MOJOK.CO – Dagadu brand kaos lokal Yogya ini sudah menemani para pecinta fashion selama lebih dari 28 tahun. Berawal dari sekumpulan mahasiswa Arsitektur UGM yang mengembangkan merek dagang PT Aseli Dagadu Djokdja pada 1994, kini mereka mencoba kembali melucu seperti awal-awal berdirinya brand tersebut.
Memiliki empat gerai seperti di Yogyatorium Gedong Kuning, lower ground Malioboro Mall, Tugu dan di Alun-alun Utara, kini Dagadu menambah satu gerai baru di Jalan Margo Utomo atau yang dulu lebih dikenal dengan Jalan Pangeran Mangkubumi dengan konsep baru yang lebih kekinian mengikuti perkembangan zaman.
Namun, bukan perkara mudah bagi Dagadu untuk bisa bertahan selama dua dekade lebih di tengah persaingan yang ketat dengan brand-brand baru, baik lokal maupun internasional saat ini. Apalagi Dagadu baru saja bisa bernafas lega.
Selama 28 tahun eksis, brand ini harus berjuang setiap hari melawan plagiasi atau penjiplakan desain yang dimilikinya. Ada 500 lebih penjiplak dengan skala retail maupun enam distributor besar yang menjiplak karya desain Dagadu. Banyak yang jualan kaos palsu yang bertebaran di luar empat gerai mereka seperti di Pasar Ngasem dan sepanjang kawasan Malioboro. Bahkan banyak wisatawan yang akhirnya lebih banyak membeli Dagadu palsu alih-alih asli karena saking banyaknya barang palsu yang dijual.
“Dulu orang yang setiap turun dari stasiun dan naik becak katanya diajak ke pabriknya Dagadu, tapi malah diajak ke pasar ngasem yang jualan Dagadu kw (palsu-red). Ini yang terus terjadi. Meski kami tidak menganggap mereka bukan pesaing tapi bagi-bagi rejeki, toh mereka butuh hidup,” ungkap Direktur dan CEO PT Aseli Dagadu Djokdja, Mirza Arditya di gerai Jalan Mangkubumi, Sabtu (30/04/2022).
Mirza mencoba berbesar hati dengan aksi plagiarisme desain milik mereka selama ini. Meski sebenarnya bila tak ada pembajakan, mereka bisa membangun tower alih-alih gedung di Jalan Sonosewu dan Yogyatorium.
Namun sejak pemerintah menggulirkan Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, mereka justru mencoba menyadarkan para pembajak tentang desain. Mengajak bertemu bersama dalam satu kesempatan, Dagadu menawarkan pelatihan dan marketing para pembajak dagangan mereka.
“Dengan adanya UU hak cipta itu, kami takut ada pihak ketiga yang masuk dan mengobrak-abrik orang jualan dan menghabisi rejeki pedagang Dagadu palsu. Kami kemudian berusaha mengajak mereka, memberikan pengetahuan kalau membajak adalah pelanggaran hukum dan bisa fatal buat mereka. Kita ajak rembugan semua pembajak-pembajak itu dan kasih solusi untuk pelatihan sablon, desain, grafis supaya bisa beralih tidak membajak,” tandasnya.
Melalui aksi tersebut, pelan-pelan jumlah pembajak kaos Dagadu berkurang dalam lima tahun terakhir. Bahkan saat ini sudah tak banyak lagi ditemui pedagang yang menjual kaos-kaos Dagadu palsu di Yogyakarta.
Karenanya sejak saat itu Dagadu bisa mengembangkan bisnisnya dengan lebih lancar. Tak melulu menjual kaos yang jadi kebutuhan sehari-hari yang merupakan zona nyaman mereka, Dagadu mengembangkan sayapnya membuat desain lain mulai dari jaket, kemeja, chinos atau celana panjang. Sejumlah kedai kopi dan makan melengkapi gerai-gerai mereka dengan kerjasama Gelato.
Dan seiring perkembangan e-commerce, Dagadu pun tak hanya mengandalkan penjual di gerai namun ikut terjun berjualan secara online. Selain melalui laman Dagadu, penjualan di sejumlah e-commerce juga dilakukan sejak beberapa tahun terakhir.
“Tidak mungkin kalau kita tidak mengikuti perkembangan teknologi, karenanya kami juga berjualan secara online,” ujarnya.
Kembali Melucu
Pada awal berdirinya, desain Dagadu dikenal dengan kata-kata plesetan dan tagline yang lucu. Namun, seiring waktu, konsep tersebut sempat menghilang dan diganti dengan desain biasa.
Namun, Dagadu mencoba kembali ke konsep lama dengan menghadirkan kata-kata plesetan lucu di desain produk mereka. Sebab desain-desain nostalgia tersebut yang paling laku terjual dan diminati pembeli.
Setiap bulan 30-40 desain baru disiapkan tim untuk disampaikan di forum komunikasi. Di forum tersebut, setiap orang boleh saling menghujat untuk mendapatkan desain yang akan diluncurkan.
“Kita akan rilis desain-desain lama best seller dengan plesetan, termasuk plesetan brand lain dengan jumlah yang limited (terbatas-red) dari hasil saling menghujat di forum,” ujarnya.
Mengaku tak pernah dituntut karena melakukan plesetan brand lain, Mirza mengaku justru mendapatkan banyak keuntungan besar. Mereka banyak diajak berkolaborasi dengan brand-brand ternama di level internasional.
Sebut saja kolaborasi dengan salah satu brand teh kotak untuk desain kaos Dagadu. Kerjasama itu terjadi hanya gara-gara mereka sering mengolok-olok brand tersebut.
“Untungnya kita sering nyenggol mereka, nge-poke mereka itu, malah diajak kerja bareng dan dijadikan teman, tidak ada yang marah. Desain-desain dengan brand seperti itu selalu sold out, habis dan dicari-cari,” ujarnya.
Penulis: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Indonesia Banjir Barang Palsu? Jangan Maksa Punya Balenciaga kalau Baru Bisa Beli Dagadu dan kabar terbaru lainnya di KILAS.