Tuhan menciptakan manusia dengan sebuah maksud dan tujuan.
“Ketika remaja mengetahui tujuan hidup mereka diciptakan, bahwa tidak mungkin sia-sia dan pasti punya orientasi tertentu, maka mereka tidak akan sembarangan dalam berperilaku,” jelas Endang.
“Tuhan memberikan manusia akal dan rasa. Akal guna mengetahui benar dan salah, baik dan buruk. Lalu, rasa melahirkan cinta, karena kalau tidak ada cinta dunia ini bisa rusak,” lanjutnya.
Kenakalan remaja di Surabaya makin marak
Sebagai lembaga yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan keagamaan, Yayasan Al Kahfi Cabang Surabaya turut mengajak instansi pemerintah mulai dari TNI, polisi, satpol PP hingga psikolog sebagai pembicara.
Bhabinkamtibmas Kelurahan Petemon Polsek Sawahan, Ari Jatmiko mengungkap kenakalan remaja khususnya di Petemon Surabaya marak terjadi. Ia telah banyak menangani remaja yang kerap mabuk-mabukan, tawuran, bahkan married by accident (MBA).
“Banyak juga yang pakai sepeda motor dengan knalpot brong, tawuran menggunakan senjata tajam, bahkan ada yang maaf, married by accident (MBA). Jadi yang laki-laki berusia 17 tahun dan perempuan berusia 15 tahun,” ujar Ari.

Tak hanya itu, Satpol PP Goes to Scool Seven Juni Manurung berujar, pernah mendapat laporan soal remaja di Surabaya yang melakukan video call sex (vcs).
“Kami punya yang namanya rumah perubahan di Surabaya dan ada juga kasus pornografi yang kami tangani. Kalau mereka bilang, ‘enggak Kak vcs itu video call sholawatan’,” ujar Seven disambut tawa hadirin, “Luar biasa memang mereka itu kalau membuat istilah,” lanjutnya.
Sementara itu, Peltu Bati Tuud Koramil 0830-14/Sawahan Sidik Triwaluyo juga menceritakan pengalamannya tinggal di lingkungan rusak. Beruntung, ia tidak terbawa arus karena punya satu tujuan dengan masuk ke militer.
“Untuk meraih mimpi saya, saya harus menerapkan perilaku disiplin. Tidak boleh mencacatkan diri, misal naik motor harus hati-hati, tidak merundung, dan lain sebagainya,” kata Sidik.
Di sisi lain, remaja mulai sadar akan kesehatan mental
Pendiri ASIEQ Educare sekaligus psikolog, Suryatiningsih mengakatan perlu adanya keselarasan antara pikiran, tubuh, dan jiwa dalam remaja. Sebab, remaja adalah masa yang krusial. Di masa itu, mereka mengalami badai tekanan yang luar biasa.
“Di zaman sekarang, anak-anak lebih menunjukan eksistensi lewat media sosial. Ditambah pertumbuhan fisik yang membuat mereka merasa cantik dan tampan,” ujar Bunda Yanti, sapaan akrabnya.

Selain pertumbuhan fisik, remaja juga mulai penasaran dan meragukan banyak hal. Sementara, kata Yanti, kemampuan untuk berpikir jangka panjang mereka cenderung belum matang.
“Misalnya, mereka mulai mempertanyakan kenapa sih kok aku harus ibadah? Kalau tidak aku melakukan, apa efeknya untuk hidupku?” ujar Yanti.
Jika jiwa mereka tidak kuat untuk memahami tujuannya sebagai manusia, mereka dapat melakukan kenakalan ringan hingga ekstrem. Apalagi, jika tidak diimbangi dengan lingkungan yang mendukung, baik dari keluarga maupun lingkungan sosialnya.
“Untungnya, remaja zaman sekarang ini lebih aware dengan kesehatan mental, tapi saya berharap orang tua atau lingkungannya juga lebih terbuka,” kata Yanti.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Ironi Kenakalan Remaja di Surabaya, Haus akan Eksistensi Diri dan Mulai Meninggalkan “Petuah” Tuhan sebagai Kompas Hidup atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












