Kalau Anda adalah salah satu peserta aksi bela Islam 212 yang berharap bahwa aksi yang dulu pernah Anda ikuti bisa menjadi ajang pemersatu bagi para alumninya, maka Anda agaknya harus sedikit kecewa.
Baru-baru ini, santer terdengar kabar soal perpecahan di tubuh organisasi alumni 212.
Sebelumnya, kita mengenal nama Presidium Alumni 212, organisasi yang memang sedari awal menjadi corong perjuangan aksi Bela Islam. Namun sekarang, ternyata bermunculan kelompok-kelompok lain yang juga menggunakan atribut 212. Masing-masing kelompok mengklaim mewakili semangat Aksi 212.
Hal tersebut menjadi rumit karena tak jarang satu sama lain saling tidak mengakui.
Di luar nama Presidium Alumni 212, ternyata muncul nama Persaudaraan Alumni 212. Persaudaraan Alumni 212 ini konon adalah bentuk pergantian nama dari Presidium Alumni 212.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif yang mengumumkan pergantian nama menjadi Persaudaraan Alumni 212.
Namun ternyata, pergantian nama ini kemudian dibantah oleh Ustaz Hasri Harahap dkk. Ustaz Hasri mengatakan tidak ada pergantian nama dari Presidium Alumni 212 menjadi Persaudaraan Alumni 212.
“Presidium Alumni 212 (PA212) tidak pernah memutuskan adanya perubahan nama,” begitu yang tertulis di surat pernyataan sikap Presidium Alumni 212 yang diwakili oleh Ketua Presidium Alumni 212 (entah ini statusnya ketua tandingan atau apa) Habib Umar Al Hamid dan Sekjend Ustad Hasri Harahap.
Belum juga habis polemik soal Presidium Alumni 212 dan Persaudaraan Alumni 212. Ealah, lha kok muncul lagi kelompok baru. Kali ini namanya Garda 212.
Haduuuuh, berat sodara. Beraaaat.
Kelompok Garda 212 ini diketuai oleh Ansufri Idrus Sambo, mantan Ketua Presidium Alumni 212 yang dulu dicopot (dan kemudian digantikan oleh Slamet Maarif) karena memberikan pembelaan kepada CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo.
Di luar tiga, itu, ternyata masih ada lagi kelompok yang juga menggunakan embel-embel 212. Kelompok tersebut bernama Korps 212. Kelompok ini diketuai oleh Rijal Kobar, sosok yang oleh polisi disebut sebagai salah satu dewan pakar sindikat saracen.
Nah lho, nah lho. Bingung kan? Sama. Lha gimana nggak bingung, lha wong ada Presidium, ada Persaudaraan, ada Garda, dan ada Korps.
Untung saja mereka para alumni 212 yang berangkat ke Jakarta murni untuk membela agama justru tak mengakui dan merasa tidak diwakili oleh salah satu kelompok, apapun namanya, sehingga mau muncul seratus atau seribu kelompok sekalipun, tak jadi soal.
Yang kasihan justru Mas Wiro Sableng. Sebab trademark angka cantik 212 yang susah payah ia bangun (bahkan sampai dibikin tato di dada) ternyata mudah saja diklaim oleh banyak kelompok.
Yah, yang sabar ya Mas Wiro. Kami semua bersama Mas Wiro. Bagi kami, 212 hanya milik pendekar kapak maut naga geni 212 thok. Yang lain cuma nunut.